Arc 1 - Chapter 15 (Tongkat Baseball)

17 1 0
                                    

"Entah kenapa aku membeli ini."

Sebuah tongkat sepanjang 42 inci, saat ini sedang digenggam oleh Tenza, terlihat sangat berkilau ketika Tenza menggenggamnya karena pantulan dari lampu yang terang meneranginya yang berada di ruang tamu.

"Apakah anda menyukai pertandingan olahraga Baseball tuan muda?"

Tarisa sedang menghidangkan makanan siang saat ini, ia menanyakan hal itu kepada majikannya yang sedang duduk di sofa ruang tamu sambil memegang sebuah tongkat baseball besi dengan tangan kanannya.

Tongkat base ball itu disejajarkan oleh matanya, pantulan wajahnya dapat terlihat dari tongkat besi itu. Tenza mengalihkan pandangannya, mengarah kepada perempuan yang sedang merendahkan badannya ketika sedang menghidangkan makan siang majikannya.

"Terimakasih. Aku tidak terlalu menyukainya hanya saja saat aku melihat tongkat ini, tiba tiba aku ingin memilikinya."

"Begitukah? Mungkin sebenarnya anda memiliki bakat terpendam." Kata Tanisa sambil menyuguhkan sebuah Teh hangat biasa kesukaan Tenza.

Mendengar tanggapan dari Tanisa, Tenza hanya dapat tersenyum lalu meletakan tongkat Baseball tersebut ke lantai, atau tepatnya ke atas karpet coklat dengan pola bastrak yang menghiasinya.

"Yah...semoga saja. Ngomong ngomong aku juga belum menentukan 'tujuan' ku, jadi jika aku memang memiliki bakat terpendam seperti demikian bukankah itu adalah sebuah kebetulan yang bagus?"

Tenza mengambil sepasang sendok dan garpu, bersiap untuk menyantap makanan yang telah dihidangkan oleh pembantunya tersebut. Menu makanan siang ini adalah salad buah dengan susu kental manis vanila, sebuah hidangan yang sangat cocok untuk musim panas saat ini. Sebelumnya Tenza meminta untuk membuatkannya suatu hidangan yang cocok untuk musim panas saat ini. 

Tenza mengunyah makanan yang menyejukan badannya tersebut secara perlahan lahan menikmatinya dan menelannya...

"Oh ya!" Kelopak mata Tenza sedikat melebar ketika dia mengingat sesuatu.

Sontak Tenza membuat satu satunya orang yang berada dirumahnya tersebut tekejut dan bersiap mendengar segala perkataan yang akan dikatakan oleh majikannya itu.

"A.ada apa tuan muda?" Tanya pembantunya tersebut sedikit memajukan kepalanya.

"Bukankah aku sudah pernah mengatakannya, tolong jangan panggil aku dengan sebutan itu, 'Tuan muda'."

"Ahh! Maafkan saya, tolong lupakan yang tadi saya mohon."

Tanisa terkejut, lalu meminta maaf kepada Tenza sambil menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya yang selalu lupa itu.

"Ngomong ngomong Tu.Tenza, ada apa dengan wajah anda?" Sepertinya lidah Tanisa sedikit tergigit saat salah berbicara.

Tanisa mengangkat tangan kanannya, mengarahkan jari telunjuknya kearah wajah Tenza, yang dimana kelopak mata kirinya benar benar hitam memar akibat pukulan dari anak berkulit hitam itu.

"Itu adalah peringatan pertama dan terakhir."

Kata kata yang pernah diucapkan oleh Temannya itu terpampang jelas dalam ingatan Tenza.

"Jangan Pernah Berbicara Denganku Lagi. Diantara Mereka Semua, Kaulah Yang Paling Menggangguku. Jangan Pernah Berbicara Denganku Lagi Jika Kau Tidak Ingin Dibunuh Oleh Tanganku."

"Ahh...itu.." Tenza mencoba untuk menyentuh bagian kiri wajahnya tersebut, akan tetapi dengan cepat Terisa menahan tangan Tenza.

"Sebaiknya jangan terlalu sering menyentuh luka."

ELIKYA Number Zero : The Unknown Brave HeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang