O4. Pertama, Dengan Obat Pil

5.1K 599 15
                                    

"Hei,"

Yeji berjengit pelan ketika tiba-tiba saja Jaemin –yang baru disadarinya tengah bersandar pada sebuah pohon di pinggir trotoar yang menuju ke rumah Yeji. Gadis tersebut masih sedikit penasaran pada Jaemin sebenarnya, setelah apa yang dia lihat tadi di sekolah. Penampilan baru, tatapan yang dingin, dan yang paling mengejutkan, apa yang dia lakukan pada Hyunjin. Jaemin yang dulu bukan pemuda yang bisa melakukan itu. Setelah Yeji pikir-pikir, perubahan Jaemin ini sedikit membuatnya ketakutan. Jaemin benar-benar terlihat seperti orang yang berbeda.

"Eh. . .L-lo ngagetin gue, Jaemin!" ucap Yeji dengan nada sedikit kesal namun bisa merasakan nada gemetar dari suaranya sendiri.

Jaemin tersenyum pada pada Yeji, sebuah senyuman yang tidak mencapai matanya. Senyuman yang menunjukkan ancaman, untuk Yeji. "Lo kelihatan ga berdosa banget sih," ucap Jaemin pada Yeji tiba-tiba. Dan Yeji memahami situasi yang terjadi padanya saat ini. Bahaya tengah mengintai gadis bermata sabit tersebut.

Yeji mengingat dosanya dulu. Dia tahu Jaemin menuntut hal tersebut. Namun Yeji memutuskan berpura-pura tidak tahu. Dia bisa terus berpura-pura tidak tahu maksud Jaemin, tapi dia tidak bisa menyangkal bahwa gadis tersebut merasakan aura mengerikan dari Jaemin. Yeji merasakan hal buruk akan terjadi padanya.

"G-gue duluan."

Yeji memutuskan kontak matanya pada Jaemin, berjalan dengan sedikit terburu meninggalkan Jaemin yang masih tersenyum di belakangnya. Yeji ingin cepat tiba di rumahnya, berjalan dengan sangat cepat dan sebisa mungkin menjauh dari Jaemin saat ini.

Namun, Jaemin dengan mudah menyusul Yeji dan menghalanginya. Berdiri tepat di depan Yeji yang semakin merasakan ketakutan dalam dirinya.

"L-Lo mau apa!" bentak Yeji dengan suara keras namun semakin gemetar. Sebelah tangannya meremas hoodie yang tengah dikenakannya. Perlahan, perasaan gelap yang dipancarkan oleh Jaemin mulai menyelimut perasaan Yeji. Perasaan kuat yang sangat mengerikan.

Jaemin hanya tersenyum pada Yeji mengabaikan bentakan gadis tersebut. "Gue tau apa yang lo pernah lakuin," ucap Jaemin yang membuat Yeji menjadi semakin gelisah. Tidak mungkin Jaemin bisa tahu apa yang telah dilakukannya pada pemuda tersebut lebih dari setahun yang lalu. Jaemin memajukan langkahnya, mengarahkan wajahnya pada telinga gadis yang diam membeku di tempatnya saat ini.

"Hati Lo kotor. . ." bisik Jaemin pelan. Sebuah bisikan yang lebih terdengar dari seorang iblis daripada dari mulut seorang manusia, terlebih Na Jaemin.

"G-gue ga tau lo ngomong apa!" Yeji menangis, lalu mendorong kuat Jaemin dan berlari ketakutan menjauhi kembali Jaemin. Namun, Yeji masih bisa mendengar Jaemin tertawa di belakangnya.

1 tahun 10 bulan yang lalu.

"Gue suka sama lo, Jaemin," aku Yeji pada pemuda di depannya saat ini. Jaemin hanya bisa menatap tidak percaya sekaligus bingung dengan pengakuan Yeji. Jaemin mengerutkan alis dan dahinya. "Eu-eum, Yeji. Gue minta maaf banget..." ucapnya dengan nada suara bersalah sekaligus, malu.

"Gapapa. Lo ga perlu minta maaf kok," ucapnya dengan sedikit senyum ceria disana, berusaha menyembunyikan rasa malunya. "Lo juga pasti udah punya orang yang lo suka, atau ga udah punya pacar lagi," lanjutnya dengan senyuman yang sama.

"Bukan begitu," sanggah Jaemin, mengalihkan pandanganya dari mata Yeji. Jaemin tertunduk, melihat pada ujung sepatu yang di kenakannya.

"Terus kenapa??" tanya Yeji sedikit marah karena Jaemin menolak perasaannya."

"G-gue ga tertarik sama cewek. Gue minta maaf," aku Jaemin sembari membenarkan kacamatanya yang merosot dari hidungnya sebagai pengalihan atas rasa malunya saat ini. Harus mengaku bahwa pemuda tersebut adalah seorang gay dengan cara seperti ini.

