Chapter 10

9.5K 1K 128
                                    

Yang belum follow, follow dulu dong biar sama2 enak😁


Happy reading 💜


| | |

"Ayah ... Arras kangen ayah."

Suara itu amatlah lirih. Karena biasanya ketika dia sakit, hanya sang ayah yang akan menemani dan merawatnya. Pantas jika saat ini Arras mengigau memanggil Dimas.

Anak itu pun terperanjat. Ia membuka matanya, merasa silau Arras pun menghalau sinar lampu dengan tangan kirinya. Arras terdiam, tangannya terasa berat dan sakit. Ia pun menatapnya. Benar, ternyata ada jarum infus yang tertancap di punggung tangan kirinya lalu meletakannya di atas perut. Kalau sudah terbangun seperti itu, biasanya ia akan sulit untuk memejamkan matanya lagi.

Samar-samar ia ingat, semalam Marcell memasang infus lalu perlahan ia pun tertidur dengam tenang. Rasa mual akibat bubur yang di berikan Reza pun ikut menghilang. Ia terlelap dengan sendirinya.

Arras menoleh ke sisi kanan ada Reza dan di sisi kiri ada Regan. Arras tak tahu apa yang terjadi semalam sampai kedua kakaknya ada di dekatnya sekarang.

Merasa ada pergerakan Reza pun terbangun. Ia mengerjapkan matanya saat melihat Arras sedang menatap langit-langit kamarnya.

"Ras."

Anak itu menoleh.

"Bang Reza, Arras berisik ya? maaf ya bang."

Reza membalikkan badannya menjadi menghadap Arras.

"Kamu kenapa bangun? Ada yang sakit, atau kamu haus?" tanyanya.

Arras menggelengkan kepalanya.

"Bang, Arras udah gak apa-apa kok kenapa bang Reza sama bang Regan tidur disini? Kan kasian kalian jadi gak leluasa."

Reza tersenyum. "Tadinya abang mau tidur di kamar, tapi Regan maksa minta di temenin buat jagain kamu."

"Bang Regan juga sakit 'kan?"

"Enggak, udah gak apa-apa dia. Masih malem Ras, tidur lagi ayok."

Arras mengangguk, Reza membetulkan selimut adiknya dan kembali tidur.

Arras menghela nafas. Besok pasti ia tak akan diperbolehkan untuk masuk sekolah. Lalu Gatra dan Bayu sudah pasti akan mencarinya. Kira-kira alasan apa yang cocok supaya mereka tidak mengkhawatirkannya. Arras membatin.

Tiba-tiba Reza dan Regan serentak memeluknya. Pelukan itu hangat, persis seperti pelukan Dimas yang selalu membuat Arras nyaman. Perlahan ia mulai melupakan alam sadarnya dan mulai menyelami alam bawah sadarnya. Ia pun terlelap kembali.

🐰🐰🐰

Pagi harinya, Arras terbangun. Ia pun medudukkan badannya dan bersandar di kepala ranjang sambil memijat pelipisnya yang masih meninggalkan rasa pening.

Matahari sudah berjalan setengahnya dari pertama kali ia terbit pagi tadi. Ia melihat punggung tangannya yang sudah tidak mengenakan infus lagi.

Tok! tok! tok!

Cklek

"Pagi Arras," sapa Bi Tina.

Arras tersenyum dengan wajah yang masih terlihat pucat.

"Pagi bi, abang-abang aku udah pada berangkat ya?" tanyanya.

"Sudah. Ayok makan dulu sini biar bibi suapin, nanti kan mau minum obat."

Our Little Brother [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang