Keduanya tersungkur di trotoar, sedangkan mobil itu oleng menabrak jalan. Ternyata pengendaranya agak mabuk.
"Hei, terimakasih kawan. Aku tak tahu apa jadinya bila kau tak menyelamatkanku."
Pemuda itu mengulurkan tangan. Membantu Daria berdiri.
"Ya" jawabnya singkat sembari menyambut uluran tangan pemuda itu.
"Namaku Ariyan, kau?" Pemuda itu memperkenalkan diri.
"Daria" ia mengamati Ariyan.
Kini ia berteman dengan pesaing cintanya. Daria tak tahu apa yang akan terjadi kedepannya. Satu yang pasti, Han tak akan ia lepas begitu saja.
☆☆☆
Sampai dirumah ia mendapati kakaknya sedang berada di kamarnya."Halo adikku yang manis." Sapa kakaknya sambil tersenyum lebar. Daria langsung melemparkan tasnya ke wajah kakaknya tersebut.
"Rio, apa yang kau lakukan disini?!" tanyanya tajam.
"Hei, kau ini seolah tak senang kakakmu pulang."
"Memang." ia mengatakan dengan jutek.
"Dasar adik durhaka." sang kakak memejamkan mata. Daria teringat sesuatu.
"Eh, kau bisa membantuku?" Celetuknya.
"Apa?" Rio bertanya lesu.
"Aku ingin menyamar jadi orang miskin." pernyataan Daria sontak membuat Rio mengambil posisi duduk. Daria menceritakan semua keluh kesahnya. Rio mangut-mangut.
"Kau serius?" Tanya Rio memastikan.
"Tentu." Daria terlihat sangat yakin.
"Kalau menurutku, persetujuan orang tua tak jadi masalah. Kalau kau mau pura-pura miskin, kau juga harus kerja. Tinggal di tempat lain yang lebih sederhana. Memangnya kau mau?" Rio memberikan pendapat dengan cepat.
"Hn. Carikan saja." Daria tersenyum miring, ternyata kakaknya juga punya manfaat.
"Teman lamaku punya rumah tak jauh dari sekolahmu, dia pergi kuliah di luar kota. Mungkin dia bisa menyewakannya untukmu. Dan pekerjaan, kau mau yang bagaimana?" Rio melihat binar di mata adiknya itu.
"Aku tak mau menguras terlalu banyak tenaga." Ucap Daria mempertimbangkan.
"Nah untuk ke sekolah kau naik sepeda yang lama saja, nanti kau bantu aku perbaiki. Masalah pekerjaan menyusul."
Rio beranjak."Terimakasih kak." ucapan Daria berhasil menghentikan langkah Rio yang akan melewati pintu. Rio menoleh dan tersenyum amat tulus kepada adiknya.
☆☆☆
Gosip terlalu mudah menyebar di sekolahnya, isu mengenai kebangkrutan keluarganya dengan mudah meluas ke seluruh penjuru sekolah. Begitu melihat Daria memasuki gerbang sekolah menggunakan sepeda, para penggemarnya dulu meliriknya cekikikan sambil saling berbisik kepada yang lain. Daria menyeringai.Shin dan David buru-buru menghampiri Daria di parkiran.
"Kau serius melakukannya?" Shin nyaris berbisik.
"Apa yang kau katakan bodoh" Daria menatap tajam, mengalihkan pandangannya ke sekitar.
"Ah maaf" Shin menggaruk kepalanya kikuk.
"Kita bicarakan nanti di atap saja" David menengahi.
Mereka berjalan bersama menuju kelas diiringi tatapan murid lain yang menurut mereka sangat menyebalkan. Sampai di mejanya, Daria tak lagi menemukan puluhan amlop surat berwarna pink ataupun kado yang lain. Namun pandangannya berhenti kala melihat ada satu lipatan surat sederhana. Tanpa amplop warna pink, ataupun hiasan lainnya. Perlahan ia memungut surat itu. Lantas memasukkannya ke saku.
Jam pelajaran dimulai, awal paginya disambut dengan pelajaran kimia. Namun tak seperti biasa, guru kimia belum juga tiba. Mungkin agak terlambat. Ramai ketika jam pelajaran kosong adalah hal lazim dikalangan anak sekolah.
Shin seperti biasa dikerumuni oleh kumpulan gadis centil, David asyik dengan gadgetnya, sedangkan Daria menatap ke luar jendela. Tak ada pemandangan menarik buatnya, kelas Han ada dibawah sedikit sekali kesempatan untuk mengamati kegiatan gadis itu. Ia mengamati teman-teman sekelasnya, hanya Shin dan David yang paling akrab dengannya. Barulah ia menyadari bahwa dirinya begitu nolep di kelas. Tiba-tiba guru piket memasuki kelas mereka membuat suasana gaduh menjadi hening seketika."Selamat pagi anak-anak, hari ini Pak Fadil tak dapat mengajar karena baru saja mengalami kecelakaan ringan. Mohon doanya agar beliau lekas sembuh, dan tolong jaga ketertiban kalian. Terimakasih" ucap guru piket itu menjelaskan.
Seisi kelas kembali riuh dengan suara lirih, Pak Fadil adalah wali kelasnya, dan dalam sekejap sudah diambil kesepakatan bahwa seisi kelas akan menjenguk.
Pulang sekolah, kelas XI MIPA-1 bersama-sama menjenguk wali kelas mereka. Sampai di rumah sakit, Daria melihat Han ada disana bersama Ariyan. Tepukan Shin pada bahunya menyadarkan lamunannya.
"Ayo kita masuk" kata David.
Daria mengangguk mengiyakan, mereka nampak seperti hendak tawuran. Sebagian besar siswa mengeluarkan bajunya. Dasi disampirkan ke pundak, bahkan ada yang digunakan sebagai ikat kepala.
"Tunggu, kalian harus rapikan pakaian kalian dulu. Setidaknya hari ini Pak Fadil harus melihat kita sebagai anak murid yang baik" David mencegat teman-teman sekelasnya sebelum selangkah meraih pintu ruang rawat pasien.
Yang lain mengiyakan lantas membenahi seragam mereka. Mereka masuk disambut senyuman tipis Pak Fadil yang melihat perubahan baik pada para anak muridnya tersebut. Hanya 10 menit mereka ada disana, tak ingin mengganggu istirahat wali kelasnya tersebut. Begitu keluar dari pintu Daria berpapasan dengan Ariyan.
"Apa yang kau lakukan disini kawan?" Sapa Ariyan hangat.
"Menjenguk wali kelas" Daria menjawab singkat.
"Ah, ternyata dunia sempit sekali ya, dia ayahku" pernyataan Ariyan membuat keningnya berkerut. Benar dunia terasa sempit sekali.
Bersambung.....
KAMU SEDANG MEMBACA
TACENDA
RomanceHati saling mengerti dengan melepas pergi Pada dasarnya aku hanya seorang pendiam, dan kau malah memperburuknya, membuatku tak mampu berkata-kata. Aku tak mudah membuka hati untuk seseorang, tapi diam-diam kau membobol pintunya. Diluar sana, banyak...