Hari ini Lanno akan kembali ke Bandung. Sedih sekali rasanya, aku hanya bermain satu hari dengannya. Tapi, mau tidak mau ya harus ku terima.
Kini kami sedang di stasiun kereta. Iya, Lanno akan naik kereta ke Bandung.
"Kenapasih kamu cuma sehari?" Tanyaku dengan nada yang menjelaskan bahwa aku masih ingin dia disini.
"Ya kan aku harus kuliah, sayang."
"Ya tapi kan kita baru ketemu satu hari kemarin, rindunya belum lunas tahu!"
"Aku utang dulu deh, nanti ku lunaskan yaa hahahaha."
"Kapan?"
"Nanti kalau sudah sukses."
"Lama dong!"
"Doakan aja biar besok aku langsung sukses."
"Emang bisa secepat itu?"
"Doa orang baik pasti di aminkan."
"Kalau baik, jangan ditinggal dong!" Pintaku.
"Justru harus ditinggal." Balasnya.
"Biar apa?"
"Biar kita tahu, dia akan tetap baik ketika ditinggal atau justru berubah jadi jahat."
"Akan berubah, sungguh! Makanya jangan ditinggal."
"Jadi, kamu akan jahat ketika nggak ada aku?"
"Iyaaa!"
"Jangaan!"
"Kenapa?"
"Aku nggak suka orang jahat.."
"Aku nggak suka ditinggal.."
"Lanno nggak ninggalin Gitta. Lanno cuma mau membuat jarak diantara kita agar Gitta dapat merasakan indahnya rindu."
"Aku nggak suka rindu!" Ketusku.
"Tapi rindu adalah sumber inspirasimu 'kan?" Tanya Lanno.
"Hmm.." Benar juga kata Lanno, rindu adalah sumber inspirasiku menulis berbagai catatan dan puisi.
"1 jam hahahah" Lanno justru bercanda.
"Ihhh, lagi seriuss!"
"Ohh iya iyaa maafin akuu.."
Tidak lama kemudian ada panggilan untuk bersiap karena kereta ke Bandung akan segera tiba.
Lanno menatapku, lalu memegang
tanganku."Aku hanya pergi tuk sementara, bukan tuk meninggalkanmu selamanyaa..
Ku pasti kan kembali, pada dirimu.
Tapi kau jangan nakal, aku pasti kembali..." Dia bernyanyi, mataku mulai berkaca-kaca."Kamu semangat belajarnya yaa! Jangan main mulu! Kamu pasti bisa menyusul aku ke Bandung! Aku tunggu tahun depan, Gitta!" Ucapnya kemudian.
Aku diam, berusaha menahan air mata.
"Jangan diam begini, aku nggak tenang jadinyaa.." Ucap Lanno.
Aku memilih tetap diam dan menunduk, sementara Lanno tetap menatapku sambil memegang tanganku.
"Aku nggak suka liat kamu diam, aku suka Gitta yang ceria, petakilan, bawel, receh.." Ucapnya.
Kini aku berusaha menatapnya, sungguh air mataku rasanya sudah sangat ingin jatuh.
"Aku takut, aku takut bila jauh darimu." Ucapku akhirnya.
"Apa yang kamu takutkan?"
"Aku takut dengan rindu, takut dengan jarak, takut dengan sepi, takut akan kehilanganmu.." Ku sampaikan semua keresahanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
LANGIT
Teen FictionLanno menatapku. "Bagaimana senjanya?" Tanyanya sambil tersenyum manis. "Luar biasaaa! Menurut Lanno bagaimana?" Tanyaku bersemangat. "Senjanya biasa, tapi karena bersama Gitta, jadi sangat istimewa.." Balasnya.