Part 1 - Reuben

1 1 0
                                    

Ah, ayolah!
Mood ku sedang tidak bagus saat ini, dan nampaknya Juliet memperparahnya.
Aku tidak terlalu menaruh hati pada gadis ini dari awal, tapi, aku tau bahwa aku masih harus bersikap baik.

Dan sekarang, dia menanyakan keberadaan Nathan.
Itu pertanyaan normal, sungguh, aku setuju. Tapi, sekarang bukan saat yang baik untuk bertanya tentang Nathan.

"Kau bukan ibunya, July," jawabku dingin. Gadis ini terlalu overthinking, dan, seakan-akan bersikap terlalu peduli padahal sebaliknya. Kadang aku muak, namun tentu saja, seorang Reuben harus sabar.

Dia meminta maaf, dan aku tertegun. Well, nampaknya Juliet tidak seburuk yang aku kira. Tapi, aku malah tertawa. Aku tidak dapat mengontrolnya.

"Kau tahu kan kalau aku memang seperti ini?" Jawabku. Dengan puas.
Aku segera berbalik dan cepat-cepat menghampiri Audrey.

Oh, siapapun pasti bisa melihatnya: Audrey seribu kali jauh lebih baik daripada Juliet yang terlalu palsu.

Aku pikir Audrey akan mendengarkan celotehanku dengan antusias. Tapi, tidak. Dia nampak termenung dan memperhatikan jendela. Ah, memangnya ada apa? Dia memperhatikan mobil Lizz? Aku tahu kalian sedang terkejut karena Lizz, tapi kalian tidak bisa sok menjadi detektif penasaran begitu saja dan mencoba untuk terlihat mengamati kasus ini lekat-lekat dengan munafik.

Juliet mendekat dan menanyakan Audrey sedang melihat apa.
Aku mendengus dalam hati.
Kau tahu rasanya tidak didengarkan?
Tapi, hey, aku tidak boleh marah.
Aku harus mencoba mengerti perasaan mereka saat ini. Setidaknya begitu.

Tapi, aku akan mencoba memancing mereka, selagi mereka sedang acuh tak acuh. Bagaimanapun, mereka pasti tidak akan mendengarkanku.

"Nathan sedang ada di ruang dosen".
"Kau tahu? Bersama Lizz".
"Dan si pelaku".
"Nampaknya perundungan kali ini tidak hanya akan menyangkut Lizz".
"Tapi kita semua".
"Aku penasaran, siapa yang akan jadi target berikutnya?"

Dan, yah, mereka diam. Mereka hanya memperhatikan mobil Nathan yang telah digores dengan benda tajam itu dan mengabaikan kata-kataku begitu saja.

Jangan berpikir yang tidak-tidak padaku. Aku sudah tahu bahwa itu mobil Nathan. Dan Nathan pun sudah tahu. Kau pikir, seberapa berharganya ketika mobil sportmu dicoret dengan benda tajam, dan ditulisi ancaman sekonyol itu?
Itu membuat Nathan benar-benar menyimpan marahnya dan membuatku turut kesal. Dan itu membuat moodku buruk sedari tadi pagi. Bagaimana bisa seseorang berbuat hal sekonyol itu pada sahabatku?

Audrey dan Juliet terlihat sangat kaget saat membaca tulisan di mobil Nathan itu. Sudah kutebak, sama seperti aku beberapa waktu yang lalu.

Aku mengamati wajah Audrey dan Juliet dengan lekat satu per satu. Aku tahu Juliet sedang mencoba berpura-pura khawatir, tapi, Audrey? Apa yang dia rasakan? Marah, takut, khawatir?

Satu hal yang aku tahu dengan pasti,
Audrey bukan tipe orang yang mudah takut atau khawatir pada sesuatu. Dia adalah seorang pemberontak yang cerewet, dan, aku yakin 100% dia akan melawan apabila mendapat ancaman seperti itu. Dia juga tidak sedang marah.

Audrey tidak pernah menutup mulutnya seperti ini.
Aku bersumpah, baru kali ini.

Juliet menepuk-nepuk pundakku dan itu sangat mengganggu. Dia memerintahkanku untuk menghubungi Nathan segera. Aku tidak mungkin bilang bahwa aku dan Nathan sudah tahu hal ini lebih dulu, karena, mereka pasti akan semakin bingung dan mencurigaiku yang tidak-tidak.

Aku merogoh handphone ku dan mencoba terlihat sama khawatirnya dengan mereka. Nathan, maafkan aku. Kau pasti akan mengira aku gila karena menelpon untuk menanyakan perihal mobilmu, padahal aku sudah tahu.

"Mobilmu..."

"... Ngomong apa, sih?"

"Mobilmu dicoret dengan benda tajam, kau tahu??"

Aku benar-benar terdengar seperti orang bodoh.

"... Kau tahu... bahwa kau sudah melihatnya tadi, kan?"

Aku tergagap.

"La-lalu bagaimana?"

Nathan terdiam sebentar. Nampaknya dia sedang fokus mendengar obrolan Lizz dan Pak Dosen. Aku tidak yakin ada berapa orang disana, tapi, nampaknya si pelaku juga turut dipanggil untuk menyelesaikan situasi ini.

"... Hey, ben," Ucapnya kemudian, setengah berbisik.

"Ada apa??"

"... Jangan bertindak gegabah".

Aku bingung. Apa?

"Apa maksudmu?"

"...Perhatikan lagi siapa orang yang kau percaya".

Terdengar suara Pak Dosen yang menegur Nathan, hingga membuat Nathan menutup telponnya.

Aku mencoba menerka-nerka maksud Nathan, lalu membaca kembali tulisan di mobilnya.

Kalian semua akan ku hancurkan.

Aku terdiam sebentar, lalu beralih menatap Juliet dan Audrey yang bertanya-tanya tentang apa tanggapan Nathan dari telepon tadi. Aku tidak segera menjawab, aku tidak tahu kenapa. Kata-kata Nathan terus mengisi pikiranku dan membuatku tertegun.

Entah perundungan ini serius atau tidak, tapi, aku tahu Nathan tidak pernah asal-asalan jika dia sedang serius.

Tatapanku menuju kepada Audrey, sekali lagi.

"Bagaimana? Apa kata Nat-"
"Audrey," ucapku memotong Audrey.

"...Ada apa?"

"Ikut aku, sebentar saja".

Aku tahu aku harus menyingkirkan Audrey dari sini untuk sementara waktu.

The Evil Among UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang