Tak Berjarak

128 10 0
                                    

Mia turun dari bis di pelataran sebuah mall setelah perjalanan lebih kurang dua jam dari bandara Soekarno Hatta. Ada lelah menghampirinya tapi kebahagiaan bisa kembali ke tempat ini mengalahkan capeknya. Segera Mia menunggu angkot yang akan mengantarnya ke asrama, tempatnya akan menginap semingguan ini.
Sesampainya di asrama, panitia yang bertugas jaga sudah menunggunya. Setelah melakukan registrasi dan menyerahkan persyaratan yang dibutuhkan, perempuan itu naik ke lantai 2 sambil mengangkat koper kuning yang dibawanya. Sambil beristirahat di atas ranjang kamarnya, Mia menghidupkan ponsel, bersiap dengan drama kehidupannya yang ternyata belum berakhir.
Seperti dugaan perempuan itu, sepuluh panggilan tak terjawab dan belasan chat wa yang belum dibacanya. Mia mencoba tenang, terlebih dahulu dia akan menghubungi orangtuanya mengabarkan bahwa Mia sudah sampai dengan selamat.
Suara di seberang telepon mengucap syukur karena anaknya telah tiba dengan selamat di lokasi tugasnya, semangat ibu menulari Mia, perempuan itu bertekad meminta penjelasan pada Andi apa maksud ucapannya saat itu dan Mia akan menegaskan bahwa tak ada yang bisa memaksakan kehendak padanya. Perempuan itu ingin menegaskan kalau dia tak mempan diintimidasi.
"Apa maksud ucapanmu waktu itu?" Mia mengirimi Andi pertanyaan singkat yang seharusnya dengan gampang bisa dimengerti.
Dilihatnya laki-laki itu sedang online dan langsung membaca pesannya. Tak menunggu lama, panggilan masuk dengan nama laki-laki itu muncul di layar ponsel Mia. Nyali perempuan itu menciut, seketika kata-kata yang sudah disiapkannya sedari tadi lenyap, Mia sempat berpikir untuk tidak mengangkat panggilan dari Andi tapi dering ponselnya tak jua berhenti. Mia sadar, sangat salah bila dia mengharapkan laki-laki itu akan mudah menyerah.
Perempuan itu mengumpulkan keberanian dan menekan tombol hijau di ponselnya..

Hati yang Tak Bisa DibeliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang