Han dan Daria

39 11 0
                                    

Beruntung kedua pemuda itu dapat berkelahi. Lawannya ini agak berat. Mereka hanya berdua sedangkan bandit itu bertujuh, tentu saja ini jauh dari kata seimbang. Tapi mereka cukup tangguh, 6 bandit dihajar habis-habisan sampai pingsan. Salah satu bandit mengambil tindakan. Secepat kilat menyekap Han. Daria dan Ariyan tercengang, mereka sudah lelah.

"Berani-beraninya kalian menghabisi timku. Lihat bagaimana aku melukai gadis ini." Bandit itu mengeluarkan pisau dari balik bajunya. Han wajahnya pias.

Ariyan dan Daria secepat kilat menyerang. Daria berhasil melepaskan Han dari bandit itu, sedangkan Ariyan kembali berkelahi. Daria baru kali ini melihat sosok Ariyan yang bersahabat bertarung dengan membabi buta. Nampak tubuhnya banyak tergores pisau. Daria memukul kepala si bandit menggunakan batu hingga pingsan. Han segera mendekati saudara kembarnya.

"Ariyan lukamu." Han menangis.

"Ke rumahku dulu saja, obati dulu lukanya." Daria membantu memapah Ariyan.

Han mengikut. Kalau ia mengobati Ariyan di rumah, pasti ibu khawatir. Daria memboncengkan Ariyan sedangkan Han mengendarai sepeda saudara kembarnya itu. Ia sungguh merasa bersalah.

Mereka sampai di rumah mungil Daria, setelah masuk dengan segeta Daria mengambil kotak obat.

"Biar aku saja." Han mengambil alih kotak obat itu. Dengan cekatan langsung mengobati luka Ariyan.

"Maaf ya, aku selalu merepotkan." Han menahan suaranya yang bergetar.

"Dasar bodoh. Kenapa kau lewat jalan sepi begitu hah? Bagaimana kalau tadi kami tak menemukanmu? Lain kali hati-hati dong. Kau kan juga bisa hubungi aku." Ariyan khawatir.

Daria mendengarkan ocehan Ariyan sambil masih mengobati lukanya sendiri.
'Mereka benar-benar punya hubungan khusus rupanya.' Ia berkata dalam hati. Terbesit rasa cemburu.

"Kupikir biasanya aku tak apa pulang sendiri. Lagipula kau kan sibuk di STM." Han menjawab.

"Tapi kau bisa beri pesan padaku Han." Ariyan ngotot.

"Aku tak keberatan mengantarnya pulang setiap hari." Tiba-tiba Daria membuka suara membuat dua bersaudara itu menoleh terkejut. Bahkan Daria sendiri terkejut atas perkataannya barusan.

"Tak perlu kok." Han melotot pada Ariyan yang mengerling ke arahnya. Daria menatap keduanya heran.

"Kalau tidak merepotkanmu sih, aku izinkan." Ariyan menyeringai. Daria mengernyit.

'Apa haknya memberi izin.' Tanyanya dalam hati.

"Tapi hati-hati. Han itu orangnya baperan, nanti takutnya dia maksa Daria buat jadi pacarnya. Emang Daria mau?" Ariyan agak meledek Han.

"Sialan!" Han menekan obat merah ke luka Ariyan. Membuatnya meringis kesakitan.

"Bukannya Han pacarmu?" Daria melontarkan pertanyaan tak terduga. Han dan Ariyan melongo bersamaan.

"Gak sudi!" Kata keduanya bersamaan sambil memasang raut jijik. Daria semakin bingung.

"Bukan pacar, Daria. Lebih dari itu." Ariyan menatap Han dengan sayang. Tanpa diketahui siapapun Daria menahan napas.

'Apa maksudnya?' Batin Daria.

"Kalau pacar sih aku sukanya yang kalem dan manis, bukan yang kayak Han itu, sama sekali bukan tipeku deh." Lanjut Ariyan. Sudah cukup. Daria bingung mendengarnya. Jadi sebenarnya bagaimana? Hatinya butuh kepastian.

"Dih, aku juga nggak mau punya cowok kayak Ariyan, nyebelin." Han berkata jutek.

Daria memegang jidatnya. Sikunya bertumpu pada paha. Ia pusing memikirkan dua anak manusia yang sama sekali tak ada kejelasan itu.

"Tuh kan Daria pusing. Ariyan ngajak ribut melulu sih. Maaf ya." Ucap Han, Ariyan sudah lelah untuk sekedar menanggapi.

Daria menoleh, sudut bibirnya berkedut sambil menatap Han lembut. Sayang sekali gadis itu tak melihatnya.

Daria merebahkan punggungnya di ranjang. Han dan Ariyan baru saja pamit pulang. Sampai saat ini obrolan dua manusia absurd itu masih saja terngiang di pikirannya. Tapi kemudian dirinya teringat sesuatu. Senyuman tipis tersungging di wajahnya. Hari esok memberi Daria kesempatan untuk bisa dekat dengan Han.

☆☆☆


Han memegang kepalanya yang terasa sangat sakit. Anggi teman menatap cemas sahabatnya itu.

"Kau mungkin perlu ke UKS, Han." Anggi menyarankan.

"Tak perlu." Han menenggelamkan kepalanya dalam lipatan kedua sikunya.

"Selamat siang anak-anak. Mari kita mulai pelajaran." Guru matematika menyapa seisi kelas. Han mengangkat kepalanya yang terasa semakin berat.

"Han! Hidungmu berdarah!" Seru Devi yang menoleh ke belakang dan tanpa sengaja melihat wajah Han. Seisi kelas termasuk guru matematika menoleh ke arah Han.

"Kau istirahat di UKS saja Han. Anggi tolong antar Han." Ujar Bu Eka. Anggi mengangguk kemudian membantu Han berdiri.

Baru sampai di depan perpustakaan, Han lunglai kemudian ambruk. Anggi tak cukup kuat untuk menopang tubuh Han. Kebetulan Daria keluar dari perpustakaan, dan melihat kejadian itu. Buru-buru ia menghampiri keduanya dan tanpa berkata-kata langsung membopong tubuh Han. Anggi yang melihatnya agak terkejut. Para murid yang melihat kejadian itu pun terheran-heran seolah tak percaya. Beruntung saat ini adalah jam pelajaran jadi tak begitu banyak yang menjadikan mereka sorotan.

'Manusia kutub itu... ah apa yang aku pikirkan dasar bodoh." Anggi membuyarkan lamunannya dan segera menyusul Daria.

Sampai UKS Daria langsung membaringkan tubuh Han dengan hati-hati. Anggi segera membersihkan darah di hidung Han.

"Dia kenapa?" Tanya Daria.

"Di kelas dia merasa sakit kepala, kemudian mimisan. Kami baru saja mau ke UKS tapi dia pingsan seperti yang kau lihat tadi." Anggi menjelaskan. Ia mendapati Daria menatap sahabatnya lamat-lamat. Wajah Daria menunjukkan kekhawatiran, Anggi tersenyum.

'Ah, sahabatku ini bisa menaklukan manusia kutub itu ternyata.' Anggi berkata dalam hati.

"Kau bisa kembali ke kelas." Ucap Daria, suaranya datar. Anggi cengo.

"Tapi Han." Anggi menoleh ke arah Han.

"Aku jamkos." Daria berkata singkat. Otak Anggi bekerja lebih lambat dalam mencerna perkataan Daria.

"Aaaa ya terimakasih." Anggi kembali ke kelas.

Sepeninggal Anggi, Daria menatap Han yang terpejam. Tangannya tergerak untuk menyentuh pucuk kepala gadis itu kemudian beralih menyingkirkan anak-anak rambut yang menutupi wajah cantik pujaan hatinya. Selama 5 menit, ia tak berkata-kata.

Han melenguh, membuat Daria reflek menjauhkan tangannya. Han tampak mengerjap-erjapkan mata, kemudian menggerakkan tangannya dengan lambat memegang kepala. Ia menoleh, terkejut Daria duduk di kursi samping ranjangnya.

"Ka.. kau.." Han berkata dengan terbata.

"Tadi kau pingsan, temanmu itu tentu tak kuat membawamu kesini." Jelas Daria. Han nampak akan membuka mulutnya, namun tak ada sepatah kata yang keluar. Daria mengernyit.

"Kau baik-baik saja?" Tanya Daria melihat gelagat aneh Han. Dan sama seperti sebelumnya. Gadis itu membuka mulut seperti ingin mengatakan sesuatu namun ia kesulitan. Daria menempelkan jari telunjuknya di bibir mungil gadis itu.

"Sudahlah, kau istirahat saja." Daria dapat melihat sorot mata Han berubah. Han nampak terkejut atas perlakuannya. Namun kemudian gadis itu terlihat lebih rileks.

"Da.. Daria..." Han untuk pertama kali memanggil namanya. Membuat jantung pemuda itu seakan mau loncat dari tempatnya.

"Hn?" Ia bergumam pelan.

"Emm... te.. terima...ka..sih..." kata Han terbata-bata. Dalam hati, gadis itu merutuki dirinya.

"Hn." Daria menjawab singkat. Khawatir jikalau kesulitan bicara seperti yang di alami Han untuk sekedar mengatakan kata 'sama-sama'.





Bersambung......

TACENDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang