Pasukan perang telah dipersiapkan. Kuda-kuda petarung berbaris rapi menanti ditunggangi keesokan hari, berderet disamping bendera lambang kerajaan yang menjulang naik menantang langit. Ketika matahari tenggelam, lampu lampion warna warni disebarkan memenuhi jalanan. Para prajurit yang akan siap betarung, berkumpul beramai-ramai bersama penduduk lain dalam rangka pelepasan ke medan perang.
Nampaknya semarak pernikahan Raja dan Ratu beberapa minggu yang lalu masih tersisa malam itu.
Di dalam kamar tidur raksasanya, Ratu Jeongin bersandar di dada bidang sang suami. Telinganya menangkap suara musik serta canda tawa penduduk yang terdengar dari kejauhan.
"Ratuku gelisah, apa dia ingin mengatakan sesuatu?" Tanya King Christopher seraya mengelus perut istrinya yang tengah membusung,
"Rajaku akan segera pergi. Bagaimana istrimu tidak gelisah? Apa yang akan terjadi di luar sana, aku tidak akan tahu. Bagaimana kalau Raja tidak makan dengan baik? Atau jatuh sakit? Atau—
"Sayang," Christopher menyela, suaranya penuh madu, "Apa kau percaya, jika aku berkata bahwa di dunia ini ... tidak ada satu pria-pun yang tidak bisa mengalahkan ku?"
Ratu kecil mengangguk. Dia mungkin masih belia, namun di umur semuda itu, telinganya telah menangkap banyak sekali rumor, banyak cerita, bahwa Raja yang ia nikahi ini merupakan malapetaka bagi seisi dunia. Sebagai bukti, ia dapat merontokan kekuasaan Dixi dalam semalam saja. Dan tak hanya itu, Christopher beserta pasukannya juga bisa membabat kerajaan lain sampai pontang-panting tanpa hambatan. Seperti membalikan telapak tangan.
"Raja sangat kuat." Ia berbisik. Sekali lagi, pengalaman saat Kerajaannya porak poranda terlintas di kepala.
Pun meski begitu, Ratu menolak untuk bersedih lagi. Raja sudah menjamin kehidupan orang tuanya, memanusiakan rakyatnya, dan membangun Dixi walau dengan peraturan yang berbeda.
"Mereka baik. Kerajaanku baik." Sesuatu dalam dirinya turut meyakinkan.
"Aku tidak sekuat itu. Tidak tanpamu, Ratuku." Raja menyentuh dagu sang permaisuri dan mengecup bibirnya, "Aku sangat mencintaimu Yang Jeongin. Sungguh. Tiada mungkin aku menyayangi orang lain selain dirimu."
Pipi Jeongin memanas dengan cepat. Segera, ia menyembunyikan wajah dalam ceruk leher suaminya, lalu berbisik lirih; "Menyayangi Yang Mulia juga ..."
Di malam itu, Ratu sama sekali tidak bisa tidur. Walau sang Raja tengah berbaring di sampingnya, pikiran Ratu tetap melayang entah kemana, hatinya gelisah, bahkan bayi dalam perutnya turut bergerak seakan menyahuti resah hati sang Ibu.
Pangeran Hwang ... Bisiknya dalam hati.
Jeongin merasa bahwa ia akan selalu mendapatkan alasan untuk membenci pria itu dan menyalahkannya atas banyak hal, tapi entah bagaimana, ia juga selalu mendapat alasan untuk tetap mencintainya. Christopher memang orang yang baik, begitu pula dengan Hyunjin. Meski dia melakukan kesalahan dimasa lalu mereka, buktinya ia berani datang dan sedang berjuang memperbaikinya.
Benar apa yang dikatakan Ibundanya di waktu dulu; "Tidak ada baik yang terlalu. Sebaliknya, tidak ada jahat yang terlalu juga."
Christopher mungkin dihujat dan dikutuk oleh seisi jagat raya, namun untuk Jeongin, dia tetap suami terbaik yang pernah ada. Sementara disisi lain, Hyunjin hanyalah pemuda belia yang spontan dan tidak berpikir panjang sebelum bebuat sesuatu. Namun itu bukan berarti dia adalah orang yang jahat.
Keduanya memiliki sisi baik dan buruk mereka masing-masing. Tidak baik seutuhnya, ataupun buruk seutuhnya.
Jeongin menyadarinya sekarang. Kedua pria tersebut sama saja seperti dia,

KAMU SEDANG MEMBACA
The Royal Princess
Fanfiction[ON HOLD] Kisah seorang pemuda buta berdarah bangsawan yang mendapat kutukan, sehingga ia harus di besarkan sebagai wanita sejak lahir. Serta aksi heroik pengorbanannya, pengabdian dan cintanya pada tanah air, yang membuat Jeongin sanggup membenci...