"OH MY GOD!! Is that you, Jaemin?"
Jaemin sedang melamun di depan lokernya saat suara tersebut tertangkap pendengarannya. Pemuda tersebut membalikkan tubuhnya ke arah dimana suara tersebut berasal. Dia melihat seorang gadis dengan rambut hitam lurus dan mata besar yang terlihat tajam. Jaemin menatap datar pada gadis tersebut.
Itu Lia, Julia.
Dia satu dari beberapa siswa yang baik kepadanya 2 tahun yang lalu. Jaemin mengenali Julia, tapi Jaemin tidak memiliki perasaan apapun saat ini pada kehadiran gadis tersebut, sehingga pemuda tersebut tidak tahu harus bereaksi apa terhadap gadis di depannya saat ini.
Dia tidak peduli. Dia tidak perlu peduli.
"Julia," panggil Jaemin datar bahkan untuk telinganya sendiri. Julia langsung memeluk erat Jaemin. Dan Jaemin merasa canggung dengan pelukan tersebut. Tidak tau harus memberikan respon seperti apa. Jaemin tidak memeluk balik Julia dan hanya terdiam disana.
Seperti layaknya sebuah skrip, Jaemin mendengar dirinya sendiri meyakini Lia, "Ga perlu khawatir. Gue baik-baik aja."
Jaemin mengucapkannya tanpa merasakan apapun. Tidak merasa terharu atau menghangat sekalipun karena ada orang yang mengkhawatirkannya. Pemuda tersebut benar-benar mati rasa, kosong.
"Lo beda banget kalo ga pake kaca mata gini," ujar Julia menilik pemuda tampan di depannya tersebut. Dan faktanya, Jaemin terlihat jauh lebih percaya diri, kembali menatap gadis di depannya. Biasanya, pemuda tersebut akan mengalihkan pandangannya jika seseorang menatap kedua matanya. Namun sekarang, seperti yang Julia lihat, Jaemin menatap kembali. Tatapan menyeramkan yang bisa saja membuat orang tidak berani melihat ke dalam matanya. Julia yang entah kenapa merasa terancam dengan tatapan tersebut memalingkan pandangannya dari mata Jaemin.
"Eumm.. Bener. Lo jauh lebih baik kaya gini," ucap seorang gadis lainnya tepat di belakang Julia yang ikut mengomentari penampilan terbaru Jaemin hari ini. Dia Yeji, sahabat baik Julia. Jaemin sedikit terlonjak mendengar penuturan Yeji karena sebelumnya pemuda tersebut tidak menyadari keberadaan Yeji. Ini hari pertama Jaemin di sekolah dan baru mereka berdua, orang-orang yang Jaemin kenal yang telah dia temui hari ini.
Jaemin tidak membalas apapun untuk semua komentar dua siswi di depannya saat ini. Dia hanya menatap keduanya tanpa reaksi apapun. Tatapan kosong yang seolah bisa bertahan selamanya dan membuat wajah kedua gadis tersebut menjadi masam karenanya. Mereka terlihat bingung. Bertanya tentang mengapa seorang Na Jaemin bersikap seperti ini. Jaemin terlihat seperti orang lain dan dia tidak lagi ramah seperti sebelumnya.
"Wah wah wah! Lihat apa yang kita lihat disini."
Sebuah suara yang familiar terdengar di telinga Jaemin. Dia mengalihkan pandangannya pada pemilik suara tersebut.
"Hyunjin . . . ," gumam Jaemin dengan percaya diri meskipun di hampiri oleh Hyunjin dan gengnya – Jisung, Sunwoo, Soobin, Eric. Mereka melihat penampilan Jaemin yang sangat berbeda dengan tidak percaya.
Hyunjin melihat Jaemin dari atas kebawah, memastikan bahwa pemuda di depannya benar-benar orang yang sama sebelum dia berkomentar, "Lo bisa berpenampilan bagus juga ternyata, cupu. Ah, gue denger, lo kehilangan sebagian ingatan lo kan?" tanya Hyunjin arogan. Tidak ada penyesalan pada wajahnya atas dosa yang telah dilakukannya. Tentu Hyunjin tahu tentang keadaan Jaemin saat ini, ayahnya Kepala Kepolisian di daerah mereka, dia tentu telah mendengar dari ayahnya.
Jaemin tersenyum pada Hyunjin, sebuah senyuman dengan pandangan merendahkan. Senyum yang baru pertama kali diperlihatkan Jaemin pada Hyunjin selama ini. "Gue ingat beberapa orang idiot di hidup gue," ucapnya masih dengan senyuman merendahkan itu. Jaemin menutup pintu lokernya lalu meninggalkan sekumpulan pemuda di depannya tersebut. Jaemin merasa dia tidak perlu merasa terganggu dengan kehadiran Hyunjin. Namun, Hyunjin langsung menyamai Jaemin dan menghalangi pemuda tersebut.
"Siapa yang lo panggil idiot, idiot?" tanya Hyunjin berang. Jaemin hanya menatap Hyunjin datar namun dengan sebuah senyuman meremehkan disana. Jaemin sama sekali tidak merasa terintimidasi sama sekali ketika Hyunjin mencoba menggertaknya. Yang malah membuat Hyunjin terlihat sedikit gugup.
Hyunjin perlu menunjukkan pada Jaemin siapa bossnya. Bagaimana mungkin dia bisa gugup di depan seorang kutu buku yang biasanya selalu di bully? Hyunjin bahkan memperkosa Jaemin terakhir kali dia bertemu pemuda tersebut.
"Jangan ganggu dia lagi, Hyunjin! Lo udah kelewatan batas! Masih belum puas?" Julia menarik pelan lengan Jaemin. Menjauhkan pemuda tersebut dari Hyunjin. Hyunjin menyerigai menanggapi Julia dan mengacuhkan gadis tersebut.
"Aneh, , , " ucap Jaemin tiba-tiba. "Gue ga inget kalo tadi gue nyebut kalo lo, idiot yang gue maksud. Tapi, dilihat dari lo yang kayanya kesel banget. Lo pasti salah satu idiot itu," tambahnya dengan sebelah bibir terangkat dan kedua mata yang terlihat datar.
Hyunjin melihat Jaemin dengan kesal. "You asked for it, idiot!" ucap Hyunjin seraya melayangkan tinjuan ke arah Jaemin yang berdiri diam di tempatnya. Jaemin bahkan tidak merasa takut sama sekali. Sebaliknya, dia merasa sedikit terhibur.
Jaemin menangkap kepalan tangan Hyunjin dengan mudah dan mencengkramnya erat. Jaemin melirik ke sekelilingnya. Semua mata tertuju pada mereka kini. Tentu saja, semua orang menikmati orang lain dibully selama bukan mereka yang dibully. Such an entertainment for them. Dasar manusia-manusia egois.
Hyunjin-yang tidak percaya- terperangah melihat reaksi yang diberikan Jaemin. Kekuatan dan kecepatan yang tidak pernah diperlihatkan Jaemin sebelumnya. Hyunjin mencoba menarik tangannya dari cengkraman Jaemin, namun cengkraman pemuda tersebut terlalu kuat. Keberanian Hyunjin perlahan menciut. Hyunjin sedikit merintih kesakitan saat dia merasa tulangnya akan hancur ditangan Jaemin.
"No, Hyunjin," ucap Jaemin melihat tajam dua netra Hyujin yang melihat kepanikan disana. "You asked for it," tambah Jaemin mengulangi ucapan Hyunjin, lalu mendorong kuat tangan yang dicengkramnya tersebut. Semua kekuatan yang sama sekali tidak pernah ditunjukkan Jaemin pada siapapun selama ini. Dia benar-benar seperti orang yang berbeda.
Hyunjin menabrak keras loker dibelakangnya, memberikan rasa sakit yang teramat sangat pada punggung pemuda tersebut dan kerusakan pada loker malang tersebut. Hyunjin merasakan darah mengalir dari balik punggungnya. Menatap Jaemin dengan tatapan bingung sekaligus takut ketika dia mendengar Jaemin tertawa, sebuah tawa yang sangat menyeramkan.
Semua orang termasuk geng Hyunjin, Julia dan Yeji terdiam melihat insiden di depan mereka. Beberapa lainnya membuka lebar mulut mereka tidak percaya. Mereka tidak bisa percaya dengan apa yang mereka lihat saat ini.
"Menghiburkan? Mereka sudah melihatnya. Mereka pasti senang," pikir Jaemin sarkas.
"Na Jaemin!" Seorang guru tiba-tiba memanggil Jaemin. "Kantor Kepala Sekolah, sekarang!" perintahnya. Meski dengan suara yang galak, Jaemin bisa melihat ketakutan guru tersebut setelah menyaksikan apa yang telah dilihatnya.
Namun, Jaemin memilih senyum tak acuh, berjalan melewati guru tersebut ke ruangan kepala sekolah. Hey, dia tetap harus patuh pada perintah guru kan?
Jaemin melewati geng Hyunjin, memberikan tatapan tajam yang mengerikan pada mereka dan berbisik pelan, "Gue ga pernah lupa." Dia menyeringai puas diakhir bisikannya.
Dia tahu, tidak akan memakan waktu lama, sampai satu persatu dari mereka akan mati.
✴️✴️✴️ To Be Continued ✴️✴️✴️
KAMU SEDANG MEMBACA
The Demon Lovers ( Jeno + Jaemin )
FanfictionKutu Buku? Ya. Bully? Ya. Depresi? Ya. Gay? Ya. Dengan semua hal itu, Kehidupan sekolah Na Jaemin terasa seperti berada dalam neraka baginya. Tapi, bagaimana jika dia dapat meminta kepada neraka sebuah bantuan untuknya?. ⚠️⚠️WARNING!!!⚠️⚠️ 📍Boy x...