Langit sore mulai terlihat. Bel pulang berbunyi, seluruh murid berhamburan keluar kelas. Begitupun dengan Hazel dan teman-temannya. Mona pulang dengan Andri, anak kelas sebelah yang 2 bulan ini menjadi pacarnya. Friska dan Dira pulang berdua menggunakan motor Dira karna rumah mereka berdekatan. Awalnya Hazel selalu dijemput dengan Abangnya setiap pulang sekolah, namun karna belakangan ini abangnya terlihat sibuk jadi ia harus pulang sendiri dengan angkutan umum.
"Dadah, Zel! Hati-hati ya," pamit Dira dan Friska ketika sampai di parkiran. "Iya dadah! Hati-hati juga!" balasnya melambaikan tangan. Ia lalu berjalan keluar gerbang sekolah.
"Kak Hazel!" panggil seseorang dibelakangnya. Hazel menoleh, terlihat Biya disana dengan satu temannya. Biya berlari menghampirinya, "Kak Hazel kok sendirian terus? Biya temenin ya?" Hazel tertawa, gemas sekali melihat Biya seperti anak kecil.
"Gak usah Biya, nanti temen kamu yang di belakang marah lho,"
Biya menoleh kebelakang, "Gak papa kak. Nana mah nakal suka cubitin Biya," katanya mengadu. Hazel tersenyum lebar, "Kamu pulang naik apa?""Biasanya sih sama kak Vante, tapi dia udah pulang katanya dari tadi," "Kenapa?" tanya Hazel heran.
"Mamanya sakit katanya,"
"Astaga. Sakit apa?" tanyanya terkejut.
"Gak tau kak. Kak Hazel tanya aja sama Kak Vante. Biya mau naik angkot nih kak,"
"Oh iya kaka juga. Mau bareng?" tawar Hazel.
"Ayo kakk!!" ujarnya bersemangat.Sepanjang perjalanan, Biya bercerita banyak tentang dirinya dan teman-temannya. Ternyata ia, Vante, Refan, Satria, Bobi, Nana, bahkan Andri adalah teman satu geng dari kecil, walaupun Biya dan Nana tidak seangkatan dengan mereka.
"Biya, aku duluan ya!" pamitnya setelah sampai di depan gang rumahnya. "Iya kak, dadah!"
Hazel lalu turun membayar ongkos. Ia kemudian berjalan ke pinggir lalu membuka ponselnya. Ada satu chat dari Vante yang belum dibuka olehnya sejak jam 2 siang tadi,
Vante: Zel
Hazel: kenapa tet?Ia beralih pada menu status, lalu menemukan status whatsapp Vante. Terlihat gambar koridor rumah sakit disana dengan caption, 'please, ma. bertahan.'
Hazel panik, takut terjadi apa-apa dengan istri dari psikolognya itu. Ia kemudian menelfon Vante. Sedikit lama, kemudian Vante menangkat.
"Halo?"
"Mama lo kenapa?" tanya Hazel to the point.
"Air ketuban mama pecah. Sekarang mama harus dioperasi buat melahirkan." Ia menghela nafas, terdengar lelah di sebrang sana. "you ok?" tanya Hazel ragu-ragu.
"No, i'm not. Lo bisa kesini? Sebentar aja."
katanya memohon."Share location te,"
***
Setelah izin dengan Bundanya, Hazel segera pergi dengan ojek online yang telah ia pesan untuk ke rumah sakit. Sebenarnya, ia merasa cemas sedari tadi saat Biya bilang kalau Mama Vante jatuh sakit. Namun sebisa mungkin ia tutupi, karena takut Biya curiga.Setelah sampai, Hazel berlari menuju ruang operasi. Ia melihat laki-laki yang masih mengenakan celana sekolahnya dengan atasan hoodie, itu pasti Vante. Benar saja, terlihat disana Vante dan Dokter Gerald yang tengah menunggu. Vante terlihat lelah sekaligus resah.
"Vante," panggilnya.
Vante dan Dokter Gerald menoleh, "Zel,"
"Hazel sama siapa kesini?" tanya Dokter Gerald khawatir. "Sendiri dok. Gak papa, Hazel udah bisa sendiri kok. Nanti pulangnya baru dijemput abang." Pria itu mengangguk paham.
Vante lalu menggenggam lengannya, mengajak Hazel untuk duduk di sampingnya. Hazel pun duduk di sampingnya, "Mama lo pasti baik-baik aja te," katanya menenangkan.
"Keluarga Ibu Fania," panggil seorang suster di depan pintu ruang operasi. "Saya," jawab Dokter Gerald berdiri lalu berjalan menuju suster, diikuti dengan Vante dan Hazel dibelakangnya. Kemudian dokter datang di belakang suster, "Selamat, Bayi anda perempuan. Ibu dan Bayi selamat. Namun Ibu Fania mengalami kritis, sehingga harus diberi waktu untuk istirahat di ruang ICU." Seru Ibu dokter.
"Iya dok, terima kasih banyak." Jawab pria itu bersyukur.
"Dok, saya boleh melihat adik saya?" tanya Vante semangat. "Boleh, ada di ruang bayi. Tapi hanya lewat kaca aja ya." jawab suster.
Vante mengangguk, "Pah, aku ke ruang bayi dulu ya." izinnya pada sang Papa. "Iya, papa juga mau jenguk Mama dulu," katanya mengizinkan.
Vante tersenyum senang, lalu menarik lengan Hazel untuk menuju ruangan adiknya itu. Setelah sampai, mata mereka berdua mencari bayi perempuan dengan name tag nama orang tua Vante. Pas sekali, suster baru saja meletakkan bayi itu di pinggir jendela, sehingga mereka berdua bisa melihat jelas bayi kecil itu.
"Lucu!" sahut Hazel tersenyum lebar. Vante tersenyum bahagia, senang sekali rasanya.
"Iya, lucu banget." Melihatnya bahagia, Hazel ikut tersenyum. "Bahagia banget ya?"
***
hello, i'm backkk!! maaf bgt yaa aku lagi lagi mengalami gejala writter block. maaf bgt klo update ny lamaaa.
don't forget to votes <33
KAMU SEDANG MEMBACA
Home
Teen Fiction"definisi rumah sesungguhnya adalah; seseorang yang dapat menampung tumpah ruah keluh kesahmu, mengobati pilu tragis perasaanmu, dan mendekap erat jiwa berhargamu. aku mau pulang." this story is about depression, mental illness, trauma, self harrasm...