TIDAK ADA YANG PEDULI

46 11 1
                                    

Sakura menutup telinganya. Alarmnya sangat berisik dan menganggu. Sakura baru  saja pulang dari bar pukul tiga pagi tadi. Rasanya ia malas sekolah.

"Berisik banget sih! Gatau gua ngantuk apa ya!" Geruru Sakura. Ia melihat ponselnya. Pukul 6.45 sudah pasti ia kesiangan sampai di sekolah. Dan akhirnya, ia memutuskan untuk tidak bersekolah.

Baru ia memenjamkan matanya, ada panggilan di layar ponselnya. Ayyesha. Cewek pintar yang mau menjadi temannya disaat murid-murid lain menjauhinya.

"Kenapa, Cha?" Ujar Sakura malas.

"Lu dimana? Bentar lagi Pak Hendry masuk!inget loh, Ra sekarang ulangan fisika"

"Gua gamasuk, Cha. Gaenak badan" bohong Sakura. Ia tidak ingin Violet, Ayyesha, dan Skala menjauhinya karena ia sering pergi ke bar. Lagipula kepalanya benar-benar pusing dan tidak ingin bangkit dari kasurnya.

"Loh? Lu sakit apa, Ra?" tanya Ayyesha, nada bicaranya terdengar khawatir.

"Pusing doang"

"Pulang sekolah gua ke rumah lu sama Vio sama Skala. Lu mau apa?"

"Apa aja"

"Oke. Gua tutup dulu, ya. Udah ada Pak Hendry. bye"

Panggilan diputuskan. Violet, Ayyesha, dan Skala hanya tahu kalau Sakura anggota Vilkezter, suka ngevape dan ngerokok. Sudah itu saja. Mereka tidak pernah tahu Sakura sering pergi ke bar, sering minum-minuman beralkohol, dan ketergantungan pada obat-obat terlarang.

Sakura yang diketahui anak-anak suka ngerokok dan ngevape saja dijauhi habis-habisan? Apalagi sampai tiga temannya mengetahui kebiasaan bejatnya? Beruntung saja Sakura masih menjaga keperawanannya.

Dan Skala meskipun ia anak baru di Vilton, tapi cewek itu sangat pengertian pada Sakura. Ia tidak ingin teman-temannya menjauhinya. Hanya karena ia suka keluar malam.

"Aargh kenapa hidup gua gini banget, si? Bokap masuk rumah penjara, nyokap gua udah meninggal, sekarang kakak gua di RSJ" Sakura berkata lirih. Tiba-tiba kepalanya pusing dan ia mendadak lapar.

Sakura memutuskan untuk keluar membeli bubur di depan gangnya. Sakura segera menyambar jaketnya dan keluar dari rumah.

"Eh itu tuh anaknya Bu Dahlia" sahut tetangga depan rumahnya.

"Anak gabener itu mah. Jangan ampe anak saya kayak gitu"

"Pergaulan jaman sekarang mah gitu banget, ya, Bu"

"Bapaknya aja masuk penjara gara-gara ngelecehin anak kecil. Gimana dia? Pasti udah ga perawan"

Sakura muak. Ia membalikan tubuhnya. Padahal sudah biasa ia menerima cibiran dari para tetangganya.

"Bu ibuu, kalo mau beli sayur mah beli aja. Gausah pake acara gibah segala" ketus Sakura. Para ibu-ibu itu menutup mulutnya. Begitu Sakura menjauh, ada lagi yang membicarakannya namun Sakura masih menangkap jelas ucapannya.

"Gapunya etika"

Sakura buru-buru berjalan pergi. Tidak mau meladeni. Ia amat kesal begitu para tetangganya membicarakannya seperti itu. Mereka hanya berkomentar. Tapi tidak tahu kenapa penyebab Sakura seperti itu.

Dijalanpun, beberapa pasang mata tetangga menatapnya seolah-olah Sakura itu sampah. Ya. Sakura bahkan mengakuinya. Dia sampah masyarakat. Namun bukannya kalau mereka tidak suka cukup diam saja? Tidak perlu membicarakan kejelekan orang lain?

SAKURATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang