Dia Berubah

72 32 3
                                    

Kadang harta membuat segalanya jadi dilebih-lebihkan. Sesaat dulu mereka menikmatinya, namun lama-lama jelas semuanya penuh kepalsuan. Daria, Shin, dan David. Siapa di sekolah itu yg tak mengenalnya. Mereka punya paras yang tampan, dan berasal dari keluarga berada. Gadis-gadis menggemarinya. Setiap pagi laci mereka penuh dengan kado dan puluhan surat. Mudah sekali bagi mereka untuk mendapatkan pasangan. Tapi mereka urungkan, Shin senang dengan gadis cantik tapi ia tak suka terikat, David belum juga punya incaran, sedangkan Daria, dialah yang paling sulit ditebak.
Tiga serangkai itu tak pernah absen nongkrong di atap sekolah saat jam istirahat tiba, tak ada yang berani mengganggu.

"Nampaknya semenjak kau kehilangan salah satu penggemarmu kau jadi lebih pendiam" Celetuk Shin pada Daria

"Aku memang pendiam" ia menimpali dengan nada datar.

"Apa yang kau katakan Shin. Gadis biasa itu mana mungkin menarik baginya_ "

"_Ya walaupun ku akui dia gadis yang manis" David memberi jeda sebentar, Daria meliriknya tajam.

"Nah itu Han," celetuk David menghindari lirikan tajam Daria.

Dalam sekejap Daria menolehkan kepalanya, mencari-cari sosok Han. Kedua temannya itu hanya geleng-geleng kepala.

Hari itu Daria melihat gadis itu menatap malu-malu kearahnya saat berpapasan di koridor. Tentu saja ia tak peduli akan hal itu. Toh gadis-gadis yang lain juga sering melakukan hal yang sama. Namun entah kebetulan atau bagaimana, seringkali ia bertemu gadis itu bahkan ketika hari libur. Entah itu di jalanan, pasar, supermarket, perpustakaan umum, hingga kedai cincau yang terkenal di kalangan anak SMA. Daria terbiasa dengan eksitensi gadis itu, hingga tak melihatnya sehari saja menimbulkan perasaan kehilangan.

Han hanyalah seorang gadis biasa, berasal dari keluarga sederhana, tapi ia merupakan murid berprestasi disekolah. Peringkatnya tak pernah keluar dari urutan 3 besar. Dan Daria mengetahui semua hal itu.

Apa yang bisa dilakukan seorang pendiam. Ia bukanlah Shin yang secara terang-terangan mampu menjerat banyak gadis. Bukan David yang mudah mengumbar senyum. Kali ini ia benar-benar kehilangan. Han berubah, itu membuat pikirannya kacau. Gadis itu tak lagi tersipu ketika bertemu dengannya, Han bukan lagi sosok yang gagap ketika berbicara dengannya.

Ia masih ingat dengan jelas saat itu, ketika kartu pelajar Han ia temukan di perpustakaan. Tanpa menyuruh orang lain, ia langsung menyerahkan kepada pemiliknya yang langsung tersipu, dan gagap ketika mengucapkan terimakasih. Tapi sekarang, gadis itu terlalu datar. Mungkinkah ia sengaja mempermainkan perasaannya? Bagaimana jikalau Han seperti tokoh dalam film yang sering ditonton mama. Gadis biasa yang mampu membuat sang idola berjuang untuknya, namun ternyata perasaan pemuda itu bertepuk sebelah tangan. Ah, Daria tak mampu membayangkanya.

Sore itu angin bertiup agak kencang dari biasanya. Menggugurkan dedaunan kering pepohonan di pinggir jalan. Kendaraan berlalu lalang. Daria berjalan sendiri di trotoar, tak punya tujuan, hanya mengusir bosan yang ia rasakan ketika terus berada di rumah. Awalnya Shin juga David menawarkan untuk menemani, atau sekadar mengajak pergi ke suatu tempat. Tapi ia menolak, hari ini mungkin akan lebih baik apabila ia pergi sendiri.

Tatapannya menajam ketika melihat sosok Han turun dari bus, bukan sendiri, tapi bersama pemuda yang nampaknya seorang pemain sepak bola, keduanya berpelukan lantas berpisah. Batinnya bertanya-tanya, siapa sebenarnya pemuda itu. Mungkinkah kakaknya? tapi jika pemuda itu kakak Han, tak mungkin mereka berpisah di halte itu. Mungkinkah pemuda itu adalah alasan mengapa sikap Han terhadapnya berubah? Hatinya mencelos, tak pernah ia merasakan patah seperti ini.


Bersambung.....

TACENDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang