"Kiran, aku nggak mau kamu tertekan karena dipaksa berpura-pura, kemudian hatimu terluka karenanya." Janesh menatap Kiran dalam-dalam. "Aku hargai perasaan kamu, usaha kamu. Tapi di acara ini, susah untuk tahu bagaimana kamu akan diperlakukan, kamu disuruh untuk melakukan ini itu, sesuatu yang belum tentu kamu sukai. Karenanya, aku mohon dengan sangat, kamu harus pergi dari acara ini. Aku akan bersedia kamu mendekatiku dengan cara yang lain. Yang tidak dengan penuh kepura-puraan seperti di sini."
Angin berhembus kencang, meniup rambut Kiran ke segala arah. Ingin sekali gadis itu menangis, tetapi sama sekali tak ada air mata yang keluar. Hatinya menjadi kosong, bahkan kepalanya sama sekali tak mau menuliskan apapun untuk dikatakan dalam benak.
Tangan Janesh terulur menyentuh rambut Kiran yang dipotong tak beraturan. "Aku sungguh menyesal, atas apa yang terjadi. Percayalah, aku sungguh tak ingin melakukannya. Di acara ini, mereka menghendaki seorang chef yang arogan dan bajingan, Kiran. Karena itu aku sungguh menyesal. I've told you before, I really like your hair."
Kiran mengangguk. Lalu tanpa mengucapkan sepatah kata pun, gadis itu berlalu dan kembali ke dorm. Dia tak mengerti apa yang salah, dia tak tahu harus bagaimana, bahkan memutuskan apa yang terjadi dalam hidupnya. Dia sudah kalah sekarang.
🍝🍝🍝🍝🍝
"Waktu di atap, maaf aku belum bilang apa-apa, Chef. Aku juga belum tahu apa mauku. Tapi sekarang, aku mau bilang. Terima kasih, Chef. Atas kepedulian Chef. Tapi, ini adalah hatiku. Aku nggak bisa mengendalikan apa yang dia mau. Jadi, mari kita lanjutkan acara ini, sampai di titik penghabisan, entah di episode berapa aku akan ditendang. Sampai saat itu, Chef boleh melakukan apapun. Nggak masalah apa itu karena rating, atau murni dari Chef sendiri. Tapi aku akan senang, karena aku bisa dekat sama Chef, bekerja sama dengan Chef seperti yang aku inginkan sejak lama." Kiran mengusap bulir bening di pipinya. Gadis itu kembali menyunggingkan senyum lebar, kali ini tanpa paksaan, tanpa kepura-puraan.
"Kiran, aku nggak mau pada akhirnya, menghancurkan hati dan ekspektasi kamu." Janesh mengatupkan bibirnya. Tangan lelaki itu terkepal erat.
"Chef, aku bertanggungjawab penuh atas yang terjadi pada hidupku, juga hatiku. Biarkan saja ia mengangkasa, berdansa penuh tawa karena aku bisa dekat dan mendapat kesempatan bersama Chef. Jika suatu saat ia patah dan remuk, aku akan bisa menerimanya. Chef Janesh tidak perlu meminta maaf atau bertanggungjawab. Ini hatiku. Aku nggak bisa mengendalikannya. Dan karenanya, Chef nggak usah merasa bersalah, atau merasa bertanggungjawab. Aku akan mengerti." Kiran mengangkat kepalanya kini dengan tegak. Lalu memandang Janesh dengan penuh cinta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Kitchen [Sudah Diterbitkan]
Ficção GeralKiran ngefans dengan Chef Janesh sejak lama. Sampai suatu saat kompetisi memasak bertajuk Hard Kitchen dengan Janesh sebagai jurinya dibuka, gadis itu nekat untuk ikut agar bisa bertemu Chef yang terkenal galak di televisi itu, tanpa tahu apa yang a...