II: Two Players

58 5 0
                                    

"Namanya Pradana Pandu, 28 tahun, kerja di salah satu Bank swasta sebagai Credit Analist sejak empat tahun yang lalu. Bakalan dipromosikan sebagai kepala cabang. Menjalin hubungan dengan Aurelia Vanessa sejak Agustus tahun lalu, mereka pertama kali kenalan di Bank ...." Meisya mengalihkan perhatiannya dari berkas informasi yang didapat oleh Tama. Sebelah alis perempuan itu terangkat dengan ekspresi penuh tanda tanya. "What?"

"Jadi, ceritanya waktu itu kebetulan kantor Bokap Aurel lagi ngajuin semacam pinjaman jangka panjang ke Bank ..." Sejenak, Tama melirik Shesya yang masih terlihat fokus dengan informasinya. "... Aurel sekarang ngurusin perusahaan bokapnya, by the way. Dan dari info yang gue dapet perusahaan bokapnya butuh suntikan dana yang lumayan buat cabang yang di Surabaya, dan ya ... gitulah. You two ngertilah maksud gue, kan?"

"Kenapa harus ke Bank? Emang gak punya kolega, partner, investor, atau apa gitu? Gak paham gue urusan beginian, ah. Tapi, belum genap satu tahun, ya? Gerak cepat juga si Aurel," timpal Meisya, lantas kembali membaca lembar informasi di tangannya.

Shesya tak banyak menanggapi, meski sudah sepuluh tahun berlalu, ia masih sangat paham dengan watak dan pola pikir Raden yang menurut Shesya dalam berbisnis. "Lanjut, Mei."

"Oke. Next, Pandu berkemungkinan akan dipindahtugaskan ke kantor cabang di kota lain setelah mendapatkan promosi, jadi besar kemungkinan kalau itu adalah alasan Aurel meminta kejelasan dari hubungan mereka." Meisya menganggukkan kepala beberapa kali sembari membolak-balikkan lembaran kertas di tangannya. "Well, ya, masuk akal, sih kenapa mereka bisa tunangan dan nikah dalam waktu dekat. Menurut lo gimana, Sya?" Meisya memberikan lembar-lembar berisi informasi itu pada Shesya. Perempuan itu lantas menarik kursi kerjanya untuk dapat duduk berhadapan dengan Shesya dan Tama yang tengah duduk di sofa panjang.

Tak ada jawaban dari Shesya. Ia lebih memilih untuk membaca sisa informasi yang belum dibaca Meisya. Hingga sampai di bagian rencana Aurel setelah ia menikah dengan Pandu, Shesya tersenyum sangat lebar seolah sudah menemukan sebuah jackpot.

"Here, look. Aurel bakalan ikut Pandu kemana pun cowok itu bakal dipindahtugaskan nantinya dan membawa serta sang Ibu tercinta," jelas Shesya dengan sedikit memainkan nada bicaranya di akhir kalimat. Perempuan itu menoleh Tama dengan sebelah alis terangkat tinggi, "lo yakin dengan informasi yang satu ini? Valid?"

"Dimana letak keanehannya?" tanya Meisya.

"Aurel," sambar Tama dengan cepat menjawab pertanyaan Meisya.

"Dan Ibunya," tambah Shesya.

Meisya masih menatap bingung kedua sahabatnya yang kini justru tengah tersenyum puas. "What? Apa? Kenapa memangnya dengan mereka pindah? Apa sih? Gak paham nih gue."

Shesya tertawa kecil, "jelasin, Tam."

Tama menganggukkan kepalanya dengan yakin. "Gue bisa jamin kalo informasi di dalam situ semuanya sudah divalidasi," jelasnya pada Shesya, lalu beralih menatap Meisya yang masih memberikan ekspresi tak mengerti. "Aurel. Lo tau betapa dia membanggakan kepintarannya dulu? Gimana dengan bangganya dia bisa satu kampus dengan kita lewat jalur undangan?" Tama mengambil jeda sesaat, membiarkan Meisya mengingat kembali seperti apa Aurel yang mereka kenal dulu. "Lo ingat apa yang dia bilang sama kita selesai OSPEK?"

"Gue bakal lulus cumlaude dan IPK yang sangat memuaskan. Kerja di perusahaan ternama, dan menjadi seorang woman career." Tatapan Meisya lantas beralih pada Shesya yang masih tersenyum lebar. "Dan nyokabnya? Kenapa?"

"Lo ingat harta kekayaan yang dia dapat waktu itu? Sebanyak apa? Dan seberapa bangga dia menjadi Nyonya Besar Raden? Atau seberapa kuat dia mengikat segala macam jenis kekayaannya supaya gak jatuh ke tangan orang lain? Dan lo yakin, Nyonya Besar Raden itu mau meninggalkan semua yang dia dapat gitu aja demi ikut pindah bareng anak tersayang? Tanpa pengawasan?" tambah Shesya. Perempuan itu memperlihatkan senyum asimetrisnya.

Game OverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang