Ia kembali tersenyum padaku seperti biasa. Meski kadang aku tak tahu apakah perasaanku ini selembut wajahnya yang selalu tersenyum. Aku berbalik, setelah membiarkannya masuk ke dalam mobil yang baru di dapatkannya satu bulan yang lalu. Pekerjaannya memang menarik, meskipun terkadang ia harus merelakan kepentingan di sekolahnya. Kita adalah teman sejak kelas satu SMP, dan kita juga memilih SMA yang sama. Ketika kami masih diospek, entah apa yang mendorongnya, dia memintaku menjadi pacarnya. Dan ungkapannya itu dikatakan dengan sangat jelas di depan kakak kelas pembina yang kebetulan juga menyatakan perasaannya padaku. Walau bagaimanapun, aku pasti memilih dia yang sudah bersamaku selama tiga tahun. Tapi itu tak berlanjut lama, karena tiba-tiba, seorang produser mengontraknya untuk bermain film. Dia akan jadi artis! Pacarku adalah seorang aktor. Tentu saja pikiran itu membuatku senang, karena kurasa mungkin banyak yang iri padaku. Memiliki pacar sekeren dan setenar dia. Hanya saja, penggemarnya mulai banyak, dan dia kini memiliki seorang manager. Setahun di dunia hiburan adalah sesuatu yang sudah menjadi kebiasaannya. Karirnya sangat bagus dan seharusnya aku bangga akan hal itu. Sayangnya aku tak bisa berlama-lama berbangga, karena pada hari kenaikan kelas dua, managernya datang padaku. Dia biasa dipanggil 'Mbak Reni'. Dan hari itu, dia berbicara padaku. Sesuatu yang membuatku sedikit sedih akan keputusannya.
"Nicta. Aku tahu kalian sudah berteman selama 4 tahun, dan mungkin akan susah kalau aku berkata ini padaku."
Hari itu kami bertemu di kafe dekat sekolah. Farish pacarku tak ada, karena dia harus menyelesaikan film barunya. Aku selalu melihat actingnya yang selalu membuatku sendiri terpukau. Bakatnya memang sangat hebat.
"Memang ada apa, Mbak?"
Mbak Reni mulai menyeruput jusnya. Wajahnya selalu sinis saat memandangku. Dia adalah wanita kepercayaan mamanya Farish. Awalnya sih Farish ingin aku yang jadi managernya. Tapi mana mungkin! Aku bahkan selalu dapat nilai di bawahnya.
"Begini. Sekarang pekerjaan Farish semakin padat. Dia harus menyelesaikan filmnya, jumpa fans, dan kamu sendiri tahukan kalau dia itu penyanyi?"
Ya, aku tahu. Sejak SMP dia sudah membuat band, dan sejak masuk SMP, album yang di buatnya membuahkan hasil. Aku mengangguk.
"Sudah tak ada lagi waktu untuk Farish selalu ada di dekatmu. Tak ada waktu untuk menghabiskan waktu bersamamu. Lagipula Farish itu adalah orang yang lembut, dia tak akan pernah mau mengecewakan para fansnya. Kamu tahu apa yang bisa membuat fansnya kecewa?"
Aku menggeleng.
"Kenyataan kalau dia sudah memiliki pacar!"
DEG. Sekarang mungkin aku mengerti maksud Mbak Reni.
"Aku nggak memaksa kalian putus lho! Aku cuma ingin kamu bisa menyembunyikan jati dirimu sebagai pacarnya. Lakukan itu sampai waktunya. Apa kamu bisa mengerti? Atau mungkin kepopuleran Farish bisa menurun karena keberadaanmu!" ucapnya sinis. Aku terdiam beberapa saat. Mbak Reni adalah orang hebat. Dia sudah kuliah dan memasuki semester pertama. Banyak yang bisa dibanggakan darinya. Jadi, aku tahu apapun yang ia katakan pasti adalah yang terbaik.
"Ya. Aku akan berusaha!"
Itu jawaban yang akhirnya kuberikan padanya. Meski begitu, ternyata aku tak bisa menghindari Farish, karena dia memang terlalu lembut. Rasanya nggak mungkin kalau aku tiba-tiba berkata "Lebih baik kita jaga jarak". Aku hanya bisa untuk tak mengganggu aktivitasnya. Karena di sekolah pun kita sudah sangat jarang bertemu. Tapi dia masih saja sering menyempatkan waktu bertemu denganku meski hanya lima menit. Yang pasti semua itu udah di atur sama bagian manajemennya. Sudahlah! Aku capek. Lebih baik aku kembali ke apartemen dan tidur.
Aku mengaduk jus jeruk di depanku ini dengan sangat malas. Fuh! Hari ini pun aku ngerasa nggak ada yang berarti. Hidupku itu mungkin memang terlalu monoton ya? Sahabat-sahabatku pun belakangan pada sibuk sama pacarnya masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengharapkan Pelangi (Antologi)
Historia CortaKumpulan cerita ini dibuat saat saya berusia 13 atau 14 tahun.