"Tumben diem aja, biasanya suka ngomel," aku melirik sekilas ke arah Daren, tidak berminat menanggapi ucapan laki-laki itu. Setelah menyanyikan dua lagu, kami memutuskan rehat sejenak. Moodku sedang berada di level yang kurang bagus, jadi daripada aku marah-marah lebih baik aku diam.
"Kemarin lo lihat gue sama Shilla ya?"
Arghh, aku benar-benar sedang tidak mood membahas masalah itu.
"Terus?"
"Manurut lo dia masih suka sama gue?"
"Ya menurut lo?"
"Masih sih."
"Ya udah."
"Lo cemburu?"
"Ya nggak lah, ngapain?"
Tuh kan aku jadi emosi. Daren memang pandai memancing jiwa singaku keluar.
"Idih sewot amat, nanya doang kali, lagi kedatangan tamu ya?"
"Bukan urusan lo."
"Ya urusan gue dong."
"Udah deh jangan ngajak ribut, gue makan baru tau rasa."
"Calon istri marahnya nyeremin ya, eh dulu juga ding, masih sama ternyata."
Udah diemin aja, nanti juga berhenti.
"Lo beneran gak cemburu sama sekali? Tapi meski lo gak cemburu perasaan gue tetep sama, gak akan berubah, Shilla cuma gue anggep temen deket, jadi lo gak perlu khawatir tempat lo diambil sama yang lain."
Ya Allah, nih anak blak-blakan banget. Aku merasa terobang-ambing sekarang.
"Daren dan Sonya, kayaknya bagus buat cover undangan."
Aku mendengus kesal, "lo sakit ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Peace, Fight, Repeat [END]
Kurzgeschichten"Menurut gue mantan adalah pacar yang udah kadaluwarsa. Dan rasa mantanan lebih menantang daripada rasa pacaran." - Daren Copyright2020 by Renata Sayidatul