Arc 2 - Chapter 2 (Keegoisan sepihak)

37 1 0
                                    

"Baiklah tunggu sebentar yah..." Sedikit membungkukan tubuhnya, dia menyodorkan kedua tangannya menuju ke kepala Tenza, meraih perban yang terikat di sana lalu dengan tangan yang lihai, ia melepas ikatannya.

Tangan kiri tergeletak di atas paha, sambil menggenggam sebuah cermin kecil. Menunggu ikatan perban pada kepalanya. Tenza sudah tidak sabar lagi untuk melihat bentuk keningnya yang dari kemarin sudah terbalut oleh perban.

"Sudah selesai." Ucap suster itu sambil menarik perban bekas yang Tenza pakai.

Tenza menanggapi dengan tak sabar langsung mengangkat cerminnya langsung mengarah pada bekas luka di keningnya. Jahitannya sudah dilepas, perbannya juga demikian, yang tersisa disana hanyalah bekas luka.

Tenza menjulurkan jari telunjuk, mengelus pelan dengan ujung jarinya. Merasakan perubahan tekstur yang signifikan di keningnya, cekungan ke dalam cukup kecil tapi...

"Apakah bekas ini bisa hilang?" Tanyanya penasaran, dia sedikit menurunkan cerminnya lalu menoleh ke arah suster yang ada di depannya.

"Maaf, dari hasil pemeriksaan yang kami lakukan, bekas luka tersebut hanya akan hilang hanya jika melakukan operasi."

Itu adalah masalahnya, Tenza menghela nafas. Kedengarannya cukup merepotkan, tapi tampaknya ini tidak akan mengganggu kesehariannya.

Artinya untuk kedepan Tenza akan hidup berdampingan dengan bekas luka ini.

Meski begitu, pernah muncul dalam benaknya bahwa luka ini akan membuat Tenza menjadi pusat perhatian orang orang, tapi Tenza rasa itu hanya berlaku untuk beberapa hari saja, setelah itu tidak akan terjadi lagi.

Lagi pula bekas lukanya tidak terlalu besar, lukanya tidak lebih dari luas uang koin satu sen.

"Saya sudah mengemas barang barang anda, apakah anda sudah selesai." Ova tiba tiba memunculkan kepalanya dari balik pintu masuk.

Dia adalah perempuan dengan rambutnya yang sepanjang pundak, mengenakan jas hitam dengan dasi hitam. Penampilan yang sama saat dia mengantar Tenza ke Elikya. Ova membenarkan posisi berdirinya, menampakan keseluruhan tubuhnya.

Tenza mengangguk dan mengukir senyuman kecil. "Yah sepertinya."

Tenza memandang ke arah Ova, Tenza pikir perilakunya terhadap dirinya masih terlihat kaku dan terdengar formal, tapi itu lebih baik dari pada dia masih memanggil Tenza dengan sebutan 'Tuan muda.' lagi.

Tenza sudah mengganti pakaian dengan kaos hitam miliknya, beberapa saat yang lalu Tenza meminta Ova untuk membawakan pakaian bersih dari  rumah agar dia dapat segera mengganti pakaian pasien dengan pakaian miliknya. 

Baju orange dan celana hitam yang ia gunakan kemarin juga telah masuk ke dalam tas dan di taruh di dalam bagasi mobil, Ova membantu Tenza mengemas pakaiannya sendiri.

"Terimakasih telah merawat Tenza hingga saat ini." Ova menundukan kepalanya, menghadapkan tubuhnya kepada suster tersebut.

"Ahh tentu saja, lagi pula ini memang pekerjaanku." Perempuan itu melambaikan tangan.

Ova mengangkat kepalanya, menaikan pipinya tersenyum ramah kepadanya. "Kalau begitu..." Tenza segera beranjak dari ranjangnya, menaruh cermin tadi ke atas lemari di sampingnya. "Saya akan pulang dari sini yah." Tutur Tenza.

"ya...hati hati di jalan."

***

"Saya benar benar khawatir."

"Hmm?" Tenza memutar matanya mengarah pada perempuan berjas hitam tersebut.

Saat ini Tenza sudah berada di dalam mobil, Tenza menggerakan matanya melihat ke berbagai arah, Tenza mencoba untuk menebak, sepertinya ini adalah mobil yang sama yang digunakan Ova untuk mengantarkannya ke rumah, itu karena Tenza masih mengingat bentuk dalam mobil yang ia naiki sebelumnya. 

ELIKYA Number Zero : The Unknown Brave HeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang