Season 1 Chapter 1 Act 1 : Melalaikan Waktu

450 31 1
                                    

Pada sebuah desa kecil bernama Vandera, terdapat seorang laki - laki remaja berumur 18 tahun. Dia adalah Gazo, Anak semata wayang dari Pasutri Vico dan Zera. Dia tinggal bersama ibunya, sedangakan ayahnya berada di luar kota untuk bekerja. Hari ini adalah hari senin, dimana pada hari itu adalah hari kelulusan Gazo dari SMA 1 Sora. Pada sabtu kemarin sudah diumumkan bahwa wisuda dimulai pada jam 8 pagi. Para siswa diharapkan hadir sebelum jam 8 untuk mengantisipasi waktu yang molor. Sekarang waktu menunjukan pukul 7.35, Akan tetapi Gazo masih asik tidur di sofa ruang tamu.

35, Akan tetapi Gazo masih asik tidur di sofa ruang tamu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Illustrator : //Tsuka So. FB. Tsuka Ao. Gazo

Ibunya sudah mengingatkan Gazo untuk segera bersiap diri pada jam 6.00 sebelum ia berangkat ke pasar.

"Gazo, bangun nak, segeralah bersih diri dan siap-siap untuk berangkat ke sekolah, nanti kamu terlambat lo. Hari ini kan hari spesial buat kamu! Sarapanmu ada di meja makan, ibu mau belanja di pasar dulu.", Kata Zera sembari mengelus pundak Gazo, .

"Iya mah, 5 menit lagi. Aku masih lemas", jawab Gazo dengan nada lemas.

Setelah itu Zera berangkat ke pasar, meninggalkan Gazo di rumah sendirian.

Setibanya Zera dari pasar, betapa terkejutnya Zera melihat Gazo yang masih terbaring di sofa. ketia itu waktu menunjukan pukul 7.35, dengan nada kaget Zera mengatakan,

"Gazo, kamu kok belum apa apa sih, ini sudah jam 7.30 lo, segeralah mandi kemudian sarapan".

Gazo Saat itu kaget tiada terkira, "Gawat, aku bisa terlambat. Maaf bu, Gazo ke kamar mandi dulu".

Kemudian gazo berlari menuju kamar mandi. Ibunya menghirup nafas panjang dengan kesabaran dirinya menghadapi sang anak.

< Sebenarnya Gazo telah mengidap penyakit kanker paru - paru ganas sejak ia menginjak kelas 3 SMA tepatnya pada pertengahan semester 2. Empat hari setelah munculnya gejala pada Gazo, Zera membawanya ke rumah sakit terdekat. Dokter telah menyarankan supaya Gazo menjalani oprasi. Akan tetapi Gazo menolak tawaran itu, karena mengingat kembali perekonomian keluarganya yang kurang mendukung, serta dia tidak mau sesuatu yang ribet. Zera saat itu cuma terdiam dan melihat Gazo dengan mata sedikit berkaca - kaca. Setelah itu mereka pamit undur diri dari ruang dokter itu. Setelah Gazo berada di luar pintu, Zera dipanggil oleh dokter itu untuk sedikit berbincang,

"Bu Zera, bisakah anda kemari sejenak?" kata dokter itu.

Zera menjawab " iya pak, ada apa?" dengan sedikit bingung.

"Kalau dilihat dari hasil pemeriksaan, putra ibu hanya memiliki sisa usia kurang dari 1 tahun. Penyakit yang diderita anak ibu tergolong penyakit ganas. Tolong pertimbangkan lagi keputusan ibu." kata doket itu.

Zera kembali menjawab " iya pak, akan saya sampaikan pada suami saya,".

Zera bergegas meninggalkan ruang itu sambil memikirkan nasib Gazo untuk kedepannya. >

Setelah berseragam, Gazo mengambil beberapa roti sarapannya untuk dimakan di jalan. Ibunya berpesan kepada Gazo sebelum ia berangkat ke sekolah,

"Gazo, hati - hati di jalan, tidak usah tergesa - gesa. Mending kamu sedikit terlambat daripada penyakitmu kambuh lagi".

Zera menyambungnya dengan pelukan kasih sayang pada Gazo. Gazo menjawab,

" iya mah, aku mengerti. Terima kasih sudah mengkawatirkanku".

Kemudian gazo berangkat ke sekolah. Dia tidak menyadari bahwa pelukan itu adalah pelukan terahir yang diterima dari ibunya. Dengan stamina penuh, ia berlari menuju sekolah, tanpa menghiraukan kesehatannya. Dengan jarak rumah menuju sekolahnya yang lumayan jauh, jika tidak menaiki kendaraan, mungkin perjalanannya memakan waktu 10 menit. Karena keterbatasan ekonomi, ia menggantungkan nasibnya pada teman yang memiliki sepeda sekitarnya. Terkadang ia harus berjalan untuk menuju sekolahnya. Saat itu ia memilih berlari ringan tanpa henti dengan tujuan agar staminanya bisa tahan lama. Sesampainya di sekolah, Gazo berhenti sejenak di gerbang sekolahnya sambil mengatur nafasnya yang tidak beraturan.

"Huft...Huft...Huft...akhirnya sampai juga" katanya.

Meski demikian, dia melihat pintu aula sudah tertutup. Saat itu menunjukan pukul 8.06, dia berjalan menuju pintu aula dengan nafas tersendat sendat. Tiba - tiba ada tangan yang menyentuh pundaknya, Gazo dengan refleks yang cepat menghadap kebelakang. Betapa terkejutnya dia saat itu, ketika melihat tangan siapa yang menyentuh pundak kanannya.

[Bersambung]

Aku Terlahir Kembali Sebagai Perempuan?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang