Bandung; lucid dream

270 54 3
                                    

Bandung, 12 September 2018.

Ketika ditanya tentang apa yang paling tidak aku sukai, jawabannya adalah kesepian. Aku suka sendirian, tapi bukan berarti aku suka dengan kesepian. Sendirian bisa didapatkan ketika kamu ingin merasakan ketenangan, dan kesepian merupakan hal mengerikan yang bisa kamu dapatkan ketika di keramaian sekalipun

Namun sekarang, di tempat ramai area kampus, aku merasa kesepian. Entah sudah berapa kali dalan beberapa bulan ini aku selalu merasa kosong —hampa

Aku sudah berhenti bekerja, ibu melarangku untuk melakukan banyak kegiatan dan memintaku untuk lebih sering beristirahat. Aku sangat benci ketika dianggap lemah oleh seseorang, namun aku tahu, ibu hanya ingin yang terbaik untukku

"Jadi bagaimana Lia, apa kamu bisa ikut menginap di rumah Dita besok?" Tanya Elios

Aku sedang berdiskusi dengan teman kelompokku di selasar samping gedung kuliah kami. Ada tugas pembuatana film yang harus dilakukan di salah satu rumah temabku yang jaraknya cukup jauh dari kampus, dan kami harus menginap selama 2 hari disana

"Ah, maaf, ya, aku bisa. Aku akan ikut" jawabku sambil menatap wajah mereka satu persatu

Baiklah, ini keputusan yang benar. Aku harus ikut mengerjakan tugas bersama teman-teman selagi aku bisa, atau mungkin ini akan menjadi kali terakhir aku bisa pergi jauh bersama mereka

Entahlah, akhir-akhir ini aku jadi sering merasa pesimis pada diriku, padahal rasa itu juga yang memicu penyakit ini semakin berkembang

"Kau yakin tak apa-apa?" Elios menepuk pundakku

"Hm, tak apa, aku sudah izin pada ibu"

"Kalau begitu, nanti biar kau ikut di mobil bersama Hendra, aku, dan Gisel. Yang lain akan naik motor" Lanjut Elios menjelaskan "baiklah, tugas hari ini Frieska dan Leon akan pergi ke Palasari untuk membeli beberapa barang yang diperlukan"

Hm.. Palasari ya... tiba-tiba saja aku jadi teringat seseorang

"Hei Lia, kau tahu Dilan?" Tanya random Johnny ketika kami berada di Palasari untuk mencari beberapa buku untuknya

"Hm? Tentu saja. Siapa yang tidak tahu Dilan?" Aku malah balik bertanya

"Hmm.. adikku? Dia tidak tahu siapa itu Dilan, hahaha"

Dasar Johnny aneh

"Lia" panggil Johnny lagi dan aku menengok ke arahnya "jangan bilang ada yang menyakitimu" Johnny menatapku tepat di mata

"Nanti orang itu akan hilang?" Aku bertanya pada Johnny yang mengucapkan sepenggal kalimat dari novel terkenal ciptaan Pidi Baiq itu

Bukannya menjawab, Johnny malah tertawa kencang, bahkan sangat kencang karena beberapa orang beralih dari kegiatannya menjadi menatap Johnny yang terlihat seperti orang aneh karena tawanya yang menggelegar

Setelah selesai berkumpul untuk membahas tugas kelompok pembuatan film, aku mengemas barang dan bersiap untuk pulang ke rumah

"Lia, apa ini milikmu?" Tanya Frieska yang jalan menghampiriku sambil memperlihatkan gantungan berbentuk kelinci "dimana kau membeli kelinci lucu yang bisa berbicara seperti ini?"

"Berbicara?" Tanyaku heran

Frieska tak menjawab, ia malah menekan bagian ekor dari gantuntan kelinci hingga menimbulkan suara yang muncul dari dalamnya

"Hai Lia, jangan bilang ada yang menyakitimu, nanti aku akan sedih"

Suara itu, suara seseorang yang menjadi cinta pertamaku, suara lelaki jangkung yang aku rindukan. Selama ini, selama satu tahun lebih, apa yang aku lakukan? Aku baru mengetahui bahwa gantungan kelinci itu bisa berbicara. Gantungan itu mengeluarkan suara yang aku rindukan selama ini

Tanpa disadari, aku jatuh terduduk di lantai lobi fakultas sambil menangis

Mengapa aku baru menyadarinya saat ia telah pergi? Mengapa Tuhan harus menghukum aku sebegitu menyedihkannya?

"Lia! Kau kenapa? Apa ada sesuatu yang sakit?" Frieska panik begitu melihatku terjatuh dan menangis

Aku menghapus air mata yang membasahi kedua pipiku "aku tak apa, maaf sudah membuatmu khawatir"

"Apa kau ingin ke klinik? Aku akan mengantarmu"

"Tidak perlu, aku benar-benar tidak apa-apa" aku meraih tangan Frieska untuk berdiri meyakinkannya bahwa aku benar-benar baik-baik saja

Johnny benar-benar menyebalkan

*****

Jakarta, 17 Desember 2019.

Aku dengan sangat sadar tahu bahwa sekarang aku sedang berada dalam mimpi. Orang bilang, ini yang dinamakan lucid dream —dimana kamu bisa mengendalikan mimpimu sendiri

Di dalam mimpi ini aku sangat terlihat sehat dengan rambut panjang sepunggung dan poni yang menutupi jidat lebarku

Aku berkeliling Bandung menggunakan Bandros —kendaraan yang disediakan pemerintah Kota Bandung untuk bisa membawamu berkeliling kota— aku tidak sendiri, aku bersama dengan Doni, kami hanya Berdua, sibling date

Saat sedang asik bermimpi, aku merasa seperti ada suara ibu yang memintaku untuk bangun

"Nak, Lia.." ibu memanggil dengan lembut sambil menepuk pundakku pelan "ada tamu yang ingin menjengukmu" ucap ibu

Aku terbangun dan sudah membuka mata walaupun dengan wajah yang masih lelah karena lucid dream yang membuat otakku terus berjalan walaupun tubuhku tertidur

"Siapa?" tanyaku heran. Karena sudah beberapa kali semenjak aku dirawat di rumah sakit Jakarta, tak ada seorang teman pun yang datang untuk menjenguk. Alasannya karena jarak Bandung-Jakarta yang terlalu jauh tentunya. Teman-temanku terlalu sibuk dengan kegiatan sebagai mahasiswa akhir mereka

"Itu" ibu menengok ke belakang —melihat seseorang yang sedang duduk di sofa sambil tersenyum ke arahku

Tunggu. Apa aku masih berada dalam mimpi?!

"Hai" sapa lelaki jangkung yang selalu kuharap akan bertemu lagi dengannya

...the end.

Bandung [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang