12.10
Teng teng teng !!!
Bagus! Batinku riang saat mendengar lonceng tanda pulang sekolah sudah di bunyikan. Semua anak di kelas komputer ini memasukkan buku-bukunya ke dalam tas, termasuk aku.
Hei! Tahukah kenapa aku begitu riang? Hari ini yaitu hari Kamis, les tambahan ditiadakan!! Setidaknya itu pengumuman yang kudengar beberapa waktu yang lalu. Dan aku pun tak perlu bosan menunggu waktu hingga jam 3 hanya untuk les tambahan. Setelah ini aku bisa membawa diriku melayang ke dunia maya di kantor ayahku. Bermain internet hingga sore, browsing, mengutak-atik FS, memosting cerita di k.com, mengambil game, mengambil lagu, dan tak terhitung jumlah yang akan aku lakukan jika sudah berhadapan dengan internet. Mungkin tadi aku juga bermain internet di kelas komputer ini, tapi aku rasa waktu istirahat yang hanya 15 menit itu tak akan membuatku puas. Minimal, jika aku membuka internet, waktu yang aku habiskan 2 jam, dan itu akan kuhabiskan nanti, di kantor ayah.Keluar dari kelas komputer, aku dan teman-teman sekelas memakai kembali sepatu yang mungkin sudah cukup lama tak dicuci, dan BAU. Kami menggiring tas ke lantai bawah untuk menunggu jemputan masing-masing.
Eh? Jemputan? Tidak! Aku lupa kalau tadi pagi aku minta di jemput jam 3 setelah les, bukan 12.10. Kalau aku tak minta di jemput sekarang, ada kemungkinan, waktuku tersita bosan selama tiga jam. Kulongokkan kepalaku ke samping, ketiga sahabat karibku selama tiga tahun di SMP ini sedang berjalan menuju kantin. Sayang, aku tak akan beli makanan. Hari ini aku sedang puasa sunah.
"Eeeeh! Niana, aku boleh minta pulsamu?" tanyaku pada Niana, salah satu sahabatku yang telah selesai memilih makanan.. Yaaah! Aku akui aku harus minta pulsa, karena kebetulan hari ini pulsaku habis.
"Kamu nggak telpon ayahmu?" katanya balik menanyaiku. Seperti biasa, hanya cengiran aneh yang kulemparkan padanya.
"Kan aku nggak bawa uang!" kilahku lagi. Memang benar, aku tak bawa uang sepeserpun. Aku rasa, aku memang tak butuh uang karena hari ini aku puasa sehingga semua uangku kusimpan di rumah. Ia menatapku sesaat dan menunjuk Tia, salah sahabatku yang lain dengan kepalanya.
"Tuh! Dia pulsanya lagi banyak!!"
Dan spontan, kepalaku beralih pada Tia, yang sedang memakan makanannya. "Boleh minta pulsamu yaaa?" pintaku yang mulai menampakkan wajah memelas. Sambil berjalan menuju pos satpam yang kebetulan sepi (tempatku dan teman-teman menunggu jemputan). Dan berhasil, akhirnya Tia menyerahkan Handphonenya. Tak selang beberapa menit, tanganku bergerak lincah di atas keypad dan menulis pesan singkat untuk ayahku. Setelah selesai, kukembalikan Handphone milik Tia."Ada yang punya uang seratus nggak?" tanyaku lagi pada ketiga temanku yang duduk di kursi, dan aku duduk di atas meja satpam.
"Mulai deh seratusnya!!" sindir Niana sambil tertawa.
"Ayo dong! Ada yang punya nggaaak? Buat cadangan nih kalo SMSnya tadi nggak nyampe!" balasku cuek tapi tetap heboh.
"Ah aku ada!" seru Sefi, sahabatku satunya lagi. Aku melempar pandangan ke arahnya dan melihat Sefi sedang merogohkan tangan ke dalam tas. "Nih!" Sefi memberiku sebuah logam uang dan aku menerimanya dengan riang. Sekarang, aku hanya tinggal menunggu jemputan dan sampai di kantor ayah, tahukan apa yang akan kulakukan?
13.00
Terhitung hampir satu jam aku masih menunggu. Dan sekarang, ketiga sahabatku sudah kembali ke rumah mereka masing-masing. Sebal! Kenapa aku harus menunggu lama sih?
Aku nggak sabar mau buka internet nih!Aku beranjak dari dudukku dan berjalan meninggalkan pos satpam, lalu keluar dari gerbang sekolahku. Langkahku berjalan menuju sebuah Telpon Umum di depan sebuah SD. Kebetulan sekolahku dan SD ini memang berhadapan. Setelah mengangkat dan memasukkan koin, langsung saja kutekan nomor telpon yang sudah kuhafal di luar kepala. Cukup lama aku menunggu, tapi tak ada nada sambung sedikitpun. Sialnya! Yang terdengar adalah : "Anda telah memasuki Mailbox. Silahkan meninggalkan pesan setelah terdengar bunyi 'biiiip'"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengharapkan Pelangi (Antologi)
Short StoryKumpulan cerita ini dibuat saat saya berusia 13 atau 14 tahun.