8. Maaf

34 3 0
                                    

Cultivate votes and comments:)

Happy Reading!

***

Bara berhenti, "Ehh, tuh cewek beneran  marah?" gumam Bara saat empat langkah sudah ia tempuh.

Cowok itu berbalik badan, berpikir sejenak. Menimang apakah ia kembali menyusul gadis itu atau berjalan menuju tempat tujuannya dengan perasaan gelisah. Jujur saja ia takut jika gadis itu marah, dan ia tidak meminta maaf padanya.

Dengan hati mantap dan melangkah tegas, Bara berjalan berbalik arah, menyusul kakak kelasnya, yang mungkin saja kecewa dan marah padanya.

Tujuan pertaman Bara adalah kelas gadis itu, XI IPA 4. Berada di lantai tiga yang mengharuskan Bara menaiki anak tangga.

Tepat pijakan terakhir ia lalui, Bara melihat Ayra menopang dagu di pembatas koridor depan kelasnya.

"Ay," panggil Bara saat berada didekatnya.

Ayra menoleh, "Hmm," ia hanya membalasnya dengan gumaman pelan. Lalu kembali menatap depan, mungkin menatap pohon atau atap Bara tidak tahu.

"Lo marah sama gue?" tanya Bara memastikan.

"Enggak," jawab Ayra lemah, gadis itu enggan menoleh pada Bara.

"Jangan bohong."

"Enggak Bara."

"Kalau enggak, ngapain madep situ?" tanya Bara heran. "Balik sini, tatap gue," pinta Bara.

"Males."

"Kenapa?"

"Ya males aja."

"Ya males kenapa?"

"Pegel leher gue, kayaknya salah tidur," jawab Ayra asal.

"Yaudah, sini gue pijetin," Bara melangkah mendekat, mengikis jarak di antara keduanya. Tangannya mulai bergerak naik turun di belakang leher Ayra.

Belum juga dua urutan, Ayra sudah berjengkit geli, sambil menahan tawa yang ingin lepas, "Udah ah risi," (Geli) katanya, menyingkirkan telapak tangan Bara nenjauh dari lehernya.

"Maaf ya?" ujar Bara tulus. "Kalau seandainya perkataan gue atau perilaku gue nyakitin lo, gue minta maaf."

Ayra tersenyum, mungkin baru kali kedua ini Bara melihat senyum Ayra. Setelah ia melihat gadis itu tersenyum saat berpose depan kamera ketika upacara Senin lalu. Biasanya wajah datar dan judes yang gadis itu tampilkan. "Enggak kok, ini bukan salah lo," ujarnya masih menatap kedepan.

Bara ikutan menghadap apa yang Ayra lihat, ia berdiri di samping gadis itu.

"Gue kasih tau, please Bar, jangan semua hal lo selesaikan dengan uang. Karena semua yang kita lakukan bisa saja di selesaikan tanpa adanya uang. Ya, memang sih uang penting, tapi kalau ada otak dan tenaga kenapa harus dengan uang?" Baru kali ini Bara mendengar suara lembut Ayra dan panjang--minus tadi saat marah-marah--. Ini adalah Ayra yang sesungguhnya, Bara yakin.

Bara tersenyum menanggapi, ia mengangguk paham, "Makasih."

"For what?"

"Semuanya, thanks udah ngigetin gue."

Ayra mengangguk, ia menatap sekilas Bara, lalu menghadap ke depan lagi.

"Emm... besok malam sibuk?" tanya Bara.

Ayra diam, tampak berpikir,"Enggak,  emang kenapa?"

"Bisa temenin gue?"

"Kemana?"

JUTEK GIRLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang