Bandung; night

357 63 1
                                    

"Apa kau sangat suka memotret?" Aku menatap Johnny yang sedang sibuk dengan kameranya sambil berjalan berdampingan

"Ya, aku sangat suka" jawabnya yang masih berkutat dengan kamera "karena gambar bisa menjelaskan segalanya tanpa perlu kata-kata"

"Tapi gambar bisa mengecoh perspektif orang jika dilihat dari sudut pandang yang berbeda" ucapku "tidak seperti sebuah tulisan, ia bisa menyampaikan tanpa harus membutuhkan sebuah gambar"

Johnny menatapku sambil mengerutkan keningnya "apa kau anak Jurusan Sastra? Atau semacamnya?" Tanyanya "kau pandai bicara"

"Apa aku terlihat seperti anak Sastra?" Aku tertawa kecil "aku anak Komunikasi, tapi lebih menjurus ke Jurnalistik tepatnya. Jangan heran jika aku banyak bicara"

Johnny langsung menatapku "Wow, kalau begitu kau pasti mahir menulis dan memotret"

"Ah, tidak. Biasa saja, aku masih harus banyak belajar. Tapi ya, aku sangat suka menulis walaupun tidak mahir" aku jalan mendahului Johnny "ayo John, kau harus lihat pemandangan disana, ada banyak kelinci" Johnny langsung menatap arah pandangku

Aku berlari hendak mendekat ke booth tempat menjual wortel. Aku akan bermain dengan kelinci

"Lucu sekali" aku memasuki area taman kecil yang dikhususkan untuk kelinci

Johnny tak banyak bicara, ia benar-benar sibuk dengan kameranya, bahkan sekarang ia sudah tak di dekatku lagi














Langit yang menggelap akibat mendung siang itu membuat aku dan Johnny memutuskan untuk pergi mencari makan siang

"Apa kau pernah memakan itu" Johnny menunjuk rumah makan bertuliskan 'sate kelinci' di depannya

"Tidak. Mana bisa aku memakan mereka"

"Aku ingin mencobanya. Ayo kita kesana" ucap Johnny sambil melihat sekeliling untuk memarkirkan mobilnya

Aku diam di dalam mobil tak ingin turun, tapi Johnny malah memaksaku untuk turun. Ia sampai harus membuka pintu mobil sebelah kiri dan menarikku untuk keluar

"Baiklah, kita makan sate ayam saja" ucap Johnny menyerah dan akhirnya aku mengikuti Johnny dari belakang. Aku langsung duduk di dalam selagi Johnny memesan di dekat pintu masuk

Selagi menunggu makanan, aku dan Johnny banyak berbincang. Johnny selalu bisa memulai percakapan dan selalu ada bahan pembicaraan untuk kita perbincangkan

Johnny mengangkat satu tusuk sate dan melihatnya "apa kau pernah memakan sate kadal?" randomnya

"Hm? Mana ada yang menjual sate kadal" jawabku heran

"Ada!" Ucapnya tegas "aku pernah berbicara dengan yang pernah memakan sate kadal" Johnny menatapku

"Oh ya? Temanmu?" Aku menatapnya sekilas lalu fokus pada makananku kembali

"Bukan, aku bertemu dengannya di kebun binatang" ucapan Johnny membuatku menatapnya "dia seekor buaya" lanjut Johnny

Aku menatapnya polos "John..."

"HAHAHAHAHA" tawanya lepas "kau tahu? ekspresimu lucu sekali" lelaki itu mengacak ujung rambutku

Huh, apakah ia tak tau? Seorang anak perempuan sepertiku bisa saja salah paham jika disentuh rambutnya

"Ugh! Kau menyebalkan" aku menepis tangan Johnny yang masih mengacak rambutku

Setelah itu aku sempat diam beberapa menit tak meladeni omongan Johnny. Bukan apa-apa, aku hanya merasa canggung setelah Johnny menyentuh ujung kepalaku

"Apakah satenya enak?" Tanya Johnny

"Umm, agak berbeda dengan sate yang biasa ku makan-tunggu, apakah ini benar sate ayam?"

Johnny terlihat gugup "umm, sebenarnya-"

"John, jangan bilang.." aku menggeser piring berisi sate itu menjadi agak jauh dari depanku

"Tidak ada sate ayam disini" Johnny memelankan suaranya sambil menunduk menatap makanan-menghindari kontak mata denganku

"Astaga, apa yang ku lakukan" aku menatap iba kelinci yang sudah manjadi sate itu

"Tapi sate kelinci baik untuk kesehatan" Johnny membela diri "bukankah kalian kaum perempuan suka berdiet? Sate kelinci juga bisa untuk diet. Niatku baik agar kau bisa berdiet juga!" Johnny mulai menatapku membela dirinya lagi

"Kau lihat?" Aku memperlihatkan pergelangan tanganku "aku kurus seperti ini mana bisa berdiet ria seperti yang kau bilang"

"Oke, maafkan aku" Johnny kembali mendekatkan piring berisi sate kelinci ke arahku "sekarang sudah terlanjur. Ayo habiskan" lagi-lagi Johnny menyentuh ujung kepalaku, namun kali ini mengelusnya

"Tapi John.."

"Tidak baik membuang makanan, Amelia" ucap lelaki itu "kau tahu? Banyak orang diluaran sana yang yang kelaparan"

Aku tak menanggapi atau melirik ke arah Johnny. Aku berusaha mengalihkan bahwa yang ku makan bukanlah daging kelinci yang tak berdosa, namun tetap saja tak bisa

Akhirnya aku hanya menghabiskan nasi dengan kerupuk saja, sedangkan 4 tusuk sate yang masih tersisa di piringku dihabiskan oleh Johnny

Selepas makan siang, langit berubah menjadi cerah lagi. Akhir-akhir ini Bandung memang seringkali seperti itu, hanya mendung dan tak turun hujan

Aku dan Johnny pergi ke Braga. Johnny bilang, ia ingin mengunjungi tempat yang bagus untuk memotret street photography di tengah Kota Bandung, jadi aku menyarankan untuk ke pergi Braga

Hingga matahari terbenam, kami masih asik mengintari Jl.Braga. Dan saat ini aku dan Johnny sedang duduk dengan kopi kita masing-masing di depan salah satu toko kopi tua di Braga

"Aku tidak tahu" aku menatap lampu-lampu yang menghiasi jalanan

Johnny menatapku "Apa?" Tanyanya bingung

"Ternyata Bandung begitu romantis jika malam hari" ucapku yang masih menatap sekeliling toko yang berada di Jl.Braga

"Apa kau tidak pernah keluar saat malam?" Johnny menyesap kopi Americano yang digenggamnya

Aku menggeleng "tidak, aku kadang pergi bersama ibu dan Doni hingga malam" ucapku lalu merubah arah pandang-menatap Johnny "tapi, aku baru menyadari, ternyata Bandung begitu istimewa"

To be continued...

Bandung [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang