Hujan membungkus langit sejak tadi sore, suara petir yang menyambar membuatku kesulitan memejamkan mata dengan tenang. Ini benar-benar kacau, sudah hampir tiga malam aku kesulitan tidur, semenjak punggungku dimunculi gambar sayap emas misterius.
Aku menutup telinga dengan bantal, berusaha memejamkan mata, namun suara ketukan di jendela yang tidak santai itu, membuat kesabaranku tinggal sepucuk. Eh tunggu ketukan di jendela? Rasa-rasanya tadi tidak ada.
Aku bangkit dari tempat tidur, menuju jendela yang sengaja kukunci agar hujan tidak menerobos masuk dan membasahi seluruh kamar.
Begitu membuka jendela, hampir saja aku berteriak histeris melihat ada seseorang disana, jika saja dia tidak melompat naik dan membekap mulutku, sudah dapat dipastikan dia akan babak belur oleh warga.
"Jangan berisik," ujarnya sambil melihat kearah pintu kamar yang tertutup, tampaknya dia juga panik.
Setelah beberapa detik akhirnya cowok itu membuka bekapannya dari mulutku. Aku kembali bernafas, setelah beberapa detik tertahan, jantungku masih berpacu. Aku hendak kembali berteriak, namun tertahan karena cowok itu langsung melayangkan pelototannya kearahku.
"Jangan teriak! Gue mau ngomong bentar aja."
Sebenarnya aku tidak takut dengan hanya dipelototi begitu, tapi apa salahnya aku mendengarkan ucapannya.
Aku memicingkan mata, menatapnya dengan tajam, Kemudian aku menaikkan dagu, memberi kode untuk menyampaikan tujuannya datang kemari ditengah badai.
"Sebelum gue ngomong, apa lo nggak ada selimut gitu buat gue? Dingin niih." Dia meniup tangannya dan diusapkan kebahu.
Sebenarnya aku sedikit kasihan melihatnya kedinginan, tapi karena kedatangannya yang membuat jantungku hampir copot, jadi biarkan saja.
Aku menggeleng santai, membuat lelaki itu menatapku dengan mata yang melotot.
"Kenapa?" Aku berucap sewot, ini rumahku, jadi aku yang berkuasa. Jika dia ingin marah biarkan saja, aku akan berteriak agar warga bisa menggebukinya.
Lelaki itu menaikkan bibir atasnya, dengan bola mata yang berputar, "sebenarnya bukan gue yang mau bicara tapi Dokter Ronan, beliau meminta gue ngejemput lo. Kalau bukan dia, pasti saat ini gue udah nyaman dengan kasur gue di rumah."
Dia kenal Dokter Ronan juga?
Aku mulai menatapnya dengan serius. Pasti ada sesuatu yang penting, sehingga ia mengutus seseorang untuk menjemputku ditengah malam seperti ini."Ada perlu apa Dokter manggil gue?"
"Ya ... mana gue tau." Lelaki di depanku ini terlihat bersungut-sungut, mungkin kesal karena aku tidak nemberinya selimut. Tapi aku tidak terlalu mempedulikannya, ini 'kan juga salahnya kenapa tidak memakai jas ujan, ditengah badai seperti ini.
Tanpa banyak basa basi aku langsung menyambar sweter yang tergantung dibalik pintu kamar lantas memakainya.
"Ya sudah, ayo pergi," ajakku, tapi lelaki itu hanya berdiri ditempatnya, sama sekali tidak mau bergerak.
"Apa kita tidak bisa menunggu sampai hujan reda?"
Aku memutar bola mata malas, tidak bisakah dia berfikir, bahwa tujuannya diutus datang kesini pasti karena adanya hal penting yang akan disampaikan oleh Dokter Ronan.
"Tidak bisa," jawabku tegas, kemudian menarik lengan lelaki itu dengan kasar. Jika tidak begini, dapat kupastikan dia tidak akan bergerak.
⏳⏳⏳
Kami berhasil keluar dari rumah dengan aman, untung saja Papa dengan Mama pergi keluar kota tadi sore, jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
Aku merasakan tubuhku mulai menggigil, di luar benar-benar dingin. Pantas saja lelaki ini begitu kesal, aku yang tidak basah saja bisa merasakan kedinginan apalagi dia.
"Lo kok main tarik-tarik aja sih," ujarnya kembali bersungut-sungut, mengusap-usap lengannya yang aku tarik tadi.
Aku hanya tersenyum, kemudian mengeluarkan payung dan menyerahkanya ke lelaki di hadapanku ini.
"Ayo." Aku kembali menarik lengannya, berlari menerobos derasnya air hujan.
⏳⏳⏳
Sekitar lima menit Kami akhirnya sampai di rumah Dokter Ronan. Aku menepuk-nepuk lengan sweter yang basah, meskipun mengenakan payung tetap saja kami kebasahan.
"Ayo masuk!" Ajak lelaki itu, sambil berjalan mendahuluiku.
Tunggu, sejak tadi rasanya aku selalu memanggilnya dengan sebutan 'lelaki itu' dan itu terdengar tidak sopan, baiklah aku akan menanyakan namanya.
"Hei nama lo siapa?" Harusnya aku menanyakan ini sejak awal, pasti dia akan menganggapku bodoh sekarang.
Ia berbalik menatapku dengan wajah yang sedikit melongo, yang ku tangkap dari ekspresinya seolah ia mengatakan 'kenapa baru nanya sekarang?'
"Apa?" Tidak ingin terlihat tolol aku lantas membalas tatapannya dengan judes. Dan detik selanjutnya ekspresinya kembali seperti semula, ralat maksudku beberapa menit yang lalu.
Ia sedikit berdehem mengambil ancang-ancang untuk bicara, "Kenalin gue Vierre, kelas 11 IPA 2 kita sekelas, duduk tepat dibelakang bangku lo, suka pelajaran Biologi, tidak suka dibantah atau ditolak. satu lagi yang paling penting, gue adalah cowok tertampan Di SMA Katulistiwa, dan lo bisa-bisanya lupa sama gue, MasyaAllah."
Owalah gue inget sekarang, dia adalah makhluk songong yang tiba-tiba muncul di depan gue dua hari yang lalu di parkiran sekolah, dan tidak ada angin tidak ada hujan dia ngajak gue pulang bareng.
Aku mengangguk dua kali, kemudian tersenyum dan melangkah melewati lelaki itu, eh maksudku Vierre.
Bersambung ....
#Typo bertebaran
#Karya perdana di wattpad
#Author pemula
KAMU SEDANG MEMBACA
Wonderland (Hiatus)
FanficAsh adalah seorang gadis tanpa darah, yang memiliki 2 jantung yang berfungsi menghasilkan energi kedalam tubuhnya. Dan semua itu tidaklah lepas dari seorang profesor yang biasa dipanggil Bang Ronan. Namun, semua itu bukanlah tanpa alasan. Ash adalah...