Arc 2 - Chapter 10 (Kesadaran)

24 1 0
                                    

Bruak'

"Hei...Tenza? Apa yang kau lakukan?" Pak Leone Terhempas, terkejut saat  mengetahui salah satu dari muridnya mendorong tubuhnya tiba tiba. Terhuyung ke belakang, dengan cepat kembali mengembalikan keseimbangannya yang hilang. Menekuk kening, memutar leher memandang punggung Tenza yang berlari menjauh dari kelas.

"Gawat!! Pak Leone!!" Alex berteriak. Sedangkan yang lainnya melompat, berlarian dan saling bertabrakan, panik ketika melihat guru mereka tiba tiba saja sudah berada di depan pintu kelas. Padahal bel masuk belum berbunyi. Kepala pak Leone terpaling melihat ke arah murid muridnya.

"Alex!" Seketika orang yang disebutkan namanya terdiam di tempat tidak bergerak sedikitpun. Samar samar tubuhnya bergetar. Perlahan memutar tubuhnya menghadap ke arah guru itu. 

"Y..ya pak?" Keringat muncul di keningnya, merinding ketakutan telah menyadari dirinya yang tidak pantas untuk menjadi ketua kelas. Dirinya sangat yakin akan dihukum karena kelalaiannya.

Pak Leone sekali lagi menghadap ke arah kiri, memutar kepala ke arah dimana sebelumnya Tenza berlari meninggalkan kelas. Penampakan dirinya sudah menghilang dari keseluruhan lorong yang dapat ia lihat dari tempatnya berdiri.

"Kemarilah!" Perintah darinya. 

Alex segera berjalan cepat mendekat ke tempat gurunya. Memposisikan tubuh, berdiri tegak dengan lutut yang bergetar. "Coba kau kejar Tenza, beritahu dia untuk segera kemari." Tanpa menatap ke arah muridnya, mata pria itu masih tertuju pada pemandangan lorong yang dipenuhi dengan murid murid yang tengah menyusuri lorong panjang ini, berjalan menuju ke tempat tujuan mereka masing masing. Menunggu bel masuk segera berbunyi sebentar lagi.

Pandangan mata Alex seakan akan berpendar terhadap sesuatu yang tidak diketahui oleh setiap orang. "Baiklah." Ucapnya secara lantang. Memutar tubuhnya ke kanan, menghentakan kakinya pada lantai putih yang dingin, kemudian berlari memacu kecepatan agar tidak tertinggal terlalu jauh dari Tenza.

Pandangan pak Leone mengernyit. Mengangkat tangannya ke salah satu sisi mulutnya. "Jangan berlari di lorong!" Teriaknya kepada Alex yang sudah cukup jauh dari dirinya. Seketika dari pandangan pria itu, tampak Alex menurunkan kecepatannya dan berjalan cepat memenuhi perintah gurunya.

Pandangan Pak Leone kembali terarah kepada murid muridnya yang sudah duduk rapih di tempat mereka masing masing. Memeriksa setiap tempat duduk dan memastikan siapa saja yang sudah hadir. Tanpa memperhitungkan Tenza dan Alex, tempat duduk yang masih kosong adalah tempat duduk milik Chad. Dan tanpa menunjukan seonggok ekspresi, seakan akan sudah terbiasa dengan keseharian tersebut, Pak Leone hanya berucap "Baiklah.." Kemudian berjalan ke depan menuju tempat duduknya.

"tenzaaa!!??..." Seseorang berucap lantang di tengah lorong. Masih melangkah, mulut pak Leone mengeluarkan nafas panjang setelah mendengar seruan lantang dari Alex. Dirinya lupa untuk memberitahu kepada anak itu untuk tidak berteriak lantang di lorong.

***

"Apakah kepalamu masih terasa pusing?" Alex bertanya, sedangkan Tenza menjatuhkan tubuhnya dan duduk di atas ranjang. Tersenyum kecut hanya menjawab dengan ekspresi wajah yang dipasangnya.

Alex menghela nafas. Mengalihkan matanya dari Tenza, memutar mutar matanya melihat kesekitaran. Saat ini mereka berada di ruang UKS, ruangan putih dengan total 8 ranjang. 4 di sebelah kanan dan 4 lainnya di arah yang berlawanan. Tenza duduk di tempat yang paling dekat dengan pintu keluar. 

Mata anak itu melihat ke sana kemari pada ruangan putih dengan pencahayaan alami sinar matahari dari arah gorden yang terbuka. Terdapat sepasang meja dan kursi bersebelahan dengan pintu masuk. Lalu di sebelahnya lagi, terdapat sebuah lemari tinggi 1 meter dengan pintu kaca yang menembus ke dalam.

ELIKYA Number Zero : The Unknown Brave HeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang