Sudah empat tahun terakhir ini, Farhan tak pernah bertemu dengan Fatimah. Gadis yang menjadi pujaan semenjak di bangku Aliyah dulu dan menghilang tanpa kabar, entah mendapat angin dari mana sehingga kini kembali merias dalam kehidupannya. Bagai bunga layu tersiram hujan. Hati Farhan pun dipenuhi berbagai harapan demi harapan. Ia yang lama memendam kesumat cinta pada Fatimah sangat berharap segera menemukan muara pasti dari penungguannya selama ini. Cinta dan hati Fatimah berharap mampu ia miliki sepenuhnya.
Di siang yang terik, di antara hiruk pikuk keramaian terminal Kota Farhan tanpa sengaja melihat Fatimah. Fatimah yang mengenakan gamis biru dibalut jilbab senada tampak anggun sekali. Ia berjalan menghampiri Farhan yang tengah duduk di bangku panjang. Rupanya Fatimah juga melihatnya. Dengan hati berdesir hebat Farhan pun berdiri menyambut kehadiran Fatimah.
“Assalamu’alaikum, Mas Farhan, Kan?” Tanya Fatimah sembari menangkupkan kedua tangannya di depan dadanya.
“Wa’alaikum Salam, iya saya Farhan.”
“Alhamdulillah ternyata saya tidak salah. Apa kabar, Mas?”
“Kabarku baik seperti yang sampean lihat sekarang.”
Farhan lantas mempersilakan Fatimah duduk. Perjalanannya tentu membuatnya lelah dan butuh istirahat. Dengan jarak duduk yang agak berjauhan mereka pun saling mengobrol. Mereka kembali bernostalgia pada masa-masa di bangku Aliyah dulu. Farhan yang memang diam-diam menyimpan rasa cinta pada Fatimah sangat menikmati kebersamaan dan pertemuannya dengan Fatimah. Empat tahun tak bertemu, rasanya ada yang hilang di palung hati Farhan. Dan saat kesempatan ini datang, betapa ia ingin menggenggamnya seerat mungkin dan tak ingin kehilangan lagi. Tapi entah kenapa deru hati yang begitu butuh kepastian masih saja terpendam. Farhan tak memiliki keberanian tuk mengungkapkan perasaannya pada Fatimah. Ia hanya mampu terdiam saat perempuan yang menjadi pujaannya berada tepat di depan matanya.
“Mas Farhan kuliahnya ambil jurusan apa?” Tanya Fatimah. Sorot matanya menatap Farhan penuh binar.
“Saya ambil jurusan Manajemen Pendidikan Islam.” Jawab Farhan tanpa berani menatap perempuan di sampingnya.“Kalo boleh tahu rencana nikahnya kapan, Mas?”
Dreekk, jantung Farhan serasa ingin copot. Ia tak menyangka akan mendapat serangan pertanyaan seperti itu dari lisan perempuan yang menjadi dambaannya selama ini. Kalau boleh jujur ia akan menjawab bahwa ia tengah menanti seseorang tuk menjadi bagian dari tulang rusuknya, yaitu Fatimah. Perempuan yang saat ini berada di sampingnya. Tapi lagi-lagi hatinya menolak tuk mengungkapkan rasa yang bernama cinta itu. Dan Farhan hanya bisa menyimpannya dalam lembar diamnya.
“Mana ada rencana, Calon aja belum punya,” Farhan menjawab sebisanya meski jauh di relung hatinya tertambat nama Fatimah. “Sampean sendiri gimana?”
“Hemmm, saya....”. Belum tuntas Fatimah melanjutkan perkataannya. Seorang laki-laki seumuran Farhan datang menghampirinya. Fatimah lantas berdiri dan menyambut laki-laki itu dengan senyum merekah di bibirnya.
“Perkenalkan ini Mas Ilyas, tunangan dan calon suamiku.” Kata Fatimah.
Bagai tersengat aliran listrik bertegangan tinggi, hati Farhan seketika pun hancur. Harapannya tuk memiliki Fatimah musnah sudah. Penantiannya selama ini ternyata sia-sia saja. Rupanya Fatimah sudah ada yang memiliki.“Ilyas.”
“Farhan.” Farhan menyambut uluran tangan Ilyas. laki-laki berperawakan Arab-Indonesia itu tersenyum ramah. Hati Farhan semakin ciut saja.
Dengan sesungging senyum yang terus merekah, Fatimah menceritakan siapa Farhan. Ia tampak bahagia sekali begitu pun juga dengan Ilyas. Farhan yang berdiri dengan hati hancur tak tahan melihat adengan yang ada di depannya dan ingin sekali ia segera meninggalkan mereka. Farhan cemburu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengenggam Takdir
Short StoryKetika takdir mempertemukan kita Maka, tak ada cara lain selain menggenggamnya dengan cinta