2; ✨ the truth untold

1.2K 167 10
                                    

Author's POV

Pagi pertama di rumah baru Seulgi dan Yerim. Mereka sudah disibukan dengan kegiatan masing-masing. Yerim menjemur pakaian, Seulgi menyangkut persediaan air dari toilet dekat pos hingga gerbong tempat tinggalnya.

"Yerim-ah, Aku rasa nanti siang kita harus pergi berbelanja"

"Ne eonni, Aku akan ikut menyumbangkan uangku untuk kebutuhan kita"

"Arra, tapi sedikit saja ya, Aku tau kau pasti akan banyak pengeluaran di akhir semester, apalagi kau akan ujian kelulusan"

"Ne eonni"

"Aku juga akan mencari kerja paruh waktu nanti"

"Aku mau ikut!"

"Nanti saja kalau kau sudah SMA Yerim-ah, sekarang fokus ujian mu dulu"

"Ayayay captain"

Seulgi sudah selesai dengan angkut-mengangkut airnya, ia meletakan ember di sebelah tambang jemuran lalu duduk sambil membenarkan ikat rambutnya.

Ia memperhatikan Yerim yang masih menjemur pakaian. Senyumnya mengembang melihat Yerim benar-benar cekatan menjalani perintahnya. Hanya orang tua bodoh yang sudah memperlakukan Yerim dengan kekerasan.

"Yerim-ah"

"Ne eonni?"

"Apa orang tuamu tidak menghubungimu?"

"Mereka punya anak saja sepertinya tidak ingat"

"Aish"

"Bagaimana denganmu eonni?"

"Ah, sama saja, terakhir kali Aku kontak dengan orang tuaku lewat handphone, saat Aku sedang kerja kelompok lalu dipaksa pulang, sampai rumah, Aku hanya dijadikan pelayan untuk adikku"

"Kau punya adik?"

"Punya, masih kelas 5 sd, adik yang beda ayah denganku"

"Owww"

"Ayah kandungku meninggal saat Aku masih play group, kau tau? Sebelumnya ibuku memang ingin menceraikan Ayahku karena ia kepincut dengan pria lain yang sekarang menjadi Ayah tiriku. Mungkin Tuhan memberikan jalan yang terbaik, menyuruh Ayahku pulang sebelum Ibuku meminta cerai"

"Eonni, jangan menangis"

"Anni, Aku tidak menangis, Aku rindu Ayahku di surga. Semenjak Ayah meninggalkan dunia untuk selamanya, Ibuku berubah, apalagi setelah menikah lagi dan adikku lahir. Aku ingat, saat itu Aku kelas satu sd, Ibuku menghukum diriku karena Aku tidak bisa melakukan pengurangan bersusun, Aku dipukul dengan sapu, hingga badanku lebam-lebam. Lalu saat Aku kelas tiga, Aku tidak pernah lagi diantar jemput, Aku naik bis sendiri. Terbayang tidak? Anak kelas tiga sd dengan tempat minum yang dikalungkan berada di bis umum tanpa orang tuanya.

Semua yang dilakukan orang tuaku kepadaku, berbanding terbalik dengan perlakuan mereka ke adikku"

"Eonni"

Yerim memeluk Seulgi erat, ketika ia melihat air mata Seulgi mulai berjatuhan.

"Tepat saat Aku kelas sembilan, Aku terkena gejala leukemia. Apa kau pikir orang tuaku peduli? Hah, sama sekali tidak, Aku bisa sembuh karena bantuan nenekku. Oh iya, nenekku juga sudah tiada, tepat saat libur kelulusan. Aku belum sempat membalas kebaikannya."

"Eonni, kau gadis yang hebat, kau eonni yang kuat, Aku tau kau pasti bisa melewati ini semua"

Seulgi tersenyum lalu mengusap kepala Yerim, ia senang, setidaknya masih ada orang yang peduli dengannya.

"Yerim-ah, ganti baju sekarang, kita akan pergi berbelanja ke toko tempat temanku bekerja, ok?"

"Ne eonni"

"Tidak apakan kita berjalan kaki?"

"Tidak apa eonni"

.
.
.

Seulgi dan Yerim berjalan menuju sebuah toko kelontong yang berani beroperasi di tengah suasana kota yang padat dan dipenuhi gedung-gedung.

"Annyeong Seungwan"

Seulgi menyapa teman sekelasnya yang sudah tau seluk beluk masalah Seulgi, hingga kepindaan Seulgi.

Dialah Son Seungwan. Anak yatim piatu yang tinggal di panti, dan punya pekerjaan paruh waktu sebagai penjaga toko.

"Ah, annyeong gomdori pabo"

"Yak!"

"Hey, siapa itu?"

Seungwan menunjuk ke arah Yerim.

"Ah, annyeong haseyo, Kim Ye Rim imnida"

"Annyeong, Son Seungwan imnida"

"Wannie-ah, ini Yerim, dia anak yang semalam kuceritakan di chat" - Seulgi

"Kalian membicarakan Aku?" - Yerim

"Tentu saja, kau adalah topik utama kami" - Seungwan

"Yak! Jangan dengarkan si tupai ini bicara" - Seulgi

Yerim hanya tertawa, melihat pertengkaran kecil antara si Kang dan Son.

"Wan, Aku ingin berbelanja, ini"

Seulgi memberikan kertas berisi daftar belanjaannya.

"10 bungkus ramyeon, 4 kotak susu, 1 bungkus deterjen, 1 botol sabun, 1 botol sampo, 2 sikat gigi, 2 bungkus tteokbokki, 1 kantong kecil beras, 5 bungkus roti, 2 kotak sereal, 1 botol selai kacang merah" - Seungwan

"Kau seperti mengabsen anak murid" - Seulgi

"Yak, Aku hanya memastikan beruang ini menulis sesuai kebutuhan dan tidak ada yang ia lupakan, tunggu sebentar ya, Aku ambilkan dulu" - Seungwan

Tidak menunggu lama, Seungwan kembali dengan sebuah kardus berisi belanjaan Seulgi.

"Berapa semuanya?" - Seulgi

"11000 won" - Seungwan

"Eonni, ini" - Yerim

"Ah pakai uangku dulu semuanya ne? Ganti di rumah saja, ingat, kau hanya perlu mengganti 1/4 nya" - Seulgi

"Hey Yerim, percayalah, walaupun temanku ini agak aneh, tapi sebenernya dia berhati baik kok" - Seungwan

"Ya, berhenti memujiku" - Seulgi

"Ngomong-ngomong, bagaimana kalau kita makan eomuk? Aku yang traktir, hari ini gajiku turun, sekalian kita ngobrol-ngobrol" - Seungwan

"Aku siap menampung eomuk yang kau beli" - Seulgi

"Yak, beruang busung lapar, Yerim-ah, kajja!" - Seungwan

"Kajja" - Yerim













.
.
.

Vote and comment 👀❤️

See you

serendipity; red velvetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang