* * *
Menginap di rumah si kembar menyulutkan api semangat yang membara dalam diriku. Aku bahagia di rumah ini. Di sini aku merasakan hangatnya kasih sayang. Jika di rumah aku hanya mendapat kasih sayang dari Kak Nathan seorang, tetapi di sini aku mendapat kasih sayang dari Tante Catlin, Om Calvin, dan Albert tentunya. Tak hanya itu, aku dan Alvaro juga semakin dekat. Dan kabar yang paling membahagiakan ialah Alvaro tak lagi memintaku untuk membawakan bekal makanan untuknya. Ada untungnya juga aku menginap di sini.
Tutor Ekonomi dilaksanakan di ruang tamu, kadang di ruang tengah, dan kadang di ruang keluarga yang berada di lantai dua. Albert kadang mengganggu proses pembelajaran kami. Dan akhirnya Albert pun dimarahi oleh Mamahnya. Pernah Albert berkata bahwa dirinya juga bisa pelajaran Ekonomi dan jika dia yang menjadi tutorku, maka aku akan jadi lebih pintar. Dan, tentunya Alvaro langsung bersungut-sungut mendengar ucapan Albert.
Lima hari sudah Kak Nathan berada di Bandung. Itu artinya sudah lima hari pula aku menginap di rumah ini. Kuakui keluarga si kembar memang termasuk orang kaya. Rumah mewah bertingkat disertai garasi mobil, kolam renang, dan halaman yang luas. Sangat jauh berbeda dengan rumahku. Rumahku tidak bertingkat dengan halaman yang tidak terlalu luas. Namun setidaknya itu merupakan rumah yang nyaman untukku dan keluargaku.
Walau tergolong anak orang kaya yang memiliki perusahaan yang besar dan sukses, Albert dan Alvaro tidak memiliki sifat yang sombong. Itu terbukti dari si kembar yang mau naik angkot bersamaku waktu itu. Tante Catlin dan Om Calvin benar-benar mendidik si kembar dengan baik.
Hari ini hari Sabtu, hari libur yang menyenangkan. Dimana aku tak perlu bangun pagi untuk bersekolah dan juga tidak mandi di hari libur. Aku bangun pukul sembilan karena semalam aku begadang dan menonton Film 30 Days of Night di kamar si kembar.
Film 30 Days of Night adalah film yang menceritakan tentang sebuah kota terpencil di Alaska, daerah bernama Barrow yang di serang oleh sekelompok vampir. Ya, seingatku vampir, atau zombie, ya? Kata si kembar juga vampir. Aku tidak ingat sebagian besar kejadian dalam film itu karena aku mengantuk dan sesekali terpejam lalu bersandar di bahu Albert.
Yang aku ingat adalah endingnya. Si Eben menjadi vampir dan hangus terbakar saat sinar matahari pagi menerpa dirinya. Tadinya Eben manusia asli, lalu dia menyuntik dirinya menggunakan hormon vampir untuk melawan sekelompok vampir itu. Katanya dalam film itu, "Aku bisa melawan mereka jika aku bagian dari mereka." Tetapi menurutku pemikiran Eben itu salah dan terlalu gegabah.
Kudengar suara ketukan di pintu kamar. "Masuk!" seruku sedikit berteriak.
Posisiku kini tengah telungkup di atas ranjang dan bermain game Plans vs Zombie di ponselku. Hingga aku tidak mengetahui siapa yang kini memasuki kamarku. Biarlah, aku juga tidak peduli.
"Shine!" seru Alvaro. Tanpa melihat pun aku tahu itu dia.
"Hah?" Aku masih sibuk membasmi zombie-zombie itu di ponselku.
Alvaro duduk di pinggir ranjang. "Berenang, yuk!"
Aku menghadap ke arah Alvaro. "Haaa!!" pekikku lalu menutup kedua mataku rapat-rapat. Bagaimana bisa Alvaro memasuki kamar seorang gadis dengan bertelanjang dada dan hanya memakai celana sebatas tulut? Jika nanti aku keluar kamar bersamanya, apa yang akan ada di pikiran orang?
"Eh, sorry... Yaudah, gue duluan, ya." ucap Alvaro.
Setelah cukup lama, akhirnya aku membuka mata untuk memastikan apakah Alvaro masih di kamarku atau tidak. Syukurlah, dia sudah pergi. Aku mematikan ponselku dan bangkit menuju kolam renang.
Aku tidak mengganti bajuku dan tetap memakai baju yang semalam. Menurutku ini baju yang tidak terlalu terbuka, celana sebatas lutut dan kaus sehari-hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Story About Miracle [ON GOING]
Novela JuvenilAku yakin, Tuhan tak pernah menghadirkan seseorang dalam hidupku hanya karena kebetulan. Seperti menghadirkan dirimu. Kau mengajarkanku banyak hal; cinta, hidup, mimpi, bahkan takdir. Terima kasih untuk kisah cinta yang begitu menakjubkan. Aku tak p...