Aku telah sampai di rumah, begitu juga dengan Mama. Kami baru saja selesai makan malam, dan aku pamit untuk pergi ke kamarku, sementara Mama masih asik menonton tv bersama Bi Euis.
Bi Euis adalah asisten rumah tangga yang sudah bekerja sejak pertamakali kami pindah kesini. Bi Euis tidak memiliki siapa-siapa lagi, semenjak anak dan suaminya harus berpulang untuk selamanya karena tragedi kebakaran yang menimpa rumah mereka. Maka dari itu, saat ini Bi Euis tinggal bersama-sama denganku dan Mama.
Saat aku sedang beristirahat dikamar, tiba-tiba Mama masuk dan memberikan sekotak martabak.
"Ada titipan buat kamu." Ucap Mama seolah tahu apa yang ingin kutanyakan.
"Dari siapa, Ma?"
"Di dalamnya mungkin ada nama pengirimnya."
Aku mengangguk.
"Jangan dihabiskan semua, nanti gendut." Goda Mama.
"Bilang aja Mama mau, kan?" Ledekku.
Mama tertawa sambil berjalan keluar kamar.
"Makasih, Maaa!"
Mama mengacungkan jempolnya lalu menutup pintu kamarku lagi.
Setelah itu langsung kubuka kotak martabak itu karena sudah sangat penasaran. Ternyata benar, didalamnya ada secarik kertas.
Aku mulai.membaca deretan kalimat pada secarik kertas itu.
"Aku tidak pernah berpura-pura dalam rasa cinta yang menjelma sebagai martabak coklat keju susu. Terimakasih Gitta, telah memberiku banyak makna tentang sebuah rasa. Salam rindu, dari Bandung yang menunggu kehadiranmu. Tapi, tenang saja ini martabak bukan dari Bandung, ini martabak depan alfamart dekat rumahmu, kalau dari Bandung takut habis dijalan nanti sama kurirnya. Selamat menikmati, aku yakin saat membaca ini hatimu meleleh seperti coklat dan keju dalam martabaknya, haha. Aku semakin jago meramal, padahal aku bukan mahasiswa ilmu psikologi. Aku bangga jadi aku, hahaha.
Lanno,
Bandung, 2020."Tulisan didalam kertas itu.
Aku kaget. Tidak pernah mengira. Aku tersenyum sendiri saat membacanya. Sungguh. Langsung ku ambil ponselku dan kutelepon Lanno.
"Sudah dimakan?" Dia langsung bertanya tanpa membiarkanku mengatakan apapun.
"Belummm, Gitta kira Lanno udah berubahh! Dari kemarin kamu nggak romantisss, kalimatmu nggak ada yang manissss! Aku udah ingin menangissss!"
"Jangan terlalu sering mendambakan sesuatu yang manis, belajarlah dari obat dan permen." Balasnya lembut.
Aku diam, menunggu dia melanjutkan ucapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LANGIT
Teen FictionLanno menatapku. "Bagaimana senjanya?" Tanyanya sambil tersenyum manis. "Luar biasaaa! Menurut Lanno bagaimana?" Tanyaku bersemangat. "Senjanya biasa, tapi karena bersama Gitta, jadi sangat istimewa.." Balasnya.