***
Se-lama apa kita bertemu sampai-sampai aku lupa jalan untuk kemana aku menuju. Sesingkat apa pertemuan kita sampai-sampai kau lupa arah pulang yang kau tuju. Hujan deras menyelimuti seluruh badan jalan, namun hingga sekarang aku masih terjebak pada persimpangan.
Antara menyetujui atau tidak, jarak adalah hal pasti dalam hubungan.
Kau bercerita banyak tentang bagaimana dahulu memperjuangkan apa yang seharusnya tidak diperjuangkan. Menuntut diri sendiri perihal hubungan jarak jauh memang tak semulus orang lain pikirkan. Bisa saja baik, bisa sebaliknya. Padahal kepahitan-kepahitan telah kau telan dengan sendirian.
Namun, aku bisa apa?
Nyatanya aku sama sekali tidak dapat berbuat banyak selain berpegang teguh pada harap. Saat kita sebangku, saat terlihat jelas landskap kota Jogja pada malam hari itu. Aku sama sekali tidak menyangka sejauh ini kita melangkah bersama.
Kau telah menelan pahit saat aku terlambat memberikan sebuah rasa manis. Dan setiap detik aku percaya bahwa kita adalah rasa yang tak pernah habis. Namun, sekali lagi.
Bagaimana soal jarak?
Sedekat apapun kita, kita memang tak bisa sedekat yang kita inginkan. Bisa sewaktu-waktu kau pergi melintasi beberapa kota untuk melanjutkan mimpi-mimpi. Sedang aku tak berhentinya menggali ilmu di kota kelahiran sendiri.
Sekarang, aku benar-benar terjebak pada sebuah persimpangan. Tempat-tempat yang kita singgahi terekam menjadi satu dalam sebuah kenangan. Melihatmu begitu berani dalam mengambil keputusan, menyambungkan kedua hati dengan berbekal kepercayaan.
Hingga hujan belum reda sampai detik ini.
Kita masih beradu tatap dipinggiran jalanan ibukota. Menerka-nerka seperti apakah gambaran masa depan kita berdua. Apakah ini yang dinamakan fase bertahan dalam berperang. Padahal kita paham tentang cara untuk menjadi pemenang.
Aku hanya berpikir kita akan tidak sama sekali berkomitmen atas apa yang telah kita capai hingga kini. Dan aku merasakan bahwa kita sudah memang berada pada titik untuk berkomitmen, atau tidak sama sekali.
Hingga pada akhirnya sesingkat apapun pertemuan kita memang tidak menjaminkan apa yang ada dihati. Namun setelah melepas kepulanganmu, aku selalu bisa menghargai sebuah kata pergi.
Dan menunggu sampai bahwa kita memang benar-benar tidak akan berjarak lagi.