Bab 18 - Perjuangan

1 0 0
                                    

Keesokan harinya.

Bagas yang sedang fokus melihat ponsel pintarnya tiba-tiba menggaruk-garuk kepala, bingung.

"Cok, menurutmu kita harus gimana ini?"

Dia yang kebingungan berusaha mencari bantuan, tetapi bantuan yang dia minta tak kunjung datang.

Beni di depan meja, dengan semangat 45, masih menggambar sketsa desain lain yang diperintahkan pimpinan proyek, Bagas, untuk digambar.

Bagas dari belakang sedikit kecewa karena satu-satunya orang yang bisa diandalkan belum bisa membantunya saat itu.

Hari itu masih siang dan hari dimana Bagas memulai libur panjang dari kuliah.

Ada sekitar kurang dari empat bulan ke depan Bagas diberikan waktu libur sebelum semester baru dimulai. Dalam kurun waktu empat bulan itu, dia sudah harus memiliki jalan yang dia pilih untuk mereka – dan tim masa depan nanti – tempuh untuk mewujudkan tujuan.

Dengan tekad yang kuat terbenam di kepala, Bagas sudah siap untuk bekerja sekeras apapun. Namun saat itu dia dihadang oleh masalah yang cukup sulit untuk dia hadapi sendiri.

"F, ga ada tempat kos-kosan yang deket tapi murah apa? Asuw lah."

Bagas di himpit oleh beberapa pilihan yang cukup sulit untuk dipilih.

Sebenarnya mengenai masalah itu yang harus memutuskan adalah Bagas dan Beni, karena mereka tak bisa tinggal berdua di satu rumah yang sempit itu.

Sewaktu di pagi hari Rian menitipkan pesan : "Kuserahkan masalah ini pada kalian. Lagipula kalian yang mau tinggal di tempat baru itu, dan aku ga masalah kalau selama setahun kalian udah bisa menghasilkan sesuatu dari proyek."

Dengan beban itu di kepala, Bagas yang suka bimbang dalam memilih suatu hal sedang terpojok.

Beni baru saja memulai pekerjaannya sekitar dua jam yang lalu. Untuk menyelesaikan satu set penuh sketsa desain, memakan waktu sekitar enam jam, dan Bagas harus menahan pikirannya untuk tak terbebani selama itu.

Merasa suntuk Bagas bangkit dan pergi ke luar rumah. Tepat setelah pergi ke luar dia merasa lapar. Karena ketepatan mengantongi dompet, Bagas berniat untuk mengisi perut di taman.

Lapak luas sekitar 20x20 meter. Tempat khusus untuk para penjual makanan kaki lima. Tempat yang sangat cocok untuk mengisi perut dan meluangkan waktu di pinggir taman.

Bagas menargetkan untuk makan sesuatu yang bisa membuatnya merasa segar. Jadi dia berdiri di pinggir lapak untuk melihat-lihat sejenak.

"Rujak Es Krimnya, mas!"

Tak jauh dari tempatnya berdiri, seorang bapak penjual menawarkan dagangannya.

Itu adalah penjual dengan gerobak sorongnya yang menyajikan rujak es krim untuk dijual. Makanan khas kota yang menyampurkan Rujak yang diberikan toping es krim di atasnya.

Bagas tertarik untuk pergi, lagipula dia juga sudah pernah makan disitu dan merasakan betapa enak dan segarnya rujak es krim.

Kedatangannya di sambut oleh penjual. Dengan membawa satu buah kursi plastik si penjual mempersilahkan Bagas duduk.

"Silahkan. Mau pesan berapa, mas?"

"Satu aja, pak."

"Ngentosi sekedap nggih..."

Si penjual meminta Bagas untuk menunggu, dan Bagas mengangguk menandakan mengerti.

Dari samping Bagas tak sadar kalau ada pelanggan lain. Seorang laki-laki yang nampaknya lebih tua sepuluh tahun darinya.Memakai pakaian biasa yang menunjukkan kalau dia adalah pria yang sederhana, walaupun nampak dari wajah kalau dia adalah salah satu kategori pria yang sukses dalam menjalani hidup.

Pengantin 500 JutaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang