FILE : XX

5.2K 729 74
                                    

Pohon tidak akan mati jika akarnya tidak rusak. Awan pun tidak akan menangis jika uap air laut tidak menguap.

Dan begitu pula manusia.

Mereka tidak akan mati kalau organ bagian yang fatal berhenti berfungsi, dan mereka tidak akan menangis kalau perasaan yang menyedihkan datang menghampiri.

Beomgyu, anak berumur lima tahun itu bernafas tak beraturan. Dadanya sangat sesak, membuat pasokan udara pada paru-parunya berkurang.

Tak hanya itu, matanya mulai buram tapi, kerumunan yang melihatnya bersimbah darah diaspal masih dapat ia lihat.

"To-tolong." Pintanya rapuh.

Meski ia beribu-ribu kali mengatakan hal itu, mereka semua tetap diam tanpa mau menolong, hanya mau menonton sampai akhir cerita kecelakaan ini.

Apa benar-benar tidak ada yang mau menolong? Diamana ibunya? Kenapa dia tidak datang dan menangis tersedu-sedu saat darah dagingnya seperti ini? Kenapa...

"Tolong permisi," suara rendah itu berhasil membuat para kerumunan itu bergeser sedikit, memberi jalan pada pria berbadan tegas itu.

Apa itu ayah?

"Hey, nak."

Paman ini?

"Iya, aku paman yang tadi. Maaf ya, membuat mu seperti ini. Aku hanya membantu mu agar dapat perhatian ibu mu itu, tapi sayang, ditetap tak peduli. Malahan ia melarikan diri dengan kekasihnya."

Pria itu mengelus surai Beomgyu kecil dengan lembut. "Jangan harapkan juga kehadiran ayah mu. Kedua orang tua mu memang tidak mengharapkan kehadiran mu, jadi-

tidurlah, dan saat kau membuka mata kembali. Hidup mu akan berubah pada saat itu juga."

Tentunya kata itu bukan hanya omong kosong. Pada saat Beomgyu membuka mata kembali dari tidur panjangnya, ia sudah menjadi bagian dari para makhluk nokturnal.

Awalnya tak kecewa dia jadi vampir. Tapi seiring waktu, ia sadar kalau ia lebih kejam dari kedua orang tuanya.

Dan ia tidak ingin itu...

Dia ingin menjadi manusia kembali. Tapi, apalah daya? Takdir tak mengizinkan dan itulah ia menjadi menerima saja kenyataannya. Hidup seperti aliran sungai yang tenang tanpa halauan.

Beberapa tahun seperti itu, tapi dikala Beomgyu menginjak sekolah menengah atas dan berpindah ke kota kelahirannya, membuat ia merasakan kembali rasa penyesalannya.

Itu karena pertemuannya dengan si gadis lugu, Nameun-yang membuatnya terjebak dengan perasaan iba dan sejenisnya...

Ya, dipikirkannya rasa iba tapi sekarang?

Lihatlah dia sekarang, berpikir bak manusia biasa. Menggila gara-gara gadis yang baru datang di kehidupannya.

Bagaimana keadaannya?

Bagaimana kalau dia...

Semua pertanyaan kecil itu selalu timbul di pikiran Beomgyu. Betapa paniknya ia sekarang di dalam ruang bertuliskan 'UGD' dengan seragam yang bersimbah darah.

Harusnya ia tidak sepanik ini, harusnya ia biasa-biasa saja tak perlu ada yang dikhawatirkan, dan harusnya dia tak usah menunggu gadis itu disini.

Kenapa aku harus menunggu? Dia bukan siapa-siapa, hanya budak darah. Begitu pikirnya.

Namun, mengapa hati nuraninya selalu menekan keras dirinya untuk tetap menunggu? Padahal mata Beomgyu belum berubah menjadi mata manusia biasa, hanya kuku jari saja yang sudah menyusut. Kalau seperti ini, ia bisa ketahuan.

You're My Angel, My KillerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang