Langit -1

67 10 1
                                    

Hari ini aku senang, sekaligus sedih juga. Lanno diterima disalah satu Universitas Negeri di Bandung. Seperti mimpinya, dan mimpiku juga. Kami sama-sama menyukai  Bandung, padahal jarang sekali kesana.

Saat ini aku dan Lanno sedang menikmati makan malam kami di kedai pecel lele pinggir jalan. Kedai yang cukup sering kami kunjungi, karena masakannya sangat enak.

Pikiranku terus berputar, memikirkan bagaimana jika disana Lanno bertemu wanita yang jauh lebih baik dariku? Bagaimana bila Lanno tidak suka LDR dan memilih mencari wanita baru disana? Bagaimana dan bagaimana?

"Kok diam?" Tanya Lanno tiba-tiba, sembari  menatapku.

Aku tetap diam.

"Gitta takut Lanno tinggal, ya?" Tanyanya.

"Kan Gitta yang maksa Lanno buat ikut seleksi di Bandung." Lanjutnya, aku tetap diam.

"Lanno nggak bakal lupa  sama orang yang jadi alasan Lanno buat pergi kesana." Lanjutnya lagi, aku terus diam.

"Gitta belajar yang rajin ya, biar bisa nyusul Lanno ke Bandung." Kali ini dia sambil mengelus kepalaku.

Airmataku jatuh, rasanya tak rela membiarkan Lanno pergi kesana.

"Nggak usah nangis dong, udah besar masih cengeng! Huh cupu!" Ledeknya.

"Ihhhh Lannooo! Nanti kalau kamu lupa sama Gitta gimana? Kalau kamu nemu yang lebih dari Gitta gimana?hah?" Kukeluarkan semua keresahanku.

"Nggak akan lupa, Lanno janji." Ucapnya sambil memegang tanganku.

"Serius?" Tanyaku, wajah khawatir tak bisa kuumpat lagi.

"Iyaa, Lanno akan janji seperti hujan berjanji pada langit." Katanya sambil menatapku.

"Hah?" Aku heran.

"Gitta tahu? Sebelum turun ke bumi, hujan berjanji pada langit bahwa ia akan kembali. Dan memang benar kan? Air hujan yang sudah turun, akan kembali naik ke langit." Jelasnya.

"Tapi kan hujan naik lalu bertemu awan, bukan langit." Jawabku.

"Salah dong, awan justru terbentuk karena air hujan yang mengendap. Jadi air hujan yang sudah turun naik lagi lalu menjadi gumpalan awan. Ngerti?" Dia menjelaskan seperti seorang guru Geografi.

"Kenapa jadi pelajaran Geo gini sih? Gitta kira ujungnya romantis! Dasar anak IPS!" Aku melepaskan tangannya dari tanganku.

"Gini nih anak IPA, kebanyakan belajar hati sih jadi apa-apa maunya romantis."

"Bukan anak IPA doang. Semua cewek juga suka hal romantis, Lanno!" Ketusku.

Dia tertawa, kutatap sinis.

"Gitta nggak ngerti maksud Lanno, makanya kamu bilang nggak romantis." Katanya sambil terus tertawa.

"Hah?maksudnya?" Aku semakin heran.

"Gitta tahu? Air hujan yang turun, akan mengalir kemana saja. Ke segala tempat. Tapi, setelah itu dia kembali ke langit, ke satu tempat saja. Lanno adalah air hujan, kemana pun aku pergi. Aku akan menemuimu lagi, untuk melepas rindu—"

"Lalu pergi lagi seperti air hujan yang sudah naik ke langit akan turun lagi ke bumi?!?" Kupotong ucapannya.

"Itu proses hidup Git, harus tetap dijalani." Dia kembali memegang tanganku.

Aku diam, mencerna segala perumpamaan Lanno yang mungkin ada benarnya.

"Jangan sedih lagi, Lanno pasti kembali." Lanjutnya sembari mencium tanganku yang digenggamnya. 

LANGITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang