[2] Bercanda (Katanya)

466 73 29
                                    

"Hai!"

"Eh, hai!"

Sapaan canggung terlontar dari keduanya. Mereka masih berusaha saling memahami situasi yang tidak terduga ini.

"Lo ngapain di sini?"

"Dino yang ngundang. Lo lupa ini hari pernikahannya?"

"Bukan gitu, maksud gue... lo—" Gian tergagap menyelesaikan kalimatnya. Candaan ringan Sarra masih sama seperti dulu, mengingatkannya bahwa mereka pernah seakrab itu meski pada akhirnya harus terpisah karena sebuah alasan klasik—tak berjodoh.

"—sejak kapan?" Gian menunjuk rokok yang kini dihisap Sarra dengan tenang. Seingatnya, dulu bahkan Sarra membenci pria yang merokok.

Sarra mengedikkan bahunya. Entah sejak kapan tepatnya ia mulai tertarik dengan batang nikotin itu, mungkin semenjak tuntutan hidup dirasa semakin membebaninya dari hari ke hari? Entahlah. "Gue ngerokok kalau lagi mumet doang. Semacam... pelampiasan?" Sarra menyodorkan bungkus rokoknya yang masih penuh kemudian diterima Gian.

"Kesini sama siapa?"

"Dhena."

"Dia gak sama suaminya?"

Sarra mengernyitkan alisnya. "Lo tahu Dhena nikah? Perasaan pas nikahannya lo gak dateng."

"Gak dateng bukan berarti gak tahu."

Sarra mengangguk samar. Ia yang notabene jarang menghadiri acara kumpul-kumpul atau kondangan saja tidak pernah melihat batang hidung Gian barang sekali setelah sekian lama. Bahkan, seingatnya ini adalah kali pertama pertemuan mereka setelah lulus SMA.

"Lo kemana aja selama ini?"

Salah satu sudut bibir Gian terangkat mendengar pertanyaan tiba-tiba itu. "Kenapa? Kangen?"

Sarra mendecih sebelum menginjak puntung rokoknya. "Perasaan setelah lulus SMA, cuma lo doang yang ngilang gak ada kabar."

"Gak lama habis lulus, gue nikah."

Sarra membulatkan matanya sebagai reaksi terkejut dengan pernyataan yang baru saja terlontar. Gian nikah? Sejak kapan? Kenapa dia gak tahu? Atau selama ini... hanya Sarra yang gak pernah tahu?

"Sarra!"

Suara cempreng itu menginterupsi atmosfer aneh yang terbangun. Sarra maupun Gian berbalik dan mendapati Dhena yang lagi menatap Gian tanpa berkedip. "Loh? Kok... kalian—"

"Gangguin orang lagi mojok aja lo!" Gian membuang rokoknya sebelum melambaikan tangannya seraya tersenyum lebar. "Hai, Dhe!"

Dhena yang masih bengong cuma bisa mengerjap saking gak bisa ngomong apa-apa hingga Gian berlalu dari hadapan dan melangkah ke dalam gedung. Setelah disenggol Sarra, baru deh Dhena mengatupkan bibirnya yang tanpa sadar terus nganga daritadi. Untung aja gak ada laler lewat. "Lo... kok bisa... sama Gian?"

"Gak sengaja ketemu terus ngobrol."

"Di sini? Mojok? Berdua?" Dhena bertanya heboh dan langsung mendapat delikan sinis dari Sarra. Imajinasi kekanakkannya pasti sudah menjalar kemana-mana. "Jangan bilang... kalian balikan?"

"Jangan ngawur! Dia udah punya istri!"

*****

"Sar, sini!"

Sarra yang baru masuk kembali ke gedung pernikahan setelah menyemprotkan pewangi di tubuhnya langsung disambut teriakan dari ujung. Tristan melambai di sana—lengkap dengan beberapa teman SMA lainnya yang sedang ngumpul di salah satu meja bundar—juga Gian. Tanpa sadar, manik mereka bersinggungan tak lebih dari sedetik.

S T A T U STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang