Introduction: Lizz

2 1 0
                                    

Hey, kau!
Aku memperhatikanmu dari tadi, kau tahu, dan aku tidak suka denganmu yang terus-terusan mengganggu teman-temanku. Kau tidak lihat seberapa merengutnya wajah Juliet dan Nathan tadi? Tidak? Tentu saja! Kau hanya memikirkan dirimu sendiri-- memaksa mereka bercerita atau apalah itu, padahal kau harusnya tahu bahwa mereka tidak suka dipaksa berbicara dengan orang gila.

Berkenalan, katamu? Huh, baiklah. Namaku Lizz. Lizz Brooklyn. Teman akrab Audrey, Juliet, Reuben, dan Nathan. Mereka teman akrabku. Tapi kami tidak selalu akrab. Bagaimana tidak? Audrey selalu cerewet setiap waktu dan aku pun selalu memintanya untuk tetap tenang walau untuk satu hari. Kau tahu akhirnya? Dia memberontak. Aku pun marah. Kami tidak berhubungan selama beberapa hari dan andaikan bukan karena Reuben, mungkin Audrey sudah memutuskan untuk mengumpulkan geng lain dan membully ku habis-habisan.

Ngomong-ngomong soal bully, aku teringat Juliet. Bukan hanya Audrey, gadis cantik yang terlalu anggun itu pun sering membuatku naik pitam. Dia terlalu polos. Terlalu mudah dimanfaatkan. Sering tidak sadar bahwa hidupnya terombang-ambing oleh kata-kata orang lain. Memangnya dia siapa? Babu setiap orang? Aku tidak tahan jika dia terus-terusan begini! Bisa-bisa dia depresi dan memutuskan untuk mengundurkan diri. Aku sudah memintanya untuk berpikir dengan jernih, dan untungnya dia tidak memberontak. Juliet hanya menggangguk dan beberapa kali mengatakan, 'iya', walau aku tidak tahu apakah dia serius atau tidak. Huh. Anak itu harus sadar bahwa hidupnya berada di jalur yang salah.

Reuben dan Nathan adalah teman cowokku. Reuben jarang membuatku marah, dia hanya membuatku geli. Aku tidak mengerti kenapa dia sering tersenyum padaku dan mebtraktirku makanan. Ah, tidak, aku tidak perlu mengerti. Yang penting aku kenyang dan bahagia.

Nathan, beda lagi. Dia itu pendiam, dan aku suka hal itu karena itu artinya, Nathan bukan tukang cari masalah. Setidaknya aku dapat tenang setiap saat bersama Nathan. Dan untungnya, Nathan tidak melakukan hal apapun segeli seperti yang dilakukan oleh Reuben.

Apa katamu? Aku nampak pemarah?
Heh, tentu saja tidak! Aku hanya suka berbicara dengan keras, tegas, dan frontal. Kalau kau tidak suka, pergi, sana!

Uh, tunggu, mungkin, aku harus memberitahumu satu hal. Kami berlima mungkin nampaknya memang sering berkelahi. Dan aku jadi orang yang paling sering marah. Tapi, aku hanya menjalankan peranku sebagai teman yang baik; memberi saran, menyadarkan mereka disaat mereka salah, dan  sebagainya.

Tidak, aku tidak merasa judgey. Aku melakukan ini untuk kebaikan teman-temanku. Jadi tolong berhentilah mengurusi prinsipku, dan... entahlah, pergi dari sini dan lakukan hal lain daripada menggangguku yang sedang sibuk dengan urusan pribadi.

Sampai jumpa!

The Evil Among UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang