"Hei, Rian!"
Seorang teman menepuk bahu Rian saat dia berusaha mengejarnya barusan.
Saat itu Rian sedang ada di gedung fakultas. Memiliki beberapa kepentingan yang harus dia lakukan.
Meskipun hari itu adalah hari libur, masih ada setidaknya seratus mahasiswa yang ada di kampus. Salah duanya adalah Rian dan teman satu angkatan, namanya adalah. "Oi, Pian."
"Lemes banget nampaknya, slur. Ada apa memangnya?"
Pian sebenarnya bukan seorang yang dekat cukup lama dengan Rian. Hanya saja, karena kemiripan nama membuat mereka bisa dekat begitu saja tanpa harus melalui proses yang panjang.
Saat itu mereka menuju salah satu kelas yang kursinya akan dijadikan logistik suatu acara. Di perjalanan dimana mereka hampir sampai, Rian tak kunjung menjawab. Pian sedikit khawatir karena merasa dia menanyakan hal yang tak seharusnya.
"H – hei, kau gak perlu jawab juga kok. Aku gak mau maksa seseorang buat membicarakan masalah mereka ke orang asing. Cuma, kalau ada sesuatu yang bisa kubantu, bilang aja."
Pian tersenyum ke Rian di akhir kalimat. Menunjukkan ketulusannya untuk menolong.
Senyuman dan aura hangat yang datang dari Pian entah kenapa mengingatkan Rian kepada seseorang.
-
"Hei, Rian, Rian!"
Rian entah kenapa bengong di tengah jalan.
"Ya Gusti, kenapa kamu tiba-tiba bengong begitu sih?"
Yang menyadarkannya adalah gadis jantan dengan mata lembut yang saat itu menatapnya dengan tajam.
Rian dan gadis itu memakai pakaian SMA. Sedang berada di tengah-tengah trotoar jalan yang menuntun mereka ke desa.
Rian melihat ke si gadis dengan ekspresi heran. "Memangnya ada apa?"
"Aku tanya kamu kenapa bengong? Jangan malah balik bertanya!"
Gadis itu sangat tegas padanya. Dia bahkan sampai mendekatkan wajah seriusnya ke Rian yang bingung, membuatnya berpikir, kenapa dia harus sampai semarah itu?
"Aku bengong?"
"Iya, barusan aja kamu melamun, kan?! Kenapa, memangnya ada masalah yang lagi kamu hadapi?"
Karena kejadian langka yang terjadi pada Rian, mereka sampai berhenti di tempat untuk memperjelas keadaan. Meskipun Rian membutuhkan usaha untuk mengingat kenapa dirinya melamun.
"Hmm. Entah kenapa, tadi terbesit di pikiranku, aku mau jadi apa? apa yang mau kulakukan nanti?"
Pertanyaan itu dia lemparkan ke dirinya sendiri, yang bingung karena dia tak bisa menemukan jawabannya.
"Ya ampun, cuma hal sepele begitu kenapa harus dipikirkan sampai pusing sih?"
Sepele. Satu kata yang datang dari si gadis membuat Rian bertanya. Apa memang seremeh itu renungan hatinya?
"Bukannya menganggap remeh sih, tapi, kita baru aja mulai masuk SMA, masih ada banyak hal yang harus kita pelajari. Dan disini, kamu udah mikir jauh sampai situ? Kamu kurang kerjaan atau gimana?"
Kata-kata gadis itu cukup pedas, tapi ada benarnya.
Rian tersadarkan sesuatu karena kata-kata gadis itu. Ekspresi cerah akhirnya kembali ke wajahnya. Di saat itu pula, si gadis menepuk pundaknya, tersenyum dan berkata : "Di saat seperti itu, kamu gak boleh menyimpan beban sendiri. Meskipun cuma hal sepele sekalipun, carilah seseorang yang bisa kamu ajak bicara, agar kecemasanmu gak berlarut-larut tenggelam dalam hati."

KAMU SEDANG MEMBACA
Pengantin 500 Juta
Teen FictionBagas dan Eruin sudah berpacaran semenjak mereka berada di bangku SMA. Namun disaat mereka sudah melalui banyak hal dan bertahan sampai masuk ke perguruan tinggi, ayah Eruin malah menantang Bagas untuk mendapatkan uang sebanyak 500 juta untuk melam...