KAPANKAH

26 8 0
                                    

Ini sudah satu minggu Sakura menjadi wakil Vilkezter. Dan seminggu ini, belum ada sekolah yang mencari masalah dengan sekolahnya. Termasuk Schlivien. Biasanya geng sekolah tersebut selalu menantang Vilkezter untuk bertarung. Walaupun mereka selalu tidak datang pada akhirnya.

Dan sudah satu minggu ini, hubungannya dengan Bagas makin dekat saja. Ya dekat layaknya ketua dan wakil. Seperti Bagas dan Revan dulu.

Padahal Sakura berusaha mati-matian untuk menjaga jarak dengan Bagas, tidak ingin perasaanya tumbuh lagi.

Seperti hari ini. Padahal Sakura tidak ingin menemui Bagas. Tapi Bagas menyuruh anggota Vilkezter inti untuk berkumpul.

Mau kaburpun, Sakura merasa tidak enak dengan anggota Vilkezter lainnya. Mau tidak mau, Sakura harus datang dan mendampingi Bagas.

Pilihan Bagas jatuh pada rooftop sekolah, saat bel pulang dibunyikan.

Dan kali ini lengkap 6 anggota Vilkez berkumpul di rooftop. Bagas, Sakura, Ibram, Killa, Revo, dan Juna.

"Anjir. Gua lupa. Gua disuruh ngadep bu Evleyn, Gas" kata Sakura. Kali ini ia benar-benar tidak menghindar.

Bagas hanya menautkan alisnya. Antara percaya atau tidak

"Nih jaminan hp gua" Sakura langsung memberikan ponselnya. Tadi, ia tak sengaja membuat onar (lagi) memecahkan jendela ruang TU. Karena bola basket yang dimainkannya dan terpental ke jendela TU sehingga kaca itu pecah. Sehingga Sakura harus mempertanggung jawabkan perbuatannya.

Bagas memberi isyarat. Menyuruh Sakura menghadap Bu Evelyn. Sakura mengangguk, langsung buru-buru menemui Bu Evelyn.

"Jadi gua ngadain pertemuan inti Vilkez karena...."

Drrrt...drrrrt.

Ponsel Sakura yang dipegang Bagas menampilkan panggilan masuk. Tertera disitu panggilan dari Lucaa.

Bagas mengangkatnya. Ngapain si Lucas ini nelpon-nelpon Sakura?

"Halo, Ra? Lu udah pulang? Mau gua jemput? Biar langsung bareng-bareng ke restoran"

"Ini Bagas. Bukan Sakura. Jangan deketin Sakura" kata Bagas. Penuh penekanan.

"Eh Bagas? Apa kabar bro?" Tanya Lucas di seberang sana.

Bagas langsung mematikan panggilan tersebut.

"Siapa, Gas?" Tanya Killa.

"Temennya Sakura. Anak SHS. Dan gua takut kalo dia bakal ngadu domba Vilkez sama Schlivien" kata Bagas. Entah mengapa ia merasa tidak nyaman saat Lucas menelepon Sakura.

"Takut dia ngadu domba, apa takut ketikung?" Celutuk Ibram.

"Siapa juga yang takut ketikung" kilah Bagas. Gengsinya memang setinggi langit.

"Yaudah kita lanjut aja deh, bang" kata Revo.

"Oke, jadi ginii..."

***

"Bosen ga sih kamu keluar masuk BK terus?" Tanya Bu Evelyn. Sudah sangat bingung atas sifat Sakura.

"Saya bakal ganti, Bu. Lagian saya juga ga sengaja." Jawab Sakura.

"Ibu ingin orangtua kamu kemari" jawab Bu Evelyn.

Sakura melotot. "Ibu mau saya panggilin ibu saya yang udah di kuburan? Perlu saya ke kantor polisi buat minta ayah kesini?! Ibu guru BK bukan sih? Harusnya ibu juga tau dong kondisi keluarga saya gimana. Dan ibu ngasih surat peringatan ke saya percuma, Bu. Ga akan ada yang dateng. Selama ini guru-guru gatau saya tinggal sebatang kara?!" Suara Sakura meninggi.

"Karena saya sampah sekolah ya, bu. Sampe guru-guru ga peduli sama kondisi keluarga saya. Emang ibu pikir saya mau jadi nakal? Jadi badung? Enggak bu!" Suara Sakura bergetar. Tangannya terkepal keras. Bu Nurmala, kesiswaan mereka hanya menggelengkan kepalanya.

"Maaf, Sakura. Ibu ga bermaksud....."

