Langit -9

25 2 0
                                    

Sudah 2 bulan sejak terakhir kali Lanno kembali ke Bekasi dan menemuiku. Hari ini adalah hari Kamis, aku sedang tidak enak badan. Jadi, hari ini aku memutuskan untuk tidak pergi ke sekolah, ingin istirahat saja di rumah. Aku baru saja selesai mandi. Iya, meskipun sedang tidak enak badan, aku tetap memaksakan untuk mandi karena kupikir dengan begitu badanku akan terasa lebih segar.

Saat aku sedang mengembalikan handuk ke tempatnya semula, ponselku berdering. Aku segera meraih ponsel yang ku taruh diatas kasurku. Ternyata ada panggilan masuk dari Lanno.

"Hallo." Sapaku.

"Hai, Git." Balasnya dari seberang.

"Kamu dimana?" Tanyaku.

"Di kampus, kamu?" Tanya Lanno balik.

"Dirumah. Hari ini nggak sekolah."

"Kenapa? Bolos kamu, ya?"

"Enak aja! Kamu tuh yang sering bolos!"

"Hahaha. Terus kenapa kamu nggak sekolah?" Lanno tertawa.

"Cape." Balasku santai.

"Cape? Jangan sering izin, atau nggak masuk sekolah. Perjuangan kamu baru dimulai dan kamu udah tumbang? Ah payah!" Jelas Lanno.

"Iya tahuuu, tapi aku juga butuh waktu buat istirahat, sehari aja nggak masalah kan?" Tanyaku.

"Bukannya aku melarang kamu untuk istirahat. Tapi, ingat janjimu untuk menyusulku." Nada bicara Lanno mulai serius.

"Iya, aku ingat." Balasku.

"Ingin ditepati atau tidak?"

"Ingin." Jawabku singkat.

"Terus? Kalau tidak ditepati, apa konsekuensinya?"Pertanyaan paling rancu dari Lanno.

"Kenapa harus pakai konsekuensi?" Tanyaku balik.

"Aku nggak suka menunggu kedatangan seseorang yang nyatanya nggak ada niat berjuang." Sarkasnya.

"Bukan begitu, Lanno.." Nada bicaraku tetap biasa.

"Pilih konsekuensimu sendiri, aku nggak mau nentuin." Lanno tetap dengan nada bicaranya yang serius.

"Aku nggak mau nentuin juga."

"Harus, Gitta."

"Tinggalkan aku." Ucapku nekat.

"Hah?" Lanno kaget dengan jawabanku.

"Iya, tinggalkan saja aku sebagai konsekuensinya kalau aku nggak nyusulin kamu." Jelasku.

"Kamu yakin?" Tanya Lanno memastikan.

"Iya." Entah, aku sendiri tidak tahu mengapa aku berkata seperti ini.

"Serius?"

"Sekarang, pilih konsekuensimu kalau kamu yang ninggalin aku sebelum aku bisa nyusulin kamu." Balasku bertanya.

"Nggak akan aku tinggalin." Jawabnya.

"Yaudah pilih dulu konsekuensinya."

"Untuk apa pakai konsekuensi? Kamu ragu sama aku?" Dengan mudahnya Lanno bertanya seperti ini.

"Tanyakan balik sama dirimu. Kamu yang meminta aku memilih konsekuensi lebih dulu."

"Aku nggak ragu, aku cuma mau kamu semangat lagi."

"Aku mau istirahat. Ku matikan, ya." Langsung ku matikan sambungan teleponnya tanpa menjawab ucapannya.

Kini perasaanku kacau. Aku senang Lanno berubah menjadi lebih dewasa, cara berpikirnya lebih baik dari sebelumnya. Tapi, aku tidak suka jika dia terlalu dewasa seperti ini. Aku hanya ingin istirahat sehari, lalu dia langsung menuduhku tidak mau berjuang untuk menyusulnya? Ini tidak adil.

LANGITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang