Bab 01 - Benar-benar Hari yang Biasa

18 0 0
                                    

Di dalam ruang persegi yang cukup kecil dan berisi sembilan orang mahasiswa dan satu orang dosen, seorang pemuda tengah menyandarkan kepalanya di tangan, kantuk menguasai pikirannya karena bosan.

Pemuda yang merasa mengantuk itu adalah Bagas Askara. Pemuda berambut merah gelap dengan warna mata hitam mengkilap. Bisa dibilang warna rambutnya itu terlihat cukup mencolok dan ditambah dengan rasa bosan yang cepat datang membuat beberapa tipe orang tidak cocok berpasangan dengannya.

Misalnya saja seperti dosen pria yang terlihat masih muda yang duduk memperhatikan mahasiswanya dari depan. Sebenarnya saat itu mereka sedang berada dalam tes ujian akhir semester yang cukup menegangkan, tetapi seorang mahasiswa terlihat sangat santai di saat-saat seperti itu.

Sang dosen, Bima Prabu Wijaya, dosen eksklusif kelas sebenarnya sudah mengetahui, kalau mahasiswanya yang satu itu sudah selesai mengerjakan tes soalnya lebih cepat dari teman-temannya. Meskipun begitu, 'bisa gak sih ni anak tidurnya yang tenang sedikit?!', geramnya ketika melihat Bagas jatuh-menarik-jatuh-menarik kepalanya yang berusaha untuk tetap terjaga.

Kelas 3-4 Jurusan Rekayasa Perangkat Lunak. Berisi sepuluh orang mahasiswa reguler. Walaupun dari kelihatannya hanya sembilan dari mereka yang terlihat biasa.

Di saat sembilan temannya berusaha berkonsentrasi, Bagas malah mengangguk-angguk dalam kurun waktu tiga detik per-anggukan. Untung saja dia tidak bersuara dalam melakukan hal itu.

Meskipun begitu, ketika ada seorang di depan kelas yang sedang mengawasi mereka, terutama itu dosen, walaupun yang melakukan hal itu adalah mahasiswa terpintar di kelas sekalipun, tentu saja bisa dibuat kesal.

Masih ada tiga puluh menit lagi sampai tesnya selesai. Sang dosen yang mulai tidak sabar mengetuk-ngetuk mejanya dengan pelan dan berbicara.

"Ayo, lima belas menit sebelum waktunya selesai, yang sudah selesai boleh pulang duluan."

Mendengar perkataan dosen yang terkadang klop dengan mereka tersebut, membuat perasaan kaget sekaligus geli mengisi ruangan. Beberapa bahkan hampir membuat mulut mereka meledakkan tawa.

Sembilan mahasiswa yang bisa mendengar perkataan dosen tahu, apa yang memancing dirinya berkata seperti itu. Namun mereka tak mau terbawa suasana dan kembali fokus mengerjakan tugas.

-

Lima belas menit telah berlalu. Di saat yang sama seorang mahasiswa telah menyelesaikan tugas. Jidan Abimana, mahasiswa pintar lain di dalam kelas. Meskipun dia tak sepintar Bagas, setidaknya dia memiliki kepribadian yang baik, jantan, dan juga menawan. Ditambah wajahnya yang tampan sering kali menarik perhatian para wanita.

Jidan dengan gerakan yang halus membereskan seluruh peralatan belajarnya. Dengan halus juga dia mendorong kursi ke belakang agar tak banyak mengeluarkan suara, lalu berjalan ke depan.

Jidan duduk di bangku paling belakang, dua bangku ke depan dia akan berpapasan dengan Bagas yang masih terantuk-antuk. Lalu dengan halusnya juga, dia menepis tangan kiri Bagas yang menopang kepalanya.

Bagas terjattuh ke lantai setelah penopang rasa kantuknya di tumbangkan oleh seseorang. Jatuh yang cukup sakit membuat tubuhnya secara paksa menarik kesadarannya kembali.

Kejadian itu adalah salah satu hal yang dinanti-nanti oleh seisi kelas. Semua orang tertawa kecil melihat Jidan menjahili Bagas, si mahasiswa terpintar di kelas.

Bagas yang dipaksa untuk terbangun menggaruk-garuk kepala sambil duduk di lantai. Menunggu seseorang mengkonfirmasi apa yang baru saja terjadi. Lalu dari situ dia melihat Jidan, dengan jantannya tersenyum dan mengajaknya pulang.

"Balik, skuy."

Pemuda tampan itu tanpa bersalah memberikan tangan kanannya kepada Bagas, membantunya untuk berdiri.

Pengantin 500 JutaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang