01.a Dream

164 41 18
                                    

__⏳Apa aku harus merasakan kebahagiaan mereka juga? Sedangkan aku telah mengkhianati diriku sendiri⏳.__Kim

*****

Australia , Maret 2013...

Inilah masa terbaik untuk bersepeda di sekitar Yarra velley sambil menikmati matahari yang merupakan surga tahunan bagi warga kota. Ia masih ingin duduk di taman berbekal kanvas dan alat lukis, atau menikmati cafè latte di salah satu kafe di sekitar Yarra Velley dari pagi hingga sore bersama buku sketsanya.

*****

Sambil mengosongkan baris terakhir bukunya dari rak yang bergantung di samping tempat tidur, pertanyaan yang sama seminggu terakhir ini berulang dalam kepalanya:

"umur gwe baru jalan delapan belas, tapi kenapa gwe merasa terlalu lelah untuk semua ini?"

Pintu di balik punggungnya berderit pelan.
"Tidak, Doyoung. Jangan bebani kopermu dengan buku. Biar nenek yang kirim semua bukumu ke Seoul."

Doyoung tersenyum tipis, urung membereskan buku-buku tadi. Hanya terusik. Nenek mengatakan itu seolah-olah ia tak akan pernah kembali ke rumah ini.

Doyoung tahu saat ini akan hadir tak terelakkan. Hanya keajaiban yang bisa membatalkannya kembali ke Seoul. Bertahun-tahun, Doyoung berharap dan berdoa keajaiban itu akan datang. Keajaiban tak datang-datang. Hanya sesekali telepon dari Mommy yang memuji sketsa-sketsa yang ia kirim, tanpa ucapan tambahan yang menyiratkan kalau ia bisa terus tinggal di Australia, menemani nenek yang berjuang agar tidak di gusur ke panti jompo karna di anggap terlalu tua untuk hidup sendiri, melukis di salah satu bangku di taman, tumbuh besar menjadi seniman-seniman yang ia kagumi dan banyak berseliweran di kota ini.

Keajaiban yang dimiliki Doyoung punya tanggal kadaluwarsa. Cukup enam tahun saja. Orangtuanya bertengkar hebat seminggu sebelum akhirnya memutuskan bahwa ia, anak pertama mereka, di lepas ke negeri orang. Bukannya di kota ini Mommy-nya di lahirkan dan menjadi pelukis, sampai akhirnya pergi ke Seoul dan berhenti menjadi pekukis? Doyoung tidak tahu persis apa yang terjadi. Bagaimana mungkin orangtuanya, sumber dari bakat melukis yang mengalir dalam darahnya, justru ingin memendam apa yang mereka wariskan?

Daddy khawatir Australia akan menghidupkan seseorang seniman dalam diri anaknya.

"Kenapa Daddy takut?" Doyoung dulu bertanya.

"Karena otakmu trlalu pintar untuk cuma jadi pelukis.", jawab ayahnya.

Doyoung pun bertanya-tanya, haruskah dia mulai menurunkan nilai-nilainya sendiri di sekolah agar Daddy keliru? Tapi, untungnya, sebelum itu terjadi, orangtuanya sepakat. Dia di izinkan bersekolah di Australia untuk enam tahun. Hanya enam tahun.

Dua ribu hari lebih berlalu dan Doyoung merasa enam tahun sesingkat kedipan mata.

"Mungkin ini saja yang sebaiknya kamu bawa,Young," Nenek menyerahkan buku bertuliskan 2500 Latihan Soal Ujian Masuk Universiatas, " Supaya kamu bisa belajar si pesawat."

"Iya, Nek." Doyoung menerima dua buku tebal itu dan berencana untuk meninggalkannya di kolong tempat tidur begitu nenek keluar nanti.

"Nenek tunggu kamu di meja makan,ya." Perempuan tua itu berdiri, membereskan blus motif bunga-bunga yang berkerut, mengencangkan jepit yang mencapit surainya yang sudah putih tapi masih lebat. Nenek tersenyum. Keriput tidak mengurangi kecantikan dari wajahnya. Nenek sangat mirip mommy. Doyoung mendadak merasakan kerinduan yang menjadikan kepulangannya ke Seoul tidak terlalu buruk.
"Nenek jadi masak?"
"Tentu saja, nenek memasak makanan kesukaanmu,nak. Soup kimchi dan Bulgogi."

Thalassophile || Kim Doyoung Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang