Aku masih berdiri dibawah teras rumah dengan mengulum sebuah senyum. Kuperlihatkan lelaki jangkung yang berasal dari Kota itu hingga sosoknya menghilang dibalik pintu mobil yang kacanya sempat dibuka sebelum ia benar-benar pergi.
Aku kembali masuk ke dalam rumah dan duduk disamping Doni yang sedang asik menonton acara kartun di televisi.
"apa dia akan kembali lagi besok?" tanya Doni "dia baik"
"dia siapa maksudmu?" aku malah bertanya balik "Johnny?" lanjutku dan dibalas anggukkan oleh Doni.
"entahlah. Lihat saja besok"
"aku suka jika kak Johnny menjadi kekasih kak Lia"
Aku hanya tersenyum sambil mengelus rambut Doni dengan lembut. Kalau ditanya apakah aku sama seperti Doni yang menyukai Johnny atau tidak, sudah pasti jawabannya iya.
Sebenarnya aku sendiri tidak terlalu mengerti bagaimana rasanya suka pada lawan jenis. Jujur saja, aku selalu merasa tak tertarik untuk memulai suatu hubungan. Tapi kali ini berbeda.
Rasanya seperti ada sebersit kebahagiaan ketika aku melihatnya, atau bahkan hanya mendengar suaranya dari balik konter kasir.
Lelaki jangkung dari ibu kota yang sedang menikmati hari liburnya di Bandung. Lelaki yang selalu memesan minuman espresso. Lelaki itu, Johnny.
"kenapa kau sangat suka minum espresso? Itu kan pahit" tanyaku yang penasaran.
"karena itu enak" jawabnya sambil mencubit sebelah pipiku.
Ah Johnny, si lelaki jangkung penyuka rasa pahit tapi berperilaku sangat manis.
* * * * *
Jakarta, 16 Desember 2019Saat-saat seperti apakah yang kamu sukai?
Ada banyak hal yang terjadi dalam hidup ini. Saat bermain bersama keluarga, saat memiliki peliharaan baru, atau saat pertama kali masuk sekolah. Jika kamu bertanya padaku, aku akan menjawab; saat melihatnya menungguku selesai bekerja sambil menyesap kopi kesukaannya.Hujan masih belum mereda ketika Joshua memutuskan untuk pulang dari rumah sakit. Pagi ini ia harus segera bersiap untuk pergi ke kampus.
Sebenarnya aku sendiri merasa tak enak hati pada Joshua yang harus menjagaku di rumah sakit. Walaupun Joshua sama sekali tak merasa kebberatan, namun aku tahu kalau ia cukup kesulitan membagi waktu untuk kehidupannya sebagai mahasiswa dan menjagaku di rumah sakit.
Sudah beberapa kali aku meminta Joshua untuk tidur di tempatnya dan datang beberapa hari sekali saja, tapi ia menolak dan tetap ingin menemaniku di rumah sakit. Katanya, ia tidak mau aku merasa kesepian.
Joshua memang sebaik itu.
Terhitung sudah hampir satu minggu aku berada di rumah sakit, masih belum ada perubahan apapun. Aku duduk di sofa sambil menonton acara berita pagi.
"fuhhh...apakah aku bisa sembuh?" ucapku bermonolog. Saat ini hanya ada aku di kamar rumah sakit. Ibu bilang akan datang sore nanti dari Bandung bersama Doni, karena adikku itu baru selesai melaksanakan UASnya pagi ini.
Aneh rasanya jika aku harus keluar untuk berkeliling rumah sakit seorang diri. Orang akan mengira bahwa aku akan kabur karena stress terlalu lama berada di rumah sakit dengan keadaan menyedihkan seperti ini. Kulit pucat dan tidak memiliki rambut. Sangat menyedihkan, bukan?
* * * * *
Bandung, kota yang membuatku menemukan cinta pertamaku. Entah bagaimana mulanya, aku jatuh cinta pada seorang anak lelaki yang tak sengaja bertemu dan berkenalan di salah satu halte Bus.
Hari demi hari berlalu begitu saja. Masih dengan keadaanku yang berada di rumah sakit. Entah sampai kapan aku harus bergulat dengan rasa sakit yang ku alami.
"ibu akan pergi untuk mengurus administrasi" ucap ibu yang baru saja datang kemarin malam.
"aku ikut" itu jelas bukan aku, itu Doni "aku mau beli makanan di kantin" lanjutnya lalu bangkit dari sofa.
"baiklah. Joshua tolong jaga Lia dulu" khawatir ibu padaku. Sebenarnya aku pernah sangat kecewa pada diriku. Aku menangis kencang saat pertama kali tahu bahwa dokter mendiagnosa penyakitku. Saat iku aku cukup hancur, tapi ku rasa ibu lebih hancur dan aku tak bisa apa-apa selain berjuang melawan diri sendiri, demi ibu.
Joshua memang sepupu yang paling akrab denganku. Dulu, kami sangat sering bersama, entah ketika aku ke Jakarta ataupun ketia ia pergi ke Bandung. Kami bahkan tak sungkan untuk berbagi cerita satu sama lain walaupun hanya melalui panggilan telepon. Ia sudah seperti kakakku, walaupun usianya lebih muda dariku.
"bilang kalau kau butiuh sesuatu" ucap Joshua sebelum bermain game di ponselnya.
Aku hanya menganggukkan kepala sambil menatap kedua tanganku yang jarinya sengaja kumainkan.
"Josh" panggilku menatap Joshua yang sedang bermain game di ponselnya "menurutmu, apa aku bisa sembuh?"
Joshua reflek menekan gambar rumah pada ponselnya, tak peduli dengan game yang sedang ia mainkan. Ia lalu bangkit dari duduknya dan menghampiriku.
"kau pasti sembuh, Lia" sebelah tangan Joshua menggenggam tanganku yang sedari tadi masih tidak bisa diam "dokter bilang, kau sudah membaik dari kunjunganmu terakhir kali" lanjutnya.
Aku menatap Joshua yang sedang tersenyum menatapku. Terkadang aku malu padanya karena aku sangat sering mengeluh di hadapannya.
"kau harus kuat. Demi ibu dan Doni. Mereka sangat menyayangimu"
Di sisi lain, ada seorang ibu yang tak sengaja mendengar percakapan mereka dan tak kuat mehan tangis dari balik pintu.
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
Bandung [✓]
Short Story"Jika doa bukan sebuah permintaan, setidaknya itu adalah pengakuan atas kelemahan diri manusia di hadapan Tuhannya" -Pidi Baiq ☆short story, don't expect too much☆ Kalau suka, boleh vote atau follow. Kalau tidak suka, ya tak apa, skip saja😊