"Siapa sih bu yang peduli sama saya? Ibu juga. Ibu cuma nyalahin saya tapi ibu bahkan gatau kondisi saya gimana. Saya tau saya bandel, suka buat masalah. Tapi apa itu buat guru-guru ga merhatiin saya? Guru-guru taunya orangtua saya udah lepas tangan sama saya, gitu gara-gara tiap dikasih surat panggilan orangtua saya engga pernah dateng? Saya butuh orang yang bisa dengerin saya, Bu. Bu Evelyn sebagai BK, dan Bu Nurmala sebagai kesiswaan harusnya ngerti posisi saya. Dan untuk masalah jendela TU, saya bakal ganti besok. Saya permisi, Bu" Sakura meninggalkan ruangan. Rasanya ia sangat kecewa. Sakura pikir guru-guru sudah tahu bahwa dia tinggal sebatang kara. Nyatanya tidak.

Memang benar. Siapa sih yang mau peduli padanya? Nafasnya benar-benar sesak.

"Diapain sama Bu Evel?" Bagas tiba-tiba sudah dihadapannya.

"Eh, Gas. Udahan rapatnya?" Tanya Sakura, canggung.

"Udah. Nih" Bagas menyerahkan ponsel Sakura. "Bawa motor?"

"Iya gua bawa. Gua duluan ya, Gas. Maap gua gaikut rapat hari ini" kata Sakura.

Ia langsung buru-buru pergi. Sakura bohong saat ia bilang bahwa ia membawa motor. Nyatanya motor dia masih di bengkel. Sakura ingin bertemu ayahnya. Hari ini.

Sakura menunggu bus yang lewat di dekat halte. Kemudian ia menaikinya dan berhenti disebuah kantor polisi di pusat kota.

Sakura langsung bilang ke resepsionis bahwa ia ingin berbicara dengan Ayahnya. Yang sudah mendekam di penjara selama 4 tahun.

"Anda dapat berbicara selama 10 menit, Nona Sakura" kata sang polisi berbadan besar.

Sakura hanya diizinkan untuk melihat ayahnya dari pembatas kaca. Ayahnya dikeluarkan dari sel tahanan, dengan beberapa petugas yang berjaga di belakangnya.

"Sakura..," panggil sang ayah.

Tangis Sakura benar-benar pecah. Rasanya semakin sesak.

"Kenapa kamu, nangis, nak? Sakura anak kuat. Sakura ga cengeng kan?" Kata Ayahnya.

"Sasa kangen, yah" Sakura sesenggukan. Berusaha mengatur nafasnya. "Ayah kapan keluar dari sini?"

"Hukuman ayah masih sekitar 10 tahun lagi, Sakura" kata Ayahnya. Ia meneliti keadaan Sakura.

"Kamu masih masuk geng motor itu?" Tanyanya. Memang waktu ia mendengar kabar bahwa Sakura tawuran dengan sekolah lain.

"Kalo ayah keluar dari penjara Sakura janji bakal tinggalin geng itu" kata Sakura.

"Sakura, hukuman ayah masih 10 tahun lagi, nak"

"Kalo gitu Sakura ga bakal keluar dari sana" kata Sakura. "Sakura kangen Kak Anggrek. Kangen Mama. Sakura sendirian, yah. Sakura ga punya siapa-siapa lagi"

"Kamu masih ada ayah, Sakura."

"Ayah gaada disamping Sakura. Sakura bener-bener sendiri. Sakura capek yah. Sakura juga mau kayak temen-temen dikasih perhatian sama orangtuanya"

Ayahnya menghela nafas. Sesak melihat putrinya yang menjadi korban keegoisan ia dan mendiang istrinya.

"Ya. Waktu habis" petugas segara menggiring ayah Sakura untuk kembali ke sel.

"Sakura, ayah bakal segera keluar" kata ayahnya.

Sakura menangis lagi. Seandainya ayahnya tidak melakukan perbuatan tersebut. Seandainya ayah dan ibunya tidak cerai. Pasti kehidupan mereka tidak akan seperti ini. Sakura melangkahkan kakinya. Apakah ia harus menunggu sampai sepuluh tahun?

Rasanya kakinya sudah tidak bisa menumpu tubuhnya. Diluar mulai hujan. Sakura tidak peduli. Membiarkan air matanya jatuh bersama tetesan air di langit. Petir perlahan menyambar bumi.

Sakura tetap melangkahkan kakinya. Tidak ada angkutan umum atau taksi yang berhenti. Mana ada supir yang ingin membawa penumpang dengan keadaan basah kuyup?













DI PART INI, AKU EMOSI BANGET NULISNYA GAU KENAPA. DONT VORGET TO VOTE AND COMMENTNYA.

SAKURATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang