[1] Pertemuan

698 68 15
                                    

Hembusan napas panjang terdengar saat pria itu memberhentikan mobilnya. Ada rasa ragu yang mengganjal di hatinya. Haruskah ia menghadiri acara ini? Atau haruskah ia putar balik dan kembali ke rumah saja? Bergelung di bawah selimut tebal dirasa menjadi pilihan tepat di hari libur seperti ini, bukan?

Desahan lelah kembali terlontar dari bibirnya sebelum nada dering panggilan di ponselnya terdengar.

'Dimana?' Orang di ujung sambungan segera menginterogasi.

"Parkiran."

'Gak masuk?'

"Bentar lagi."

'Gak lagi mikir buat gak jadi dateng, kan?"

Sial! Pikirannya mudah terbaca.

Gian tersenyum masam seraya berjalan keluar dari mobilnya. "Enggak. Ini lagi jalan ke gedung, bawel."

'Awas kalo bohong!'

"Kamu sih gamau nemenin. Bikin males kan jadinya."

'Si bawel' mulai ngoceh. Tugas yang harus dikumpulkannya esok hari menjadi alasan utama. Ia juga merasa bahwa Gian sudah cukup dewasa—atau bahkan terlalu dewasa—untuk merajuk dengan alasan mengada-ada seperti ini. 'Si bawel' kembali mengomel—mengingatkan Gian agar sudi menghargai undangan pernikahan dari teman SMA-nya, Dino.

Gadis di ujung sambungan mengenal betul tabiat Gian yang selalu menghargai waktu—terutama waktu liburnya yang seharusnya bisa ia gunakan untuk berleha-leha di rumahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gadis di ujung sambungan mengenal betul tabiat Gian yang selalu menghargai waktu—terutama waktu liburnya yang seharusnya bisa ia gunakan untuk berleha-leha di rumahnya. Intinya sih, Gian ini emang mageran aja orangnya.

"Gi!"

Setelah sambungan telepon itu diputus sepihak oleh Gian yang tak tahan dengan ocehan sang gadis, seseorang menyambutnya yang kebetulan lagi celingak-celinguk di pintu masuk.

Tristan—sohib masa SMA-nya—tersenyum lebar seraya menghampiri. "Pangling gue! Udah berapa tahun kita gak pernah ketemu? Makin gagah aja lo!"

Gian hanya mampu terkekeh seraya menyambut uluran tangan Tristan untuk dijabat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gian hanya mampu terkekeh seraya menyambut uluran tangan Tristan untuk dijabat. "Bini sama anak mana?"

Tristan menunjuk ke arah sudut. "Tuh, lagi ngantri zuppa-zuppa."

S T A T U STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang