BRAKK
Suara gebrakan meja terdengar kencang memecah keheningan kantin, laki-laki itu kemudian menghampiri sang pembuat onar. "Gak usah ikut campur." tekannya dengan suara dalam namun pelan. Laki-laki itu tertawa renyah, "Hari ini gue gak mood buat ngehajar siapa-siapa. Tapi kalo lo lecehin perempuan ini sekali lagi, lo berhasil bikin mood gue bangkit."
"Gra, jangan." Ucap perempuan itu lirih. Ia saat ini tepat berada di belakang Rio, si pembuat onar. Rio tersenyum sinis, kemudian menarik kasar lengan perempuan itu untuk berada di sampingnya.
"Bilang ke Anggra, kalo kamu itu cantik. Cocok buat dijadiin taruhan." Anggra mengepalkan tangannya, kemudian
BUGH
Pukulan bogemnya sukses mendarat di pipi Rio, hingga mengeluarkan darah di hidungnya.
"BANGSAT!" dan ya, pertengkaran itu berlanjut hebat. Hingga akhirnya Pak Herman, staff kesiswaan, datang memecah keramaian.
"HEIIIIIIII! ASSALAMUALAIKUM YA AHLI NERAKA!"
Kegiatan bogem-membogem itupun terhenti, teriakan sorak sorai anak-anak juga terhenti meskipun ada beberapa yang menjawab 'Waalaikumsalam'.
Pak Herman pun menghampiri kerumunan dan mendapati Rio dan Anggra yang sudah babak belur akut. "Ayo ahli-ahli neraka silahkan ikut bapak ke bk." Katanya santai lalu berjalan keluar dari kantin, diikuti dengan Rio dan Anggra dibelakangnya.
Intrograsi di BK lumayan berjalan lancar, ya meskipun lebih banyak perdebatan antara Rio dan Anggra. Namun tipikal Pak Herman adalah tidak ambil pusing, jadi beliau memutuskan untuk memberi skors pada mereka berdua selama 3 hari. Setelah menerima surat, mereka berdua kemudian pergi tanpa keributan. Anggra memutuskan untuk pergi ke rooftop, berniat menjernihkan pikirannya.
Semilir angin pagi menuju siang hari membuat gadis itu betah tinggal di taman rooftop sekolah. Rasanya hari ini cuacanya sangat mendukung untuk berdiam di rooftop sambil membaca buku dan mendengarkan musik favoritnya. Gadis itu bahkan tersenyum sendiri, rasanya sangat menyenangkan dalam suasana seperti ini.
Sampai di rooftop, Anggra melihat gadis yang keliatannya satu angkatan dengannya. Ia tengah tersenyum sendiri sambil memakai earphone dan membaca buku. Anggra kemudian menghampiri, berniat mengajak ngobrol. Gadis itu belum tersadar ketika ia telah duduk di sampingnya. Anggra kemudian mengecek kantungnya, ada permen coklat.
"Mau?" laki-laki itu menyodorkan satu permen coklat. Gadis itu menoleh ke arahnya menatap heran, tampan namun babak belur gumamnya. Ia lalu melepas satu earphone-nya, "Terima kasih." Ia mengambil permen itu lalu dimasukan ke kantungnya.
"Anggra." Ujarnya mengajak bersalaman, "Hazel. Salam kenal." Katanya tersenyum.
"Kok gak ke kantin? Ini kan jam istirahat?" tanya Anggra melihat Hazel yang tengah sibuk mengerjakan soal-soal matematika. "Gak laper sih, soalnya udah sarapan tadi." Anggra tersenyum, "Kelas apa?"
"10 IPS 1. Kamu?"
"10 IPA 3. Wah deketan ni kelasnya." Hazel tersenyum, semilir angin membuat helai rambutnya berterbangan, cantik pikirnya kagum. Langka sekali, siswi cantik dan pintar di sekolahnya ini.
"Anak IPA kok berantem?" sarkasnya sambil membaca buku.
Anggra tertawa, "Emang anak IPA gak boleh berantem ya?" tanyanya balik sarkas.
Hazel tersenyum lagi, "Biasanya kan sibuk belajar. Mana sempet berantem." Anggra tertawa lagi, "Bosen tau belajar, sekali-kali mencari keributan." Hazel mengangguk mengerti kemudian mengambil sapu tangan di kantungnya, "Bersihin luka mu, nanti infeksi." Katanya sambil menyodorkan sapu tangannya. Anggra mengambil sapu tangan itu kemudian mengusap lukanya.
"Kamu udah berantem berapa kali?"
"Beberapa kali, gak aku hitung."
"Udah beberapa kali berantem tapi gak tau caranya bersihin luka?" Hazel menatapnya kesal dan dibalas ekspresi bingung oleh Anggra. "Gra, basahin dulu sapu tangannya, atau bersihin dulu muka kamunya. Baru di usap ke luka nya. Gimana sih? Brandal kok gak ngerti cara bersihin luka?" Anggra terkekeh, lalu berjalan menuju kran di pinggir rooftop. Ia lalu mencuci mukanya kemudian mengusap luka nya menggunakan sapu tangan.
"Makasih ya, Hazel." Ujarnya setelah kembali duduk di sampingnya.
"Iya."
"Ini sapu tangannya aku bawa pulang dulu ya."
"Iya." Tanggapnya sambil terus membaca buku.
"Kamu suka baca buku ya?"
"Iya."
"Suka permen coklat?"
"Iya."
"Susu coklat?"
"Iya?"
"Semua hal tentang coklat?"
"Iya."
"Minta nomor telfon boleh ya?" Hazel terkejut lalu menoleh ke asal suara. Anggra terkekeh kemudian Hazel tersenyum dan memberikan nomor telfonnya.
Saat itu, mengambil permen coklat dan memberikan nomor telfonnya pada Anggra, adalah keputusan yang paling ia sesali sepanjang hidupnya.
***
HEYOOWWWW
setelah hampir 2 taun gue bersemedi di seoul bagian puncak, akhirnya gue bikin cerita lagi nii uwuuuuuuu. kali ini ceritanya gak relate sama kisah hidup gue, tapi gue bikin relate sama keadaan remaja sekarang. jadii, jangan lupa dibaca yak, itung-itung literasi selama covid-19 masih bersarang di negara kita ini. stay safe semua, jangan lupa jaga kesehatan!
don't forget to votes and comment!
happy readingg xx
dap
KAMU SEDANG MEMBACA
Home
Teen Fiction"definisi rumah sesungguhnya adalah; seseorang yang dapat menampung tumpah ruah keluh kesahmu, mengobati pilu tragis perasaanmu, dan mendekap erat jiwa berhargamu. aku mau pulang." this story is about depression, mental illness, trauma, self harrasm...