Yeji membulatkan kedua matanya terkejut atas pengakuan yang diucapkan Jaemin. Gadis tersebut lalu tersenyum, berpura-pura baik-baik saja. "Iya gapapa. Gue ga bakal cerita kepada siapapun," janji Yeji pada Jaemin.

It was a lie.

1 tahun 9 bulan yang lalu.

"Eh Nancy. Lo tau Na Jaemin? Anak culun di kelas kita?" Yeji menghampiri Nancy, ketua cheerleader di sekolah mereka.

"Tau, emanngnya dia kenapa?" tanya Nancy tak acuh pada Yeji.

"Dia gay," ucap Yeji.

"Ha? Serius lo?" Nancy tiba-tiba saja tertarik dengan kabar yang diceritakan Yeji.

"Serius gue. Dia ngaku sendiri kemaren ke gue," ucap Yeji tersenyum puas.

Yeji yakin, Nancy akan menyebarkan rumor ini ke seluruh penjuru sekolah. Jaemin pantas menerimanya karena telah membuat Yeji malu karena telah menolaknya.

Seorang pemuda tinggi dengan rambut putih yang menyala dan mata coklat gelap yang mengerikan muncul di depan Yeji saat gadis tersebut mencoba menjauh dari Jaemin yang masih berdiri dibelakangnya. "S-siapa lo?" tanya Yeji dengan mata yang masih berlinangan air mata.

"Gue?" tanyanya balik dengan suara beratnya. "Gue mimpi buruk terburuk lo," jawabnya dengan sennyuman di wajah tampannya tersebut.

Seharusnya dalam kondisi normal, Yeji akan tersipu diberi senyuman dari pria tampan seperti pemuda di depannya saat ini. Namun, senyuman itu terasa sama mengerikannya dengan senyuman Jaemin sebelumnya, hanya saja senyuman pemuda ini sampai hingga matanya. Membuat kedua matanya menyipit, namun tetap terlihat menyeramkan. Yeji yang sempat membeku berusaha lari dari pemuda tersebut namun salah satu tangannya ditahan oleh pemuda tersebut. Mencengkram tangannya sangat kuat.

"LEPASIN GUE! TOLONNGGG.!!!" Yeji berteriak keras, namun kemudian dia tersadar bahwa semuanya berubah menjadi hitam. Trotoar, pohon-pohon, dan semua rumah yang dilaluinya tadi, semuanya menghilang. Hanya ada kegelapan dan dia yang berada di tengah-tengah Jaemin – yang berada dibelakangnya dan pemuda yang mencengkram erat lengannya di depannya.

"Kenapa lo keliatan putus asa Yeji?" tanya Jaemin menghampirinya.

Yeji kehilangan semua harapannya dan memohon maaf pada Jaemin. "Jaem, gue minta maaf. Gue bener-bener mintaa maf." Dia berlutut tepat di depan Jaemin. Jaemin hanya menyeringai pelan melihat bagaimana hopeless-nya Yeji saat ini.

"Too late," ucap Jaemin dingin.

Yeji berteriak keras ketika dia merasakan rasa sakit yang luar biasa. Rasa sakit yang pernah Jaemin rasakan sebelumnya. Pemuda tinggi tersebut membuatnya merasakan semuanya dengan kemampuan telekinesisnya. Dan ketika dia akhirnya melepaskan lengan Yeji, dia tertuduk tanpa ekspresi di trotoar. Kemudian semuanya kembali, pepohonan dan perumahannya.

Pemuda tersebut lalu berbisik pelan pada telinga Yeji yang masih terdiam di posisinya. "Obat-obatan mama lo di lemari, di kamarnya. Telan semuanya, dan biarkan semua obat-obatan itu yang mengantarkan lo pada kematian." Yeji terhipnotis dan hanya bisa mematuhi perintah tersebut.

Yeji mengangguk pelan padanya. Gadis tersebut lalu berdiri dan berjalan menuju rumahnya seperti zombie. Kedua matanya tidak berkedip sama sekali.

Dia membuka pintu rumahnya....

Berjalan masuk ke dalam kamar ibunya....

Membuka lemari sang ibu.....

Dan meraih sebotol obat penenang di lemari tersebut.

Tangannya membuka tutup botolnya yakin. Yeji bahkan tidak menunjukkan keraguan sama sekali. Dia tidak bisa memperlihatkan keraguan pada wajahnya. Jauh didalam dirinya, Yeji berteriak. Dia ingin berhenti, namun tubuhnya sudah seperti bukan miliknya lagi. Dia menelan semua obat-obatan tersebut, membuat dirinya tersedak. Rasa sakit dengan cepat merambat pada tenggorokannya.

Dan gadis tersebut tidak bisa berteriak. Tanpa disadarinya, wajahnya tersenyum ketika gadis tersebut jatuh ke lantai menuju kematiannya.

✴️✴️✴️ To Be Continued ✴️✴️✴️

The Demon Lovers ( Jeno + Jaemin )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang