Part 1 - Audrey

3 1 0
                                    

Aku masih ingat ketika pertama kali aku masuk ke kelas ini. Ricuh. Heboh sekali. Aku tidak tahu kenapa tapi kepercayaan diriku bilang bahwa mereka sedang terpukau oleh kehadiranku.

Tidak, tidak seperti hari ini.

Kenapa mereka begitu tenang? Harusnya mereka heboh kembali dengan kedatanganku, seperti awal mula mereka mengenalku.

"Ada perundungan", bisik Juliet hati-hati. Tentu saja aku langsung shock sejadi-jadinya.

"OH MY!" Mulutku mengangap, "Siapa pelakunya?!"

Juliet merengutkan dahi, "Kau lebih penasaran dengan pelaku daripada korbannya?"

Oh, ayolah. Pelaku lebih penting! Setidaknya lebih menarik untuk dijadikan bahan gosip daripada korbannya. Hei, menggosipkan korban itu hal yang tidak beretika, tahu!

"Tidak ada yang tahu. Pelakunya mungkin sedang dilacak,"

"Yah, sayang sekali. Memangnya, apa yang dia lakukan?"

Juliet menggigit bibir bawahnya. Matanya melirik ke kanan dan kiri, takut terdengar oleh yang lain. Aku yang semakin kebingungan mencoba berteriak lebih kencang kepadanya.

"APA YANG DIA LAKU-"
"Ssshhhh!!!"

Juliet menutup mulutku. Aku menatapnya tajam. Ayolah, aku juga perlu tahu!

"A-aku tidak bisa ceritakan semuanya disini," Juliet masih setengah berbisik, "Terlalu banyak yang dia lakukan".

Juliet mulai gelagapan, dan itu mengundang rasa curigaku. Teman-teman yang lain masih dalam keheningan, sesekali ada yang berbisik. Aku tidak tahu, memangnya seberapa berat perundungan kali ini?

Oh, bukannya bermaksud mengatakan bahwa di kampus ini tidak ada perundungan sama sekali. Cewek-cewek disini tukang berantem, kasar sekali. Tapi, tidak pernah ada reaksi sehening ini saat perundungan yang terakhir kali terjadi.

"Kalau begitu, beri tahu aku salah satunya!" Aku semakin tidak sabar.

"Semua barang korban dia curi,"

"Hah, itu saja?"

Juliet menatapku tidak percaya.

"Semuanya! Kau tahu seberapa parahnya itu?"

"Hei, hei! Siapa tahu dia tidak membawa barang sama sekali kesini, bukankah itu berarti tidak ada barang yang dicuri?"

"Aku tidak percaya kenapa aku bisa berteman dengan orang sepertimu," Juliet menundukkan kepala pada kepalan tangannya.

"Mobil," ucap Juliet lagi.

"Apa?"

"Kunci mobilnya juga dicuri, untung saja mobilnya masih disini. Kau tahu seberapa parahnya itu?"

"Huh. Kau pasti marah jika aku bilang si korban bisa saja ceroboh menghilangkan kuncinya," ucapku sedikit mendengus.

Jujur saja, aku masih tidak terlalu percaya pada kasus perundungan yang satu ini.
Kenapa semuanya mendadak hening?
Kenapa perundungannya se-drama itu?
Kenapa pula kunci mobilnya dicuri, tapi mobilnya masih ada? Tidakkah itu konyol? Aku yakin siapapun yang mendengarnya pasti menganggap ini bercanda.

Dan juga... kenapa Juliet terlihat gugup?

"Ceroboh?" Juliet mengulang pertanyaanku.

"Mm-hm, itu bisa saja terjadi, kan? Korban tidak tahu dimana menaruh kuncinya, lalu dia-"

"Lizz," potong Juliet.

"Apa?"

"Lizz adalah korbannya. Kau tidak berpikir bahwa orang seperti Lizz adalah anak yang seceroboh itu, kan?"

Glek.
Aku, saat itu, tidak tahu harus berbicara apa.

Bagaimanapun juga, Juliet benar.
Lizz yang aku tahu bukan anak yang seceroboh itu. Dia tidak pernah menghilangkan barangnya satu pun. Tidak, tidak pernah.

Itu berarti, perundungan ini benar adanya.

Tapi, satu hal yang aku tidak percaya,

"Tapi... siapa orang yang berani berbuat seperti itu pada... orang seperti Lizz?"

"Audrey ..." Juliet menatapku. Kini dengan tatapan yang sama bingungnya,

"Menurutmu, siapa orang yang saat ini marah pada Lizz?"

Ah,
Aku tertegun.
Sepertinya kali ini, aku memang tahu sesuatu.

The Evil Among UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang