Terpaksa Terpisah (Part.1)

247 2 0
                                    

Itulah yang terakhir kali. Saat kurasa aku masih dapat bertemu dengannya sehingga aku masih merasa dapat lain waktu. Tapi waktu tak bicara. Karena tuhan yang memutuskan, untuk membawa makhluknya kembali ke pangkuannya. Menyesalku tak berarti, sedihku tak terteteskan oleh air mata, kesalku tak terbalaskan, sayangku tak terungkapkan, karena semuanya menguap dan menjadikan aku satu di antara kengkangan dan kebohongan sebuah waktu.

***

Rieko adalah nama kakak tiriku. Ya. Dia adalah namamu. Aku mengenalmu saat aku sedang liburan ke Bali. Saat tiba-tiba aku tersesat, kau lah yang menuntunku. Kemudian saat kita bertemu kembali, kau jugalah yang mengajakku ke semua tempat yang tak kutahu sebelumnya.

"Lihat, Nia! Disini adalah tempat melihat sunset yang paling baik! Warna merahnya bercahaya. Turun perlahan dan sangat berkilauan. Indah sekali!" katamu penuh kekaguman. Aku memalingkan wajahku ke arahmu. Wajahmu merona. Dua hari kita bertemu, tak kusangka yang kutemui adalah orang yang sangat menarik sepertimu. Wajahmu terlihat polos saat sedang kagum. Matamu berbinar. Mukamu bercahaya. Justru kau lah yang terlihat sangat indah. Sejak awal, aku sudah sangat bersyukur dapat mengenalmu.

Aku tersenyum "Hei! Dari mana kamu tahu tempat ini?" tanyaku kemudian

"Aku sudah lama tinggal disini. Jadi tentu saja tak sedikit yang kutahu tentang seluruh tempat di sekitar sini. Hanya saja...."

Ia memandangku sejenak dan tersenyum sangat lembut "Tempat ini baru kita berdua yang tahu. Kamu mau kan berjanji untuk tidak memberitahu pada siapapun tempat ini?"

Seperti anak kecil. Kita menggunakan perjanjian jari kelingking. Setelah hari itu, setiap hari aku main ke tempat ini. Selalu bersama denganmu. Berlari-lari, bermain air, bersama duduk di atas karang sambil mengamati matahari tenggelam. Aku sangat suka hari-hari dimana aku dapat mengenalmu. Dan seminggu pun berlalu. Tak terasa cepat sekali, sehingga membuatku sangat merindukanmu. Baru seminggu, tapi aku merasa kita sudah sangat dekat. Kelembutanmu, kebaikanmu, keramahanmu, senyummu, bicaramu, wajahmu, semuanya terasa sejuk.

Tapi aku yakin kita akan bertemu suatu saat nanti. Entah kapan tapi itu pasti.

***

Saat aku pulang sekolah beberapa minggu setelahnya, yang aku lihat adalah sebuah mobil Inova berwarna hitam bertereng manis di depan gerbang. Tapi bukan mobil itu yang menarik perhatianku, tapi dirimu yang sudah berdiri manis disana. Di depan pintu mobil sambil memakai kacamata hitam. Kau terlihat keren sekali. Semua orang memandangmu kagum dan iri karena bukan mereka yang sedang kau tunggu. Tapi aku sangat yakin siapa orang yang kautunggu. Aku berjalan perlahan, memastikan itu benar adalah dirimu yang kutemui beberapa waktu lalu di pantai. Tepat saat aku berdiri di depanmu. Hanya diam yang dapat aku lakukan disana. Untuk beberapa menit berlalu dengan ketololanku yang bengong di depanmu. Tapi kamu tertawa dan menggandengku ke dalam mobilmu.

"Darimana kamu tahu sekolahku?" tanyaku saat kita sedang di dalam mobilmu yang terus melaju.

"Dari papaku! Aku juga tak tahu papaku bisa mengenal mamamu!"

Aku menganggukkan kepala, mengerti.

"Lalu, kenapa kamu bisa disini? Bukankah kamu tinggal di Bali!"

"Itu karena papa memintaku untuk pindah rumah. Aku tak tahu kalau ternyata sekitar rumahku ada rumahmu juga!!"

Dan setelah itu kita saling diam. Aku masih cukup canggung karena sudah sangat lama kita tak bertemu, dan sekalinya bertemu justru kamu yang menjadi penjemputku. Baru kutahu kamu sudah kuliah saat kau menghentikan mobilmu di sebuah Universitas. Dengan ramah kau tuntun aku sampai di sebuah lapangan basket. Disana aku memperhatikanmu bermain! Keringatmu yang berjatuhan memperlihatkan karismamu. Kamu sungguh mengesankan! Gerakanmu begitu gesit, dan bahkan kaulah yang paling banyak memasukkan bola ke dalam ring. Sungguh beruntung aku dapat bertemu dengan orang sepertimu. Andai suatu saat nanti kau adalah milikku, entah berapa puncak kebahagiaanku.

Mengharapkan Pelangi (Antologi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang