“Sil,” Panggil Hangyul, buat Silvia yang sedang sibuk membaca buku berhenti dan memandang sang kawan. Kalau Hanbin belum tidur siang, mungkin Silvia nggak akan menyentuh bukunya seperti sekarang.
“Kenapa?”
“Lo... Kenapa dulu ngotot banget pengin temenan sama gue?”
Silvia hampir menyemburkan tawa. “Siapa juga yang ngotot buat temenan sama lo? Gue mah manusia kalem.”
Hangyul memutar mata. “Kalem dari sisi sebelah mana ya? Lo nggak inget dulu sampai nyogok gue pakai makanan? Biar apa coba lo ngelakuin kaya gitu?”
“Biar lo kenyang. Lo kalau di kelas kan tingkahnya banyak. Pasti butuh energi lebih.”
“Kalau iya emang kaya gitu, terus untungnya buat lo apaan ngasih gue makanan setiap hari?” Hangyul menyandarkan punggung, sebelah alis terangkat sekilas, jelas tak percaya dengan jawaban Silvia.
“Untungnya? Besoknya gue bisa dapat uang jajan lebih dari Mas Seungyoun. Soalnya tiap pulang gue nggak bawa sisa uang jajan.”
“Gue nanya serius, Sil.”
“Heii.. Gue juga serius, Dadang.”
“Lo suka sama gue?”
“Buh, kalau gue nggak suka sama lo, mana mungkin gue temenan sama lo? Gimana sih—”
“Bukan suka yang kaya gitu.”
“Terus yang kaya gimana? Hem?”
“Yang kaya lo ke Yohan.”
“Duh, Yohan siapa? Gue kenalnya Bang Donghan.”
Hangyul mendecak pelan, lalu bangkit dari duduknya yang berseberangan dengan Silvia. “Terserah lo deh, itu kopi yang pertama tadi gratis, tapi kalau nanti lo pesen lagi, harus bayar.”
Silvia mendongak, mengejap-ejap. “Ya kan biasanya emang kaya gitu. Mau mengumpat tapi daku sedang menimba ilmu, takut ilmuku nggak nyangkut karena ucapan kotor tertundaku.”
“Ngomong opo. Gue tinggal.”
“Oke.”
Hangyul pergi, Silvia kembali sibuk dengan bukunya. Bukannya konsen belajar, dia malah jadi kepikiran dengan pertanyaan Hangyul. Ekspresi wajahnya juga agak berubah.
- ʏᴏᴜɴɢ ᴅᴀᴅ -
“Kenapa? Kamu nggak suka?”
“B-bukan gitu... Tapi.. Kalau kamu udah punya anak begini, terus... Gimana caranya aku jelasin ke orang tua aku soal kamu? Pasti susah, Gyul.”
Alis Hangyul bertaut. “Kenapa juga kamu harus jelasin soal ini ke orang tua kamu?”
“Y-ya.. Kita nggak mungkin selamanya bakal pacaran, kan?”
“Hyewon, kita baru pacaran sebulan, kok bisa kamu mikir sampai ke sana? Jalanin dulu aja apa yang ada. Masa pacaran kita ini masih tahap awal, belum tentu juga hubungan kita bisa sampai ke jenjang pernikahan.”
“Maksud kamu apa ngomong kaya gitu?” Hyewon tak suka.
“Gak ada maksud apa-apa kok. Aku di sini cuma mau berpikir realistis. Karena nggak semua orang yang pacaran terus bisa langgeng sampai pernikahan. Bahkan ada banyak banget yang putus di tengah jalan.”
“Maksud kamu ngomong kaya gini tuh apa? Kamu mau kita putus?”
“Aku nggak bilang gitu kok.”
“Tapi, dari cara kamu ngomong, kelihatan banget kalau kamu mau kita putus, Lee Hangyul.”
“Ya mau kamu sendiri gimana?”
“Gimana apanya??” Hyewon menahan emosinya, karena di sini masih ada Hanbin.
“Ya menurut kamu sendiri gimana? Kita mending lanjut atau pisah?”
“Kan! Kamu mau kita putus??”
“Ya maunya kamu?”
“Sumpah ya, Hangyul. Aku nggak habis pikir sama kamu. Kamu kenapa kaya gini sih??”
“Apa? Aku kaya apa?”
“Kalau kamu mau putus ya bilang aja.”
“Aku nggak pernah bilang mau putus sama kamu.”
“Tapi dari cara kamu—”
“Tangkap omonganku secara positif, aku nggak pernah minta putus, kamu aja yang salah mengasumsikan.”
Hyewon menahan diri, gadis itu mengambil pouch miliknya dan bangkit dari duduk. “Kalau kamu memang mau kita putus, ya udah. Kita putus. Aku pergi.”
Hangyul mengusap wajah frustasi. “Gini banget nasib. Sehari aja nggak ada masalah emang nggak bisa ya?”
“Santaiii... Gue nggak suka sama adek lo. Nggak bakalan suka juga sama adek lo.” ←Hangyul setelah berdebat dengan Seungyoun di episode 22.
“Santai apanya, anjing?! Ya emang bisa gitu cewek sama cowok temenan lama terus nggak naruh rasa?!”
- ʏᴏᴜɴɢ ᴅᴀᴅ -
“Gyul, gue balik dulu.” Pamit Silvia menenteng tas.
“Tumben jam segini udah mau balik?” Tanya Hangyul dari balik meja kasir.
“Iya, ini barusan gue dapet chat, ada temen yang mau ngajak ketemuan.”
“Oh.. Yang itu ya? Siapa namanya? Xiaojin?”
“Xiaojun, Gyul.”
“Oh, iya, itu. Mau ngajak belajar bareng?”
“Enggak,” Silvia menggeleng. “cuma ketemuan biasa, ngajak nonton.”
“Oh.” Hangyul mengangguk-angguk.
“Gue pergi dulu ya? Daah!” Silvia melambaikan tangannya, tersenyum pada Hangyul lalu berjalan keluar dari cafe.
‘Stop, Gyul. Sekarang mending lo pikirin Hanbin, gak usah mikirin cewek. Hanbin sekarang lebih penting dari apapun, soal perempuan bisa belakangan.’
───── ◦ ─────
Tuesday, March 31, 2020
NOTE:
Jadi... Hangyul...
KAMU SEDANG MEMBACA
Young Dad ✓
Fiksi Penggemar❝Sekarang gue kan harus ngurusin 'paket' dari Tuhan.❞ ─Lee Hangyul Started: 24 Juli 2019 Ended: 20 September 2021 Copyright © shilaviox 2019