Masih Luka

10 3 1
                                    

Ini adalah surat yang kuberikan sebelum surat terakhir yang akan kau terima nanti. Semua tentang aku akan kau ketahui di surat terakhir itu.


Daria melipat surat itu. Sekarang, ia sudah tahu siapa pengirimnya. Ia tak perlu mendapatkan surat terakhir yang dimaksud. Ayu, ternyata gadis itu yang selama ini memberikan surat kepadanya. Ia tertawa kecil menertawakan dirinya sendiri, merasa konyol. Bodoh sekali ia pernah mengharapkan Han adalah penulisnya.

Ragu-ragu, Ayu mulai berani mendekati Daria. Setiap pagi ia selalu menunggu kedatangan Daria di gerbang, kemudian menjejajari langkah pemuda itu sampai kelas. Sesekali Ayu berceloteh ringan dan hanya ditanggapi gumaman oleh Daria. Dengan sikapnya yang seperti itu, Daria yakin Ayu tak akan mampu menggantikan Han. Entah kenapa hatinya bisa seyakin itu.

Han melihatnya dari kejauhan, ia baru saja keluar dari perpustakaan disusul David di belakangnya. Belakangan ini David selalu mengikuti Han meski tanpa sepengetahuan siapapun. Sejak kondisi kesehatan Han memburuk, ia lebih intensif untuk menjaga gadis itu.

"Aku tahu hatimu tidak baik-baik saja. Tapi tenang, kau tak sendiri. Aku juga." Celetuk David dari belakang membuat Han menoleh heran.

"Kau?" Han mengernyit. David menghela nafas.

"Lupakan. Sekarang kita ke kelasmu." Kata David mengalihkan pembicaraan.

"Kalau ada yang melihat kita dekat, aku_"

"Biarkan saja. Mereka akan berhadapan denganku." Kata David santai memotong perkataan Han sembari memasukkan kedua tangannya di saku celana samping.

Han berjalan lebih dulu dan David berjalan di belakangnya dengan menjaga jarak. Pemuda itu dalam hati merutuki kebimbangan dalam hatinya. Ia ingin Han tahu terhadap perasaannya. Tapi di sisi lain ia takut Han menjauh. Friendzone telah melandanya.

Sampai di kelas, David langsung menempatkan diri duduk di bangkunya, belakang bangku Daria.

"Uhui, yang udah move on." Celetuk David berbisik di telinga kanan Daria, yang dibisiki sontak menoleh ke belakang sembari melempar tatapan tajam.

"Tadi aku lihat kau jalan dengan..." David mengusap dagunya seolah berfikir.

"Apa?" Daria menaikkan sebelah alinya tinggi-tinggi.

"Jadi... kau sudah move on dari Han?" Tanya David.

"Bukan urusanmu!" Balas Daria ketus kemudian kembali berbalik menghadap papan tulis.

"Sudah kuduga. Kau hanya penasaran dengan Han karena gadis itu memutuskan untuk berhenti menjadi fansmu." David tak peduli, masih berceloteh.

"Kadang kenyataan memang lucu. Yang hanya penasaran terlihat seperti punya perasaan, sedangkan yang benar-benar punya perasaan hanya dianggap penasaran." Lanjutnya.

Daria menahan nafas dan memejamkan mata. Entah kenapa perkataan David agak menggores hatinya. Jadi perasaanya terhadap Han terlihat main-main? Sejenak ia berfikir. Memang benar ia bukan pemuda yang romantis, ia memang tak berani terang-terangan mengungkapkan perasaanya. Wajar kan kalau perasaanya diragukan?

☆☆☆

Daria menuntun sepedanya keluar dari gerbang sekolah. Ayu menghampirinya dan berjalan di sampingnya. Daria tak menghiraukan, pandangannya tertuju pada Han yang pulang bersama Anggi dan Ariyan.

"Daria." Ayu memanggil namanya. Tapi tak ada tanggapan. Daria baru menoleh ketika panggilan ketiga.

"Sebenarnya, siapa perempuan yang kau sukai?" Tanya Ayu.

"Bukan urusanmu." Jawab Daria datar.

Ayu menunduk sambil menggigit bibir bawahnya. Dengan ragu ia kembali menatap Daria. Seperti ada yang akan ia ucapkan kepada pemuda itu.

"Daria, aku ... menyukaimu." Kata Ayu kemudian menundukkan kepala dalam-dalam. Daria tidak terlalu terkejut, ia hanya diam. Ayu semakin gugup.

"Kau mau menjadi pacarku?" Lanjutnya.

Tak ada jawaban.

"Aku tahu ini sangat buruk, kau tak mungkin menyukaiku. Tapi ... mungkin kau mau membuka hati untukku."

"Aku tak punya perasaan apapun terhadapmu." Kata Daria tanpa melihat Ayu.

"Lalu kepada siapa kau berikan perasaanmu? Biar aku bisa menjadi sepertinya." Ayu menepis kegugupannya.

"Kau tak akan bisa menyamainya." Daria berkata dengan dingin kemudian menaiki sepedanya. Meninggalkan Ayu di trotoar seorang diri.

Ayu menggigit bibir bawahnya menatap kepergian Daria. Ia kemudian meraih ponsel, mengetikkan pesan untuk seseorang.

Begitu sampai di rumah, Rio langsung menyusulnya ke kamar sambil membawa beberapa kertas.

"Isi formulirnya." Kata Rio sambil menyodorkan formulir itu.

Daria menerimanya kemudian membacanya.

"Hn, nanti biar kuisi setelah mandi." Jawabnya kemudian meletakkan lembaran kertas itu di atas nakas.

"Kau sudah yakin atas pilihanmu 'kan?" Tanya Rio bertanya memastikan. Daria menatap kakanya itu agak lama.

"Hn. Tentu." Kata Daria setelah terdiam beberapa saat.

"Aku harap kau menerimanya dengan segenap hatimu." Kata Rio menghela nafas.

"Sudah kupikirkan matang-matang."

"Baguslah. Kalau begitu, nikmati istirahatmu." Ucap Rio keluar dari kamar Daria. Membiarkan adiknya beristirahat.

Besok adalah hari wisuda adiknya. Setelah itu, Daria akan melanjutkan kuliah. Tinggal bersamanya di Singapura.



Bersambung.......

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 30, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TACENDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang