"Kamu sendiri masuk di jurusan apa?"
"Jurusan Seni Rupa dan Desain."
"Hoo."
Meskipun perbincangan mereka terus berjalan, tetap saja ada sesuatu yang kurang. Dan hal itu adalah keterbukaan Eruin ke Putra.
Putra tersenyum kecut ke dirinya sendiri karena berpikir mendekati Eruin sangat mudah. Namun kenyataannya, ketidaknyamanan Eruin semakin membesar, meskipun seluruh kesalahan tak berasal darinya.
"Kamu tahu, Eruin, aku sama sekali gak tertarik dengan seorang gadis yang termenung karena kekasihnya tak berada disini, ditambah hal itu membuatnya takut kalau mungkin saja dia akan kehilangan hatinya kepada orang lain."
Putra mengungkapkan isi hatinya sambil melihat ke arah pesta yang berada di tengah ruangan. Di sisi lain, Eruin masih menunduk di depan meja, membelakangi pesta yang dia tak punya pilihan lain selain datang.
"Kalau kamu memang tak mau datang, kenapa dari awal kamu memaksakan diri? Apa karena kamu takut ayahmu kehilangan citranya hanya karena itu?"
Dari semua perkataan yang diberikan Putra, Eruin masih belum memberikan respon akan menjawab.
Putra yang mulai tak sabar mengeluarkan kata yang memancing, "Kamu memang masih sangat naif, ya."
Sepenggal kalimat itu memancing Eruin untuk melirik Putra sejenak, lalu menunduk kembali. Di balik sikap yang terkesan lucu itu, Putra tersenyum kecut.
"Sebenarnya aku tak menyangka kalau kamu akan sesulit ini untuk didekati. Walaupun pada akhirnya, kalau ada seorang mitra dari ayahmu yang datang kamu akan memakai topeng itu untuk membuat mereka berpikir kamu baik-baik saja.
Hmm, apa boleh buat, aku akan memberitahu kamu sedikit mengenai ayahmu."
Eruin masih tak bergerak, namun telinganya siap untuk mendengarkan.
Sebelum memulai, Putra mundur selangkah, menyandarkan diri ke meja, lalu kedua tangannya dimasukkan ke saku celana. Berusaha sesantai mungkin setelah berperilaku formal yang dia tak biasa dengan itu.
"Ayah kamu adalah seorang pria yang sangat mengapresiasi kerja keras. Tapi tentu saja, kerja keras itu harus dibarengi dengan kejujuran dan kesetiaan. Karena itulah, tak ada banyak orang yang mencoba bermain-main dengannya.
Dari apa yang kudengar dan kulihat, ayahmu bukanlah seseorang yang mau memaksamu menikah dengan seseorang. Tapi di saat yang sama, dia juga tak mau kau menikah dengan seseorang yang, hmm, biasa aja bisa kubilang.
Karena itu, kalau ada dari para pengusaha yang menawarkan anak mereka, yang udah pasti akan mewarisi apa yang orang tua mereka sudah bangun, pasti dia akan membujukmu untuk menikah dengannya, mungkin.
Ini hanya hipotesis, dan hanya kamu yang bisa menilai relevansinya."
Semua yang Putra katakan benar. Eruin menerima hipotesa itu dengan bayangan nyata yang mungkin akan terjadi nanti. Karena itulah, dia kesal.
"Aku bukannya mau menilai, tapi, sebaiknya kamu berdoa kalau kekasihmu melakukan yang terbaik yang bisa dia lakukan."
"Terima kasih."
Di saat Putra pikir pembicaraan mereka berhasil, Eruin membuka suaranya. Hal itu tentu saja membuatnya terkejut dan melihat Eruin.
Dari samping, Eruin menarik nafas panjang. Membuangnya dengan perlahan, lalu berbalik untuk menhadap Putra.
Di depan Putra, Eruin tersenyum cerah. "Aku minta maaf karena sebelumnya sudah bersikap acuh," ucap Eruin sambil menunduk.
Melihat sesuatu yang tak biasa itu, Putra tiba-tiba saja mematung. Pikirannya seakan tersambar akan sesuatu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Pengantin 500 Juta
Teen FictionBagas dan Eruin sudah berpacaran semenjak mereka berada di bangku SMA. Namun disaat mereka sudah melalui banyak hal dan bertahan sampai masuk ke perguruan tinggi, ayah Eruin malah menantang Bagas untuk mendapatkan uang sebanyak 500 juta untuk melam...