•Agatha•
🌜🌕🌛
Gedung rumah kaca menjulang tinggi memantulkan cahaya siang yang terik, putih dan menyilaukan. Nuansa di dalam rumah kaca besar ini berwarna-warni cantiknya bunga-bunga dan bisa dibilang dominan dengan warna hijau karena warna hijau yang segar terpancar dari dedaunan yang asri. Selain di hiasi bunga dan tanaman pada umumnya, terdapat pula tanaman-tanaman langka di Indonesia yang bisa di lestarikan di rumah kaca itu seperti Bantal sulam dan bayur, serta tanaman-tanaman asing yang di budidayakan di rumah kaca besar ini, seperti sakura yang berjejer manis di pintu sepanjang jalan menuju gerbang utama rumah kaca ini.
Lampu-lampu gantung menjuntai indah di langit-lngit tinggi di atas ruangan yang seluas lapangan voli itu. Ruangan ini di lengkapi dengan koridor bertingkat, cukup mewah. Ruangan besar ini juga di lengkapi atrium di besar di sebelah timur rumah kaca yang dihiasi kolam air mancur besar yang terhubung dengan taman umum yang di hiasi pohon-pohon besar seperti pohon flamboyan, pohon tabebuya, dan pohon trembesi yang besar. Namun di tengah-tengah taman itu terdapat bringin raksasa yang menjadi pusat taman itu, begitu teduh dan nyaman. Kursi-kusri panjang di letakan di beberapa titik taman itu, jadinya semakin menikmati nuansa alam yang ada. Ruangan ini juga dilengkapi lorong tanaman yang menghubungkan wilayah taman jamuan yang dihiasi oleh tamanan gantung berwarna ungu yang memikat hati, yang di khususkan untuk menjamu para orang-orang penting yang singgah ke SMA elite ini. Taman jamuan ini berada tepat di sebelah atrium dan area belakang rumah kaca yang isinya berupa kebun-kebun tanaman pangan.
"Raga! Kerjakan cepat prakteknya, kalau kamu sekali lagi liat-liat rumah kaca, siap-siap ibu kurung kamu di sana sampai jam lima sore!" Raga yang asyik melihat ke dalam rumah kaca itu di tegur Bu Sri–guru senior yang termasuk dalam jajaran guru paling galak di sekolah setelah Pak Syukur–guru Matematika Wajib.
Bu Sri memberikan tatapan judes. "Kerjaannya kok melamun terus!"
Kebetulan kelas XII IPA B sedang menjalankan tugas praktek mata pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan di kebun belakang rumah kaca itu. Kali ini kelas itu membuat kebun tanaman hidroponik dari paralon. Para cowok kelas itu tengah memotongi pipa dan melubangi pipa dengan mesin bor. Sedangakan para cewek menyiapkan bibit, mereka meletakan bibit itu pada busa yang ukurannya sudah di potong dan di sesuaikan dengan netpot yang berada di sana.
Raga masih menggerutu karena perkataan judes Bu Sri. Terkejut? Pasti, bahkan Raga sempat senam jantung karena ucapan Bu Sri yang tiba-tiba menyerangnya. Anak-anak cekikian sendiri ketika Raga kena sembur, bahkan Rann tidak segan-segan mengucapkan "Mampus!" dengan suara kecil kepadanya.
Tidak lama bel pulang sekolah berbunyi. Media hidroponik belum selesai di kerjakan, tetapi karena tiga jam pelajaran itu sudah habis, maka dari itu, Bu Sri-Guru PKWU itu membubarkan kelasnya, dan praktek di lanjutkan minggu depan. Anak-anak menarik nafas lega ketika guru killer itu pergi dari kebun belakang rumah kaca. Setelah membereskan hasil kerja keras mereka yang setengah jadi, anak-anak mulai mengantri untuk mencuci tangan dan membersihkan diri mereka dari tanah dan serbuk-serbuk halus paralon yang tadi sempat di bor.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAGATHA
Teen FictionIni cerita simpel, cerita tentang kehidupan Agatha yang berubah seratus depalan puluh derajat setelah ditinggalkan oleh kekasihnya yang tiba-tiba meninggalkannya tanpa alasan yang jelas Ini cerita tentang lembaran baru Agatha dengan Raga yang datang...