Past

229 73 29
                                    

* * *

Setelah izin pada Tante Catlin tentang aku yang akan menginap di rumahnya, kami berempat pergi menuju Bandara. Mengapa bisa berempat? Mari aku jelaskan, Kak Nathan yang mengemudi, aku duduk di samping kemudi, dan si kembar lah yang menduduki kursi belakang.

Tante Catlin senang sekali mengetahui aku menginap di rumahnya. Kata Tante Catlin, memiliki anak gadis begitu menyenangkan. Tante Catlin telah menyiapkan kamar yang khusus untukkujauh-jauh hari. Aku senang mendapatkan respons positif dari dari seluruh anggota rumah itu, meski aku sangat kesal pada salah satu anggotanya.

Sekitar lima belas menit lagi pesawat Kak Nathan lepas landas. Aku merangkul lengan Kak Nathan manja, padahal Kak Nathan sedang membawa kopernya. Kami berempat memasuki Bandara yang cukup ramai.

"Jangan nakal-nakal kalau gak ada Kakak, ya." Kak Nathan mengelus rambutku.

"Kakak jangan lama-lama di sana, nanti aku kangen." Aku merengek.

Kak Nathan tersenyum. "Doakan Kakak magangnya lancar, kan, tahun depan Kakak wisuda. Kakak gak sabar ingin cepat-cepat kerja, agar bisa bahagiain kamu dan Ibu." Kak Nathan mencium keningku.

Aku memeluknya erat dan dia membalasnya. "See you again, my crazy brother."

Kak Nathan melepaskan pelukannya, dia menghujani wajahku dengan ciuman. Mulai dari kening, mata, hidung, pipi, dan dagu. "Bibir jangan, ya, itu jatah salah satu dari si kembar." bisik Kak Nathan.

"Ish! Apa-apaan sih, Kak!" Aku mencubit lengannya pelan.

Kak Nathan hanya tertawa. Beralih pada si kembar. "Eh, muka mirip! Gak mau say something sebelum gue pergi?"

"Sampai jumpa Kakak Ipar!" seru Albert.

"See you again, Kak. Sukses magangnya, ya." ucap dia.

Cih, sok manis!

Setelah pesawat Kak Nathan sempurna lepas landas aku dan si kembar pulang ke rumah si kembar dengan Albert yang mengendarai mobil Kak Nathan. Aku duduk di samping kemudi seperti saat tadi berangkat dan dia tetap duduk di kursi belakang.

"Mira, Albert mau nanya." ujar Albert.

"Hm?"

"Ibu Mira tinggal dimana? Tadi Kak Nathan bilang untuk jangan lupa ke tempat Ibu. Albert gak pernah ketemu Ibu Mira."

Aku tersenyum samar. "Don't ever ask me about that again, okay."

Albert bungkam mendengar ucapanku. Dia tidak membuka suaranya lagi. Aku memang tidak pernah menceritakan tentang kehidupan keluargaku pada teman-temanku. Biar derita ini hanya aku saja yang merasakannya. Aku tak perlu belas kasihan dari siapa pun. Hanya Edward dan Bryan lah yang mengetahui semuanya.

Dering ponselku mengintrupsi agar aku cepat-cepat mengangkatnya. Edward yang meneleponku, aku mendekatkan ponselku ke telinga. "Hallo, Ed?"

"Mir, lo dimana?" tanya Edward dari seberang sana.

"Di jalan, habis antar Kak Nathan ke Bandara."

"Sama siapa?"

"Sama Albert." Sudah kubilang aku malas menyebut namanya.

"Kenapa lo gak bilang ke gue, Mir? Gue, kan, mau ikut," keluh Edward.

"Hehe maaf, tadi Kak Nathan buru-buru soalnya."

"Lo kenapa gak nginap di rumah gue aja, sih?"

"Kak Nathan yang nyuruh, Ed. Gak usah ngambek ah, udah tua juga."

Story About Miracle [